#23 Terbiasa

6K 491 47
                                    

Lo harus mulai terbiasa
dengan apapun yang
menyangkut gue.

Gue jamin, lo pasti nyaman.

-M

Segala hal bisa berubah, tergantung waktu dan bagaimana dia berubah. Entah manusia, benda, bahkan sampai perasaan. Perasaan bisa berubah kapan saja, tapi jangan takut. Semua tergantung dengan pemilik perasaan itu sendiri. Jika ia mencegah untuk berubah, maka perasaan juga tidak akan berubah. Jika ia berusaha untuk melupakan, maka perasaan itu lama lama juga akan menghilang dengan sendirinya. Sederhana.

Kali ini pun sama, perubahan akhirnya datang pada mereka berdua. Membuat status yang awalnya berada di ambang kepastian telah berubah pasti. Mata yang dulunya hanya saling menatap tanpa bisa mendekap, kini mampu memandang lama tanpa penghalang. Kata 'satu' telah naik ke permukaan, mengikat keduanya menjadi padu dalam satu waktu. Namun ini hanya sementara, ia juga tau suatu saat pasti akan tiba dimana mereka bisa pisah. Pisah untuk bersama meneruskan arah atau bahkan pisah untuk bersiap patah.

---

Marcell bersandar di tembok depan kelas Lauren sambil sibuk memainkan ponselnya. Banyak siswi yang sengaja lewat atau menyapanya, namun namanya Marcell ya akan tetap menjadi Marcell di hadapan orang lain. Dia hanya melirik sambil mengangguk sesekali. Jujur, lehernya pegal jika harus terus menerus mengangguk membalas sapaan mereka. Tapi ia masih tetap mengingat nasihat Liona tentang sopan santun pada orang lain.

"Hai Marcell."

"Siang, Marcell."

"Hai Cell."

Cowok itu mengangguk, memasukkan ponsel dan melirik ke dalam kelas untuk melihat apa yang membuat Lauren, pacar barunya tertahan di dalam sana sampai jam segini. Gadis itu terlihat masih menyalin tugas, begitu juga teman-temannya yang lain. Mungkin guru mapel ini memang menyuruh untuk mengumpulkan selembar jawaban itu sepulang sekolah.

"Eh, kok lo disini Cell?" tanya seseorang membuat cowok itu menoleh.

"Nunggu pacar."

"Ck, beda deh yang udah jadian. Btw, selamat ya." Kenzie tersenyum membuat Marcell hanya mengangguk lagi. Gadis itu ingin mengatakan sesuatu lalu tertahan saat dari arah berlawanan, ia melihat seseorang yang juga tidak lagi asing.

"Hai Za."

Marcell menoleh melihat Gazza. Cowok itu berjalan dengan kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celana. Seragam dan rambutnya berantakan, persis seperti Marcell. Cowok itu melirik sekilas ke arah jendela kelas Lauren sebelum mencari tempat duduk di samping cowok itu.

"Belum pulang?" tanya Marcell pada Kenzie dengan maksud agar gadis itu segera pergi dari sana. Nanti kalau pacarnya cemburu kan bisa ribet.

"Masih ada bimbel, ini mau ke kantin nyusul yang lain."

"Oh."

"Ya udah, gue duluan ya Cell. Itu kayaknya Lauren udah selesai." ucap Kenzie menunjuk ke dalam kelas sebelum berlalu pergi dari sana menuju kantin.

Lauren keluar dari kelas sambil masih memakai jaket dan menenteng tasnya dengan satu tangan. Ia terlihat kesulitan, Marcell yang melihat itu pun mengambil alih tas punggung dari tangan Lauren dan ikut membantunya mengenakan jaket. Gazza mendengus geli, sahabatnya memang sudah besar. Ia tidak pernah melihat Marcell sepeduli ini pada orang lain kecuali mamanya sendiri. Dan kini, posisi ketiga setelah Lili sepertinya telah ditempati oleh orang lain.

Ia mengamati kedua orang yang telah menjauh itu. Lauren terlihat seperti sedang menceritakan sesuatu yang hanya dibalas oleh anggukan oleh Marcell. Cowok itu terlihat menimpali dua kata yang entah itu apa hingga membuat gadis di sebelahnya memukul lengan Marcell sebelum akhirnya menghentakkan kaki kesal. Gazza tersenyum, ia ikut senang saat melihat Marcell tersenyum tipis sambil mengacak rambut pirang Lauren sebelum menarik tangan gadis itu menuju parkiran.

SELEZIONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang