Part 11 | Sahabat Lillah

13.8K 651 10
                                    

Bismillah. Selamat membaca. Jangan lupa ambil hikmah di balik cerita.
-----------

Terbilang empat hari yang telah terlewati benar-benar usai. Ya, ujian akhir yang menjadi tanda berakhirnya sekolah mereka. Kini mereka tinggal menunggu detik-detik perpisahan yang akan mencerai beraikan mereka. Tak banyak dari mereka menghabiskan waktu yang singkat ini dengan sahabat-sahabatnya di sekolah. Sebagai waktu terakhir yang sangat berarti ketika mereka tak mampu lagi bertemu.

“ Sal !’’ Nesa memeluk sahabatnya yang tengah asik menikmati jus apel kesukaannya sambil duduk santai di kursi kantin yang lumayan senggang.

“ Ehhh, Nes hampir tersedak nih.’’ Salma merengek karena pelukan Nesa sungguh dapat membunuhnya saat ini juga.

“ Lo jangan lupain gue ya, kalau kita gak akan bertemu lagi.’’ Pesan Nesa kepada sahabat yang ada di depannya. Sahabat yang mengertinya hampir lima tahun ini.

“ Kamu ngomong apa sih, pake gak akan ketemu segala lagi. Kitakan masih bisa chat, telepon, videocall. Kayak kita hidup di jaman purba aja,’’ ucap Salma memberi solusi kepada sahabatnya yang keluar dari zona lebay.

“ Lo bener mau lanjuti sekolah itu ? Nggak mau lanjut S1 aja. Sayang atas prestasi yang lo raih selama tiga tahun ini kalau lo nggak lanjut ke perguruan tinggi.’’ Tanya Nesa memastikan dirinya.

Ya, Nesa sudah tahu jika Salma ingin masuk sekolah tahfidz. Entah apa yang ada di pikiran Salma mengapa ia ingin sekali melanjutkan ke sekolah itu.
Keluarganya pun sebenarnya bukan dari keluarga yang paham akan tingginya ilmu agama.

“ Ya, aku akan tetap lanjut ke sekolah itu’’ tutur Salma.

Matanya menerawang ke depan akankah ia mampu menjadi seorang hafidzah. Papa dan mamanya pun belum memberi jawaban atas keinginannya. Orang tuanya pasti akan mengijikannya tapi pasti terbesit rasa kecewa walaupun kecil yang dirasakan oleh papa dan mamanya.

“ Lo yakin. Soal jawaban papa dan mama lo. Apakah mereka benar-benar mengijinkan ?’’ tanya Nesa

“ Aku yakin mereka pasti mengijinkan walau mungkin ada sedikit rasa kecewa dari mereka. Dulunya mama menginginkanku menjadi seorang dokter seperti papa dan kak Rendy. Lalu akupun menyetujuinya, karena pikiranku dulu masih belum mengerti mana yang benar-benar cocok untukku. Karena pekerjaan seorang dokter pun mulia. Bisa membantu banyak orang yang sedang membutuhkan kita detik itu.’’

Penjelasan Salma yang membuat Nesa mendengarkannya penuh perhatian.
Nesa pun ikut tersenyum mendengar akhir kalimat yang Salma lontarkan.

“ Dan dengan masa depan lo ? tanya Nesa yang ingin terus mencari tahu mengapa Salam bersikukuh menjadi seorang hafidzah.

“ Mungkin itu adalah satu alasan awal rasa kecewanya mama dan papaku. Jika aku menjadi seorang hafidzah, apa pekerjaanku nanti. Apakah itu akan mampu menopang biaya hidupku ? Dulunya akupun berfikir seperti itu dan semua orang pasti akan berpikiran seperti itu juga. Mungkin ada orang yang melanjutkan sekolahnya hingga ia mampu mempunyai pekerjaan tetap. Tapi ini tidak lagi sama dengan prinsipku. Sekali aku ingin mempelajari satu ilmu itu aku tidak akan mampu membaginya. Karena aku tipe orang yang tak pandai membagi waktuku. Bukankah hanya orang-orang yang mampu memanfaatkan waktu dengan baik yang akan jadi mulia ?’’

“ Dan soal nasibku ke depannya, biarlah Allah yang mengatur. Aku pasrahkan diriku sepenuhnya padaNya. Bukankah jodoh, ajal, dan rizqi itu telah tertulis untukku ? Jika untuk diriku tertulis sedikit, tidak menutup kemungkinan Allah berkehendak dan mampu mengubahnya. Ingat, sifat Iradat-nya Allah yang mampu mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Setidaknya jika aku sengsara di dunia, Insyaa Allah aku akan mulia di akhiratNya. Dengan usahaku memanfaatkan waktu yang Dia berikan dengan sebaik-baiknya.’’ Tutur Salma panjang lebar yang membuat Nesa terharu.

Cinta Terpendam [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang