Aku tidak suka menganggap seseorang sebagai orang lain.
-L
Gerakan ban yang tadinya melaju kencang mulai berkurang saat mereka berdua sudah memasuki wilayah perumahan yang Gazza tau dekat dengan daerah perumahan barunya Marcell.
Ia berhenti tepat di depan halaman rumah yang ditunjuk Lauren lalu menoleh ke arah gadis yang sudah turun sambil melepaskan ikatan rambutnya. Ia melepas jaket merah milik Gazza sebelum menyodorkan benda itu ke arah cowok bermanik biru di hadapannya.
"Makasih Za, nggak mau mampir?" tanyanya membuat Gazza menggeleng pelan dan menyuruh Lauren masuk ke dalam rumah melalui gerakan tangan.
"Ren?"
Ia menoleh dan mengangkat satu alisnya sambil memandang kedua manik biru milik Gazza yang sedang menatapnya dalam.
"Istirahat."
Lauren mengangguk lalu melambaikan tangan saat Gazza sudah melaju kencang meninggalkan daerah itu. Motor merahnya berbelok di sebuah jalan tembusan kecil yang tergolong sepi karena hanya melewati beberapa taman dan tembok belakang gedung bertingkat tinggi yang jarang dilewati orang.
Awalnya ia berbelok ke jalan ini karena ingin menghindari macet, namun sepertinya nasib baik sedang tidak berpihak kepadanya. Di depan sana sudah ada beberapa orang sedang berdiri di tengah-tengah untuk menghadang jalan, Gazza tau siapa mereka, apalagi seseorang bertato yang saat ini sedang duduk di motor hitam sambil membuang puntung rokoknya ke jalanan.
"Hai brother, kita ketemu lagi, masih ingat kan kalau urusan kita belum selesai?" tanya laki-laki itu membuat Gazza menghembuskan nafas kasar sambil membuka helmnya dengan gerakan malas.
"Yang mukulin lo bocah ingusan kayak gini bos?"
"Ada satu lagi sebenernya, tapi nyicil dulu nggak ada salahnya kan?"
"Bacot!" ucap Gazza turun dari motor dan segera melempar tas hitamnya ke sembarang arah sebelum meladeni beberapa orang berbadan kekar yang sudah meringsek maju.
Awalnya cowok itu masih bisa mengondisikan pertahanan dan keseimbangan tubuhnya agar tidak limbung dan mempermudah mereka dalam menghajar. Namun karena memang dari awal sudah kalah jumlah, akhirnya seseorang berhasil mengambil celah kelengahan Gazza hingga membuat cowok itu tersungkur dan hanya bisa melindungi kepalanya dari hantaman benda tumpul dan tonjokan tangan kekar yang semakin membabi buta.
"Ada polisi!!!!" teriak seseorang diikuti suara sirine yang langsung membuat semua orang yang tadinya sibuk menghajar Gazza lari terbirit-birit untuk meloloskan diri.
Cowok itu terdiam, ia menghembuskan nafas lega sebelum menggulingkan tubuhnya ke jalanan sambil meringis menahan sakit. Meski badannya sedang lemas, ia bisa mendengar jelas suara sirine tadi semakin dekat diiringi dengan langkah tergesa dari seseorang. Gazza juga tidak tau siapa yang telah menolongnya dari komplotan salah satu musuhnya itu.
"Gazza, bangun."
Gazza tidak asing dengan suara ini, perlahan cowok itu menajamkan pandangan dan mengernyit saat mata birunya menangkap seorang gadis berambut coklat gelap sedang celingak-celinguk berusaha mencari pertolongan. Baru saja ia hendak mengatakan sesuatu, rasa pening di kepalanya langsung menyerang hingga membuat pandangan cowok itu buram dan menggelap seketika.
"Malah pingsan." gumamnya mengacak rambut frustasi dan mematikan ringtone sirine di ponselnya sebelum memutuskan untuk memapah badan tegap itu menuju mobil.
Merasa tidak tahu harus membawa cowok itu kemana, akhirnya dengan berat hati ia terpaksa mempersilahkan tubuh tegap itu berbaring dengan anteng di kamar apartemennya. Ia berdecak sebal dan segera membuang kapas bekas obat merah yang tadi digunakan untuk mengobati luka Gazza ke tempat sampah.

KAMU SEDANG MEMBACA
SELEZIONE
Teen FictionAku mencintainya, itu sederhana. Tapi satu yang membuatnya rumit, aku terlalu takut untuk menerima hal yang berakhir dengan sakit hati. Pun aku terlalu ragu dan justru berjalan mundur memberi peluang. Memberi kesempatan orang lain untuk ikut memili...