Part 2 | Keinginan Mengungkapkan

28.9K 1.2K 15
                                    

Bismillah. Selamat membaca. Jangan lupa ambil hikmah dibalik cerita.
---------------

Semenjak pertama kali Ziad menyapanya, Salma mulai menjauhi apapun yang berhubungan dengan ketua kelasnya itu. Menurutnya, memang ada maksud tersendiri Ziad mendekatinya.

Bukan apa, dia tak ingin terjadi fitnah disini.Mengorbankan prinsip yang selama ini dia bangun dengan sangat rapi. Ya, dia anti dengan yang bernama pacaran. Memang terkesan lebay di usia SMAnya. Disaat temannya yang lain asik dengan doi, gebetan, pacar atau apalah sebutannya itu, Salma tidak peduli. Inilah prinsipnya, tak mau tahu apa yang akan dikatakan orang.

Dirinya pun bukan seorang wanita yang bisa dibilang alim dan mengerti banyak tentang agama. Tutur kata dan tingkah laku pun kadang masih menunjukkan budaya kejahiliyahan. Tapi dengan begitu, tidaklah menghalangi seorang Salma untuk mempertahankan prinsipnya. Menurutnya menutup satu pintu dosa lebih baik daripada harus membuka pintu dosa yang beruntun akibat sebuah kegiatan yang bernama pacaran. Biarlah dulu dirinya menikmati masanya sendiri.

Sepulang sekolah, disinilah Salma berada. Di halte menunggu bus yang biasa membawanya pulang ke tempat keluarganya berkumpul. Tapi pengecualian untuk hari ini, kakak laki-lakinya akan menjemputnya karena kebetulan akan ada acara di rumah. Katanya terlalu lama menunggu Salma pulang ke rumah jika Salma harus menunggu bus yang berkeliling mengelilingi kota dan entah kapan bus akan sampai di depan Salma. Senyum Salma mengingat percakapan singkat kakaknya yang super cerewet lewat telepon tadi.

Memang benar, bus umum yang akan ditumpangi Salma akan mengelilingi kota terlebih dahulu sebelum sampai di halte depan sekolahnya.

Sebuah motor besar berhenti di depan halte. Salma mengira itu pasti kakaknya ternyata bukan. Ternyata Ziad, ketua kelasnya.

" Mungkin lagi mau ngojekkin gebetannya." pikir Salma tak mau tahu.

" Sya ! '' panggil Ziad kepada Salma.
Namun yang dipanggilpun sama sekali tak menggubris.

Perempuan yang ada di halte kan bukan cuma aku saja dan sejak kapan orang manggil aku Sya, biasa orang disini kan manggil aku pake nama depanku.
Batin Salma dengan aura risih ketika Ziad terus memanggil nama itu. Entah mengapa dia merasa panggilan itu ditujukan untuknya. Namun otaknya kembali mengingatkan itu tidak mungkin.

" Salma Nafisya Fauziah ! '' panggil Ziad lebih keras.

Salma yang acuh di tempat duduknya pun terperangah.

Sejak kapan nama panggilanku berubah ?

Ziad memanggilnya di depan murid lain dengan nama panjangnya. Salma masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

Adakah maksud lain dibalik ini semua ? Sungguh tidak biasanya.

" Bareng yuk, masih nunggu bus kan ? Kayaknya bus masih lama deh sampai sini. '' tawar Ziad.

Salma gelagapan karena orang yang baru saja memanggilnya dengan panggilan aneh itu berbicara. Ah, lebih tepatnya terkesan menawarinya.

" Nggak, makasih. Hemm..dijemput kakak." Ucapnya dengan nada gugup yang kentara sekali kalau dia belum siap. Senyum tipisnya menghiasi wajah atas niat baik Ziad.

Ziad turun dari atas motornya dan hendak menghampiri Salma. Salma bingung apa yang akan dilakukan Ziad. Salma pun menggeser duduknya dan tetap memandang kedepan tidak mau peduli apa yang akan dilakukan Ziad. Berharap kakaknya akan lekas berada di depannya supaya dia lekas terbebas dari belenggu yang mulai mengikatnya ini.

" Sya, bolehkan aku manggil nama kamu pakai panggilan itu ?'' ijin Ziad yang tepat berada di depannya.

Tanpa pikir panjang Salma tersenyum dan mengangguk sebagai persetujuan. Tidak ada yang salah dari pernyataan Ziad. Toh, hanya nama panggilan. Batinnya.

Cinta Terpendam [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang