#21 Jangan nangis

6.2K 508 70
                                        

Gue takut nyakitin orang yang bikin lo nangis.

-M

Langit kini sedang cerah. Menghapus mendung yang tadi sempat berniat datang. Kesedihan dan rintik hujan yang pasti akan semakin menghanyutkan suasana, tidak hadir siang ini. Seperti membiarkan awan dan sinar terang itu mengusik beberapa hal di bawah sana. Membangunkan tupai dari sarangnya, menyuruh burung keluar dan beterbangan. Mempersilahkan serangga mencari nektar dan berbunyi disana sini. Begitu juga gadis itu, hatinya mulai hangat. Bukan karena matahari, tapi karena seseorang di hadapannya rela memberikan cahaya kehangatan itu.

Ia tersenyum, matanya memandang lurus pada punggung seseorang yang sedang dibalut jaket hitam dengan tas punggung yang masih terpasang. Punggung itu selalu melindungi, berubah seolah payung, menutupi percikan air hujan yang terkadang datang tak terduga. Berubah seolah gerbang, menghadang segala bahaya tanpa berfikir bagaimana keadaannya. Terakhir, punggung dan bahu itu bagaikan penyangga. Ia selalu ada bahkan disaat gadis itu merasa dirinya sendiri tidak ada.

"Turun."

Lauren mengerjap, ia menoleh dan baru menyadari bahwa mereka telah berhenti di halaman sebuah rumah mewah minimalis milik keluarga Devano. Ya, Marcell mengajaknya main ke rumah hari ini. Sejenak ingin membuat gadis itu lupa dengan keadaan rumahnya. Mengalihkan perhatian agar luka dan masalah itu dapat tertutup sementara.

Ia turun, melangkah pelan mengikuti Marcell menuju sebuah pintu utama yang hanya terbuka separuhnya. Matanya bergerak mengamati keadaan sekitar. Rumah ini bersih, sejuk dan nyaman. Meski sederhana, rumah Marcell bahkan sudah terasa nyaman walau hanya dengan melihat bagian luar.

"Marcell pulang."

"MARCELLLLL!!! BANTUIN MA...Eh, ini siapa?" tanya Liona berubah lembut saat melihat Lauren tersenyum dan bergerak menyaliminya.

"Lauren tante, tem.."

"Calon mantu mama." potong Marcell membuat Liona melebarkan mulut dan melirik ke arah Lauren yang sedang benunduk malu.

"Kamu mau sama bocah kayak dia?"

"Haduh, jangan mau, kiamat datang kalau sampai dia punya pacar." ucap mamanya membuat pemilik bola mata hijau itu memutar bola mata malas.

"Hari ini, Lauren main disini ma."

"Iya, boleh banget. Lagian kamu kan juga nggak pernah punya temen, Cell. Sendirian mulu kayak jomblo."

"Serah."

"Nggak boleh gitu sama mama lo." bisik Lauren menyenggol lengan Marcell yang seketika membuat Liona terpaku.

Apakah sebentar lagi anaknya marah?

"Ini anak tante yang kedua?"

Lamunan Liona buyar, ia menoleh dan hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan dari Lauren. Pikirannya sedang bercabang sekarang. Ah, mungkin saja tadi Marcell tidak merasa bahwa kulitnya disentuh.

"Cell, jagain Lili main di sofa bentar dong. Dia barusan bangun tidur, makanya males, maunya digendong terus ditemenin mulu."

"Sini biar Marcell gendong." ucap cowok itu bergerak melepas jaket dan segera mengambil Lili dari gendongan Liona.

Tubuh wanita itu menegang. Matanya berkaca-kaca melihat Marcell yang saat ini sedang menggendong adiknya dengan satu tangan mengusap pelan punggung gadis kecil itu. Melihat Liona diam terpaku, Lauren sepertinya mengerti apa yang membuat wanita itu tidak bergeming. Perlahan tangannya meraih tangan putih Liona saat cowok itu sudah berjalan menjauh menuju ruang TV.

SELEZIONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang