Part 3 | Mendekati Sahabat Salma

23.4K 1K 4
                                    

Bismillah. Selamat membaca. Jangan lupa ambil hikmah di balik cerita.
---------------

Sinar mentari telah memancarkan cahaya kebanggaanya, siap menyinari segala aktifitas makhluk di bumi. Begitupun dengan Ziad yang sudah rapi dengan seragamnya berjalan menuruni tangga rumahnya yang siap menuju ruang makan.

“ Pagi ,’’ sapa Ziad kepada seluruh anggota keluarganya sambil menarik kursi untuk ia duduki.

“ Tumben udah rapi, biasanya kita pada di ruang makan lo masih molor,’’ cerosos Zahra adik sekaligus kembaran Ziad sambil asyik mengunyah roti selai kacang kesukaannya.

“ Ye, kan setiap orang punya kesempatan berubah, bukannya balas nyapa malah nyerocos aja’’ bela Ziad untuk dirinya.

“ Okey, pagi juga kakak Ziad tercinta, ’’ sapa Zahra dengan senyum yang dipaksakan.

“ Kalian ini pagi-pagi udah ribut aja. Tidak baik ribut di depan makanan. ’’ ucap wanita terhebat dalam hidup Ziad dan juga Zahra.

“ Siap komandan, ’’ hormat Zaid untuk uminya tercinta.

“ Sok-sok an hormat-hormat segala kayak hidup lo terstruktur aja.’’ acuh Zahra.

“ Heh tengil, gini-gini juga gue juga kakak lo kali, berangkat sekolah gak ? Ikut nebeng gak lo ?’’ ajak Ziad

“ Ikut !’’ antusias Zahra. Jarang-jarang kakaknya nawarin bareng ke sekolah, itung-itung hemat bensin motor matic kebanggannya. Batin Zahra kegirangan.

“ Nanti tunggu gue kalau pulang sekolah, jangan lo tinggal sembarangan. Lo sih biasa ninggalin gue kalau sudah ngilang nggak jelas.’’ Pesan Zahra pada kakaknya yang sudah naik duluan di moge merahnya.

“ Iya-iya bawel, ’’ patuh Ziad.

Ziad memanglah kakak sekaligus kembaran terbaik bagi Zahra, walaupun tingkahnya yang sedikit cuek namun tidak mengurangi rasa perhatiaanya terhadap dirinya. Buktinya, dia tidak marah Zahra memanggilnya tanpa embel-embel ‘kak’ yang seharusnya wajib bagi panggilan adik pada kakaknya.

Lo itu sebenarnya gak harus manggil gue kak, lagian kita keluarnya di hari yang sama hanya saja gue ditakdirkan duluan.

Kata-kata Ziad pada Zahra setelah uminya memarahi Zahra habis-habisan karena berbicara kepada kakaknya yang kelewat batas.

“ Gue sayang lo, Ziad kakak gue tercinta,’’ senyum tulus Zahra di akhir ucapannya.

“ Hih, lo gak lagi ngigo kan ? Udah bangun kan lo ?’’ ketidakpercayaan Ziad pada ucapan yang barusan Zahra lontarkan.

“ Enggak lah, eh udah sampai gue masuk kelas dulu ya mau nyocokin PR gue sama temen-temen,’’ ringis Zahra di akhir kalimatnya.

Kembarannya memanglah unik, sifatnya yang kekanak-kanakkan, mulutnya yang ceplas-ceplos. Tapi dirinya yakin kembarannya mempunyai sisi spiritual yang lebih baik darinya. Pernah Zahra menangis hanya karena mengingat cerita cinta Sayyidina Ali dan Fatimah yang membuatnya menghayal akankah ada lagi cinta seperti itu. Dan membuatnya semakin berharap cintanya akan seperti itu walaupun tak akan sama persis dengan kisah cinta Sayyidina Ali dan kekasihnya Fatimah Az-Zahra, yang setanpun tak mengetahui isi hati mereka.

Dan itu jauh dari pengalaman yang dipunyai dirinya, dia hanya sedikit tahu dari Zahra yang biasanya antusias menceritakan kisah yang menurutnya unik dan menyentuh. Tapi tak satupun yang Ziad amalkan.

Cinta Terpendam [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang