Tidak semua perasaan harus ditampakan, ada yang harus disembunyikan.
Agar luka yang sudah lama ia tutupi dengan senyuman, tidak kembali terbuka.
-OSB-
Aska memiringkan kepalanya bergantian, ke kanan dan ke kiri. Otot-ototnya yang berada di sana terasa kaku. Bukan hanya dibagian leher, melainkan pundaknya. Sepertinya dia salah tidur. Dirapikan buku paket dengan judul FISIKA yang langsung membuat otaknya cenat-cenut. Tangannya begitu gesit memasukan semua bendanya, saling tertata dalam tas ransel berwarna hitam.
Suara derap langkah yang kian lama kian ramai, menarik perhatian sang pemilik netra hitam pekat itu. Keningnya mengernyit, melihat banyaknya orang yang berlarian. Ah, ini sudah waktunya pulang, pantas, pikirnya.
Dipakai tas ransel dan berjalan keluar. Kebingungan semakin menusuk perhatiannya ketika melihat segerombolan orang berada di depan wilayah anak IPS.
"Eh Ka!" Derel mendekat, deru napasnya memburu, seperti orang yang baru menyelesaikan lari jauh.
"Kenapa?"
"Tuh itu." Derel menunjuk ke arah belakang, menunjuk ke tempat di mana ia tadi lihat.
"Apa? Ada kecoak mati?" Aska tertawa renyah, meledek Derel. Buat pemberitahuan saja, Derel playboy sekolah dan lingkungan rumahnya begitu takut jika sudah berkaitan dengan hewan bersayap berawarna cokelat itu. Bahkan saking takutnya, ketika Derel dan mantan pacarnya ke berapa mungkin, cowok itu langsung memutuskan pacarnya, padahal mereka baru pacaran sekitar tiga jam, hanya karena melihat seekor kecoak di dalam rumah perempuan itu.
Jangan bertanya untuk apa Derel ke rumah gadis yang baru saja cowok itu pacari. Pastilah bisa ditebak, apalagi dengan zaman sekarang.
"Bangsat lo!" Derel menegakan tubuhnya. "Si Leana, diguyur pake air got."
Senyum Aska hilang, tatapannya berubah khawatir ketika mendengarnya. Ia berlari kencang tak sengaja menyenggol pundak Derel. Pikirannya sudah berkecamuk, ia menarik pundak orang yang menghalanginya. Perlahan ia berada di barisan depan. Segera ia berdiri di hadapan Leana, menatap penuh cemas. Ia mengalihkan pandangannya pada Fely yang berada di samping Ileana, wajahnya tampak begitu pucat, iris matanya menunjukan rasa bersalah.
Aska menghela napas, menenangkan diri. Ia mendekat, bukan ke arah Ileana melainkan Fely. Mengusap rambut gadis itu hingga menarik perhatian semua orang di sana, termasuk Ileana.
Banyak orang menatap kaget, hingga terdengar sindiran jelas, bahkan sang pembuat onar. Kanaya, kini memegang emper seperti menggendong di pundaknya. Ia memperhatikan sesekali berdecak, begini cara main Aska? Dari sini saja dia tau kalau itu hanya mempermainkan Fely.
Bodoh sih, pantas Rivan begitu muak jika berurusan dengan gadis itu. Tapi, yang buat dirinya lucu. Rivan selalu peduli.
"Kenapa muka lo pucat kayak gitu?" Aska meneliti, menatap Fely dari ujung atas sampai bawah. Tangannya terulur menarik gadis itu untuk menatapnya. Bibir pucat, begitu juga dengan wajahnya. Ia mengalihkan pandangan ke arah Ileana, masih dengan tangan yang memegang Fely, ia berkata. "Lo kenapa lagi Lean?"
"Tuh!" Ileana menunjuk Kanaya dengan penuh amarah. "Tuh orang gila nyiram gue pake air got."
Di lepaskan wajah Fely dari tangannya, kemudian berbalik, Aska mengernyitkan dahi. Kedua alisnya menyatu. Menekan semua emosi yang ada, ia berkata, "Lo kenapa nggak bisa diem dikit sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story Begins
Teen FictionBagaimana rasanya dibully karena hal sepele? Bagaimana rasanya dibully oleh teman yang nyatanya menusuk dari belakang? Felly, gadis SMA yang sederhana, hanya mengandalkan beasiswa untuk bersekolah. Dia tidak tahu, kenapa hidupnya bisa seperti ini...