"Baekhyun,..."
Pria itu tersenyum makin lebar dengan tatapan lembut yang membuat lututku lemas. Pria itu perlahan meraih salah satu tanganku, lalu kemudian menarikku ke dalam pelukannya.
"Aku merindukanmu, Sohyun. Sangat merindukanmu," bisiknya.
Air mataku sudah membasahi pipiku dengan cukup deras. Susah payah aku berusaha menahan isakan tangisku agar tidak keluar saat ini. Sisi emosionalku meledak. Antara marah dan rindu, aku meronta di dalam pelukannya.
"Lepaskan,"
Baekhyun tetap bergeming, dan ia makin mengeratkan pelukannya seiring bertambah besar tenagaku untuk melepaskan pelukannya.
"Lepaskan aku, Byun Baekhyun!" seruku sambil menangis kemudian.
Gerakan tubuhku akhirnya melemah karena emosi dan tangis yang menguasaiku. Aroma tubuh Baekhyun yang lembut menyeruak di indra penciumanku. Dalam keadaan seperti ini, masih bisa kurasakan dadanya yang cukup bidang dan lengannya yang kekar itu memelukku.
Sial.
"Kau jahat, Baekhyun! Kau benar-benar jahat!" seruku.
"Maafkan aku," gumamnya di telingaku. Perlahan pria itu mengendurkan pelukannya, namun masih memegangi lenganku. Dapat kulihat wajahnya yang tidak berubah sama sekali. Ia menatapku dengan tatapan lembut yang sarat akan luka di sana.
Aku mulai menghujani dadanya dengan pukulan sekuat yang aku bisa, melampiaskan seluruh emosiku. Semakin keras aku memukul, semakin kencang juga tangisku. Sungguh, ini rasa sakit luar biasa yang pernah ada.
"Kau menyuruhku melupakanmu, tapi kau memberi buku itu! Dasar brengsek! Sekarang kau muncul di sini di saat aku nyaris melupakanmu!"
Baekhyun masih diam setelah aku mengucapkan umpatan padanya. Setelah cukup lama, pukulanku akhirnya melemah, dan tangisku perlahan reda. Pria Byun di depanku masih kuat memegangi lenganku, tanpa kendur sedikitpun, dan tanpa bicara sepatah katapun.
"Sudah selesai?" tanya Baekhyun akhirnya.
Aish!
"Kau ini, benar-benar menyebalkan! Pria brengsek! Harusnya kau menenangkan aku ketika menangis!" seruku lagi.
"Bagaimana aku bisa menenangkanmu jika kau terus memukulku, Nona Kim?"
Aku hendak melayangkan pukulan lagi. Namun dalam satu tarikan, ia membuat tubuhku terdiam mendadak, dan kurasakan sensasi bagai tersengat listrik kecil. Emosiku berubah drastis, dari marah menjadi terkejut. Bisa kau bayangkan perubahan signifikan yang terjadi pada jantungku?
Dia menciumku, tepat pada bibirku.
Membungkam emosiku dengan cepat melalui lumatan yang sedikit memburu namun sangat lembut. Darahku berdesir, walau kurasakan air mataku masih mengalir.
Ia melepaskan salah satu tangannya dari lenganku lalu memeluk pinggangku ke arahnya, sedangkan tangan satunya lagi meraih tengkukku, memperdalam ciumannya.
Masih bisa kulihat wajah Baekhyun yang sangat dekat, dan mata pria itu terpejam. Ciuman itu meruntuhkan pertahananku. Tidak bisa kupungkiri, aku benar-benar mencintai pria di depanku ini. Perlahan aku menutup mataku dan mulai merasakan lembut bibirnya yang menguasaiku sekarang.
Setelah dalam posisi seperti itu selama tiga menit, perlahan ia melepaskan ciumannya dan menatapku lagi.
"Ikut aku, dan kita akan berbicara."
***
Aroma kopi dan bunga-bunga tercium ketika aku memasuki tempat ini. Baekhyun mengajakku ke suatu kafe yang cukup unik. Bisa kukatakan kedai kopi, karena tempat ini cukup sederhana. Hal uniknya, kafe ini sekaligus toko bunga. Bunga-bunga yang cukup banyak ada yang diletakkan di depan tempat ini, dan beberapa juga dipajang di dalam. Meja barista terletak di dalam ruangan, yang merupakan central dari tempat ini. Sebuah kasir di dekat pintu merupakan tempat untuk membayar kopi, dan juga membayar bunga. Kesan klasik dengan warna cokelat dan putih membuat tempat ini cukup nyaman baik di pagi hari maupun sore hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silence Love ✔️
RomanceIa hanyalah sosok rapuh yang berusaha menjadi orang paling dingin dan menyebalkan di dunia. Menyembunyikan dirinya di kota London dengan nuansa kuning musim gugur. Ia mengenalkanku apa arti kesendirian dan kesedihan yang menderanya sekian lama karen...