Cinta itu rasa yang bisa datang kapan saja, dan kepada siapa saja
Fely sudah bersiap di depan rumahnya, menunggu Aska yang katanya akan menjemput. Ia termenung, mengingat kejadian beberapa hari ini. Sudah seminggu lamanya, Aska dan Fely mulai lebih dekat secara terang-terangan. Aska seakan sebagai perisai bagi gadis itu, menampik, membalas, dan melindungi sang gadis dari perkataan yang terlontar, dari celaan yang terdengar. Sering kali ia memberikan jawaban dari pertanyaan seperti ini,
"Ih, Aska lo buta apa gimana? Masih mending Ileana ke mana-mana. Lo liat apa sih dari cewek macam kayak gitu."
Seolah tak marah, Aska menunjukan senyumannya. Menampilkan keramahan yang sering ia tunjukan. Mereka yang melihatnya ikut tersenyum. Hanya saja mereka tidak tahu, senyum Aska itu penuh maksud.
"Kalian tanya, kenapa?" Aska memperhatikan beberapa orang yang bergantian menatapnya penuh minat, mereka menunggu jawabannya. Aska menghela napas, ia menoleh ke belakang, di mana Fely menunggunya. Tangannya terulur, menggenggam dengan erat, membuat beberapa pasang mata membeliak, terutama pemilik tangan yang kini digenggam erat.
"Karena nggak ada satu pun orang yang berhak ngatur ke mana hati gue berlabuh, termasuk kalian. Jadi, berhenti ngomong aneh-aneh ke dia, karena dari detik ini gue yang bakal pasang badan buat dia, ngerti?"
Sejak semua orang mulai berhenti berbicara, secara terang-terangan dan ketika tidak ada Aska bersamanya. Sedikit Fe
Saat itu Fely hanya menunduk, ia masih menguatkan diri untuk tidak menangis. Memantri senyuman di wajahnya, menyembunyikan luka yang kini kembali tersemat, bertempuk dengan luka yang belum kering. Sudah sering ia mendengar kalimat seperti itu, seperti lagu yang mempunyai lirik sadis hingga mampu untuk membuat orang yang mendengarnya meneteskan air mata.
Dia bisa saja mengacuhkan, pura-pura menulikan, membiarkan kalimat itu hanya sebagai angin lalu. Masalahnya dia bukan mereka yang mempunyai hati kuat, dia hanya seseorang yang begitu rapuh, mencoba untuk tampil kuat dengan senyuman yang ada. Setiap orang mempunyai sifatnya tersendiri.
Sesekali dia berpikir, apakah mereka yang melontarkan setiap perkataan selalu meratakan semua orang dengan sifat yang mereka suka? Padahal di dunia banyak orang yang mempunyai sifat lain.
Termasuk dirinya.
Senyumnya ia berikan pada tetangga yang menyapa dengan anggukan. Fely merapikan rambutnya yang hanya ia gerai, tidak ada jepitan atau ikat rambut. Meski terkadang panas, dia tidak mempunyai pilihan lain, karena ikat rambut miliknya sudah rusak.
Ia menunggu tidak sabar, berulang kali matanya bergerak,menatap gelisah di sekitar rumahnya. Tak bisa ia pungkiri kalau, menunggu Aska ini lebih berat dibandingkan harus menunggu nilai, debaran jantungnya begitu menggila. Berulang kali ia menarik napas, debaran itu terus terpacu ketika ingatan tentang Aska akan menjemputnya.
"Ayolah Fely, ini hanya Aska, temenmu." Dia mencoba menenangkan dirinya, sendiri, dengan berbicara pelan. Iya teman, teman yang mengatakan ingin memasang badan untuknya. Menggelengkan kepalanya cepat, mengenyahkan setiap perkataan oleh seseorang yang tadi terdengar.
Fely merogoh ponsel tuanya,mencari chat Aska yang tadi malam membuat ia tidak bisa tidur saking gelisahnya.
Aska : Masih bangun Fel?
Fely : Masih.
Aska : Yah, nggak seru.
Fely : Nggak seru? Nggak seru kenapa?
Aska : Ya nggak seru. Coba tanya ke gue, kenapa gue chat lo sekarang.
Fely : Kenapa chat gue, Ka? Ada yang mau diomongin?
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story Begins
Teen FictionBagaimana rasanya dibully karena hal sepele? Bagaimana rasanya dibully oleh teman yang nyatanya menusuk dari belakang? Felly, gadis SMA yang sederhana, hanya mengandalkan beasiswa untuk bersekolah. Dia tidak tahu, kenapa hidupnya bisa seperti ini...