#13 Keputusan

5.7K 469 28
                                        

Gue nggak sadar, saran gue ternyata alasan kenapa pagi merubah lo.

-L

Gadis itu berjalan ke warung belakang sekolah bersama Seva. Disana Bi Indun yang sedang menggoreng tahu sambil bersenandung kecil menoleh ketika dilihatnya gadis berambut pirang sebahu berlari ke arahnya meninggalkan Lauren yang berjalan dengan langkah gontai.

"Kenapa wajah Lauren kusut kayak baju nggak di setrika gitu?"

"Lauren habis dihukum, Bi." jawab Seva membuat wanita paruh baya itu menggeleng heran.

"Nggak capek dihukum terus?"

"Capek bi sebenernya, tapi kayaknya guru-guru nggak bisa hidup deh kalau nggak ngehukum saya, jadi terharu."

"Ck, lo bikin kesalahan apa sih tadi?" tanya Seva yang sudah mengambil tahu goreng dan segera memakannya.

"Ini semua tuh gara-gara Arsen. Waktu upacara dia jepretin karet di kaki gue, ya sakit lah. Terus waktu tadi gue lihat dia lagi mainan ikan di koridor, gue berniat timpuk pake sepatu, ehhh malah kena Pak Narwan."

"Pak Narwan?"

"Guru sejarah senior yang udah tua, rambutnya botak terus banyak kerutan di dahi gara-gara belum move on dari masa lalu, yang gue timpuk jadi tuh orang."

"Dia yang ngehukum lo?" tanya Seva membuat Lauren menggeleng dan ikut mengambil tahu goreng yang ada di piring.

"Bukan, Bu Mia, gue mau kabur tapi udah ketahuan dulu sama Bu Mia."

"Terus nasib Pak Narwan gimana?"

"Mau marah tapi nggak jadi, takut jantungnya kumat kali."

"Yang dua orang lain kemana?" tanya Bi Indun dari dalam warung membuat Lauren mengerti siapa yang beliau maksud.

"Masih ada ekskul."

"Nadia ikut ekskul apa toh?" Bi Indun ikut duduk di depan Lauren dengan pandangan bertanya.

"Cheers, dia leadernya." jawab Seva yang saat ini sudah masuk ke dalam warung untuk membuat es teh manis.

"Bi, kenapa lebih mi..."

Brakkk

"Busettt!!!!" teriak Seva yang saat ini sudah keluar dari dalam warung dengan mulut terbuka.

Disana sudah berdiri tiga orang preman berbadan besar dengan tindik di hidung dan telinga. Pakaian hitam lusuh yang berpadu dengan tato di bagian tubuh tertentu membuat penampilan mereka semakin terlihat ngeri.

"Indun, mana uang pajaknya?!"

"Tunggu, pajak apa ya pak? setau saya kalau disini bukan tanah milik pemerintah. Ini masih lingkungannya SMA Sentra kan?"

"Heh bocah, lo nggak usah ikut campur, ini urusan gue sama nih pemilik warung."

"Meika mana sih ini?" batin Seva yang sudah berusaha menelfon kontak gadis itu.

"Minggir!!"

"Mana uangnya?!!!" bentak orang yang baru saja membuang puntung rokok itu pada Bi Indun.

"Bisa nggak sih nggak usah teriak?" tanya Lauren sambil tetap duduk di kursinya tadi membuat dua orang disana menoleh ke arahnya.

"Songong banget sih lo, anak siapa berani-beraninya ngurusin hidup kita?"

Lauren diam, ia benci jika harus menyebutkan siapa orang tuanya. Bahkan terkadang ia bingung, anak siapa sebenernya dia. Jika dia menyebutkan mamanya, itu bukanlah suatu hal yang bagus, karir mamanya akan hancur. Tapi jika dia menyebutkan papanya, dia benci juga menyebut laki-laki itu sebagai papanya.

SELEZIONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang