"Sarah! Ayo makan. Kau belum makan dari semalam!" panggil Helena dari lantai bawah.
Aku masih meringkuk di kamarku dengan selimut menyelimuti seluruh tubuhku. Memang benar aku belum makan dari semalam. Jujur, perassaan dan mood-ku hari ini masih buruk dan kacau seperti semalam. Helena sendiri panik karena menemukanku dalam keadaan menangis dan memeluk lututku di ujung jalan buntu yang katanya rawan akan kejahatan. Helena naik taksi untuk menjemputku dan informasi itu ia dapatkan dari supir taksi. Ia langsung mengantarkanku pulang dan membatalkan makan malam kami. Gadis cantik dan baik hati itu semalam memaksa untuk menginap di rumahku padahal ia bisa saja pulang ke rumahnya dan kembali ke sini di pagi harinya. Ia hanya ingin menjaga dan mengetahui keadaanku.
Terdengar suara ketukan pintu kali ini.
"Sarah, please! You should eat something now!" panggilnya lagi.
Dengan mata bengkak dan saluran nafas yang tersumbat, aku pun keluar dari kamarku.
"Oh God. You look messy today," gumam Helena yang tak kugubris dan langsung kutinggalkan menuju meja makan. Di sana terdapat roti dan telur, sarapan khas Eropa.
"Ayo, makanlah dulu, Sarah. Tapi, ada hal yang ingin kutanyakan padamu. Kuharap keadaanmu tidak bertambah kacau," ujar Helena ketika aku duduk di kursi dan siap menyantap sarapanku.
"Tentang pria semalam... kau mengenalnya?" tanyanya yang membuatku langsung menatap netra gadis itu dengan tajam, membuatnya langsung kalap.
"Maafkan aku, I mean, jika pria itu tidak mengenalmu, tidak mungkin ia menarikmu seperti semalam, Sarah."
Aku membuang pandanganku dan aku mengehela nafas. Garpu dan sendok yang kupegang dengan kasar kuletakkan kembali di meja.
"Ya. Aku mengenalnya. Pria itu adalah penyanyi dari Korea yang katanya vakum dan kini ia tinggal di seberang rumahku!" ucapku emosi ketika mengatakannya. Helena membesarkan matanya tanda ia terkejut.
"Are you serious? Dia tetangga kita?!" serunya. Aku hanya menganggukkan kepalaku dan Helena tiba-tiba bangkit berdiri dari duduknya.
"Hei! Kau mau apa?" tanyaku terkejut karena ia tiba-tiba hendak keluar.
"Aku mau bertemu pria itu! Bagaimana bisa ia tidak minta maaf setelah memperlakukanmu seperti itu?! Terlebih lagi kalian tetangga!"
Gadis itu dengan cepat meninggalkan rumahku dan berjalan menuju rumah Baekhyun.
"Helena!" seruku berusaha mengejar namun terlambat, gadis itu sudah berdiri diambang pintu rumah Baekhyun. Aku hanya menunggu dengan perasaan tak enak dari depan pintu rumahku. Ingin sekali aku melempar sesuatu jika melihat wajah pria asia jelmaan Hitler itu!
"Excuse me!" panggil Helena sambil membunyikan bel rumah dan menggedor pintu dengan kasar. Tak lama keluar Baekhyun. Sosok itu tampak rapi dengan sweater cokelat dan celana jeans hitam. Dan tentu saja, ekspresi datar dan dingin miliknya yang jelas tercetak di wajahnya. Begitu melihatnya, rasa kesalku mulai muncul lagi dan impian yang sangat ingin kulakukan saat ini adalah mencakar wajahnya!
"What's wrong?" tanya Baekhyun dingin ketika melihat Helena di depan pintu kamarnya. Sekilas ia menatapku.
"Langsung saja, Sir. Apa benar kau yang menarik temanku dan membawanya ke ujung jalan di daerah Branchwich Street? Kau tahu bagaimana berbahayanya daerah di sana dan kenapa bisa kau menariknya ke sana sementara kudengar kau baru mengenalnya!" kata Helena dengan emosi tertahan. Wajah cantik gadis itu jadi sedikit menyeramkan karena rahangnya mengeras dan mata cokelatnya yang biasanya lembut kini menatap dengan sangat tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silence Love ✔️
RomanceIa hanyalah sosok rapuh yang berusaha menjadi orang paling dingin dan menyebalkan di dunia. Menyembunyikan dirinya di kota London dengan nuansa kuning musim gugur. Ia mengenalkanku apa arti kesendirian dan kesedihan yang menderanya sekian lama karen...