Dia bukan pilihan, dia satu-satunya.
-M
Hari Senin, entah kenapa diantara 7 jenis nama hari di dunia, Hari Senin lah yang terpilih sebagai kutukan. Hal itu juga dirasakan oleh Marcell, mendengar teriakan Liona serta bising alarm ponsel yang berbunyi justru membuatnya semakin mengeratkan selimut. Ia terlalu enggan untuk beranjak walau hanya sekedar menggerakkan kelopak mata.
Nafas teratur dan gerakan bahu yang beriringan tetap terjaga meski Liona sedang berdiri di ambang pintu dengan berkacak pinggang. Wanita berambut panjang yang saat ini sedang menggenakan celemek masak itu mengetuk kencang pintu coklat di sebelahnya.
"Permisi!!!! bangun bangun bangun!"
"Oee bocah, bangun!! sekolah bukan punya nenek moyang, ayo bangun!!"
"MARCELLL!!!"
"Apa sih ma? masih pagi." ucap Marcell tanpa berniat membuka mata.
"Pagi pagi, dimana mana sebelum jam 12 juga masih bisa dikatain pagi, sekolahhh!!!!!"
"Jam berapa, Ma?"
"Setengah 6, cepet mandi!! mama udah siap di dapur kenapa kamu malah masih asik tidur, bangun!"
"Salah sendiri jadi ibu ibu." gumam Marcell turun dari kasur dan segera menuju kamar mandi.
Setelah selesai memakai seragam dan menyemprotkan parfum, ia turun dengan rasa malas yang semakin bertambah. Seperti saat ini, sampai di tengah tangga dia berhenti dan memutuskan untuk duduk disana sambil memperhatikan gerakan mamanya dalam diam. Malas turun.
"Astaga! bisa nggak sih kamu itu bikin suara? suka banget perasaan bikin mamanya jantungan."
"Males sekolah, Ma."
"Mau jadi apa besok?!"
"Suami." jawab Marcell enteng membuat Liona mengacungkan sendok nasi dengan pandangan sebal.
"Papa kapan pulang?"
"Nanti malam pulang." jawab Liona yang saat ini sudah melepas celemek dan menggulung rambut panjangnya ke atas.
"Aku pengen meluk mama," Liona menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah Marcell yang masih duduk di atas sana. "Tapi takut."
"Cell, mama.."
"Pagi." Liona menghentikan ucapannya dan menoleh ke arah pintu rumah yang terbuka dan menampilkan seseorang dengan seragam berantakan sama seperti Marcell.
"Astaga kalian, sekolah itu harusnya nggak boleh kayak gitu. Seragam keluar, dasi nggak dipake, kancing nggak ditutup semua, rambut nggak disisir, berantakan!"
"Masih ganteng tan." ucap Gazza duduk di meja makan dan mulai mengambil piring.
"Ganteng darimana?"
"Dari rumah."
"Dari kamar." saut Marcell sambil menuruni tangga membuat Liona memutar bola mata malas dan segera pergi menuju kamar saat mendengar panggilan Lili. Sepertinya gadis kecil itu sudah bangun.
"Cell,"
"Sorry buat kemarin malem."
"Santai aja, di jalan dia cerita?" tanya Gazza menoleh ke arah Marcell yang sedang makan di sampingnya.
"Nggak, tapi lo tau kan alasan kenapa dia gitu?"
"Kecewa sama gue." jawab cowok berbola mata biru itu membuat Marcell menghentikan gerakan sendoknya dan menoleh ke arah Gazza.

KAMU SEDANG MEMBACA
SELEZIONE
Teen FictionAku mencintainya, itu sederhana. Tapi satu yang membuatnya rumit, aku terlalu takut untuk menerima hal yang berakhir dengan sakit hati. Pun aku terlalu ragu dan justru berjalan mundur memberi peluang. Memberi kesempatan orang lain untuk ikut memili...