08 || Tertarik||

25.6K 1.7K 68
                                    

Kalau ada yang bertanya, kenapa aku terus mau mendekatimu.

Jawab saja, bahwa aku tertarik padamu.

-Aska-

🍂🍂🍂

Aska mengibaskan kerah seragamnya berulang kali. Hari ini cuaca sangat panas. Jendela yang ada di sampingnya - bahkan disepenjuru kelas- memantulkan cahaya dari sinar mentari yang sudah berada di puncak. Jam 12 siang. Waktu di mana, Mentari sudah menunjukan wajah aslinya, menyebarkan setiap panas yang mengelilinginya di setiap penjuru bumi.

"Gila gerah banget. Ini sekolah nggak ada AC-nya apa," celetuk cecan yang di setujui oleh beberapa teman kelasnya dan juga guru yang mengajar.

Cecan. Bukan singkatan dari cewek cantik, melainkan Cecandra Bagaskara. Entah Mamanya dulu menyidam anak perempuan atau bagaimana, hingga cowok dengan tubuh atletis itu dipanggil cecan.

Awalnya nama itu sempat menjadi bahan ejekan. Mungkin bukan hanya di kelas ini saja, jika nama aneh akan menjadi bahan ledekan satu kelas meski tidak semuanya ikut. Tanpa mau peduli dengan perasaan seseorang yang diejek. Lebih dari seminggu, atau bahkan saat awal mereka dalam kelas ini nama cecan atau panggilan aslinya adalah Bagas menjadi bahan omongan. Hingga akhirnya laki-laki itu meledak, mengatakan bahwa namanya adalah adalah doa dari orang tuanya dan tak pantas untuk diejek. Barulah perlahan mereka berhenti, meski sampai sekarang masih saja ada yang berkata meski tahu itu sudah melukai perasaannya.

Tak semua orang mampu menerima candaan seperti orang lain, ada orang yang sensitif, ada orang yang berpikir serius, bahkan ada yang bisa bercanda tapi pada hal-hal tertentu juga merasa tersinggung. Tapi, ada yang harus mengalah, dan tak jarang korban yang diejek yang mengalah. Begitu juga Bagas, yang akhirnya dia harus mengalah meski ada perasaan kesal dalam hatinya.

"Beliin lah, Can. Lo kan tajir," timpal Derel di samping Aska. Tubuhnya juga tak berbeda jauh dari Aska. Dipenuhi dengan keringat yang mulai memenuhi seluruh kulitnya. Dua kancing seragam paling atas bahkan sudah terbuka.

Aska langsung menggeplak kepala Derel. "Kebiasaan lo nyet, manggil Bagas, Can, udah tahu anaknya nggak suka," semprot Aska diiringi dengan tatapan memperingati. Askamasih sibuk men mengibaskan kerahnya. Tak tahan lagi, ia mengambil hvs yang sudah berisi dengan catatan yang ia ambil di internet, melipatnya dan menjadikannya kipas. Sebelah tangannya sibuk menyalin tulisan yang ada di papan tulis ke buku catatannya.

Nikmat dunia macam apa yang kamu dustakan lagi, pikirnya.

Derel mengelus kepala belakangnya. "Sok baik lo, njas," balasnya ketus. Aska hanya membalas perkataan Derel dengan menaikkan alis.

"Aska emang baik sih. Makanya jadi pangeran sekolah. Daripada lo Rel. Kebangslatan banget jadi orang."

Sontak celetukan yang diplesetkan oleh Aryo itu langsung membuat semua di sana tertawa. Derel cemberut, ia langsung menoleh ke Aska. Kelas yang mulanya hanya terdengar keluhan kini mulai hidup kembali karena tingkah Aryo. Laki-laki manis dengan tai lalat di bawah dagu. Untung saja guru yang sedang mengajar sedang keluar kelas, membuat Aryo tidak dimarah karena perkataannya.

"Susah emang kalau bandingin sama si Pangeran Sekolah," kata Derel seraya menyugar rambutnya dan melirik ke arah Aska. "Pasti gue kalah. Padahal gue cakep 11 12 lah sama si Aska," katanya dengan percaya diri.

"Nggak, mana ada!" tukas Vivi yang menjadi salah satu penggemar garis keras Aska.

"Dih, lo itu cuman diujung kuku aja nggak ada. Nggak usah ngada deh." Nata mulai berkomentar. Wanita dengan potongan rambut sebahu dengan kulit sawo matang menatap Derel tak suka.

Our Story BeginsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang