34|| O S B

17.8K 1.3K 247
                                    

"Ada banyak hal yang tidak bisa dipastikan di sini, salah satunya hati."

"Grup Alakadarnya."

Kanaya : Perasaan ada yang bilang, lo harus jaga jarak 10 meter dari gue.

Pfft nyatanya, malah mepet.

Kevan : Maklum, namanya orang jatuh cinta

Tristan : Siapa-siapa yang bilang kayak gitu? Udah kayak drama aja. Lo harus

jaga jarak dari gue 10 meter. Tapi, manis sih, galak-galak tapi perhatian gitu. Kalau gue jadi cewek, pasti dah gue demen.

Kanaya : Itu lho yang inisialnya Rivan, masa lo nggak tahu.

Tristan : Itu bukan inisial ogeb. Emang kapan tuh anak bilang kayak gitu?

Kanaya :Waktu lo boker.

Trista : Kenapa lo nggak nunggu-nunggu gue sih?

Kanaya : Seharusnya lo yang jangan boker dulu. Mampus kan lo sampai nggak

Tahu gimana sweetnya si Rivan. Ngomong-ngomong, manis nih. RIVAN!!! KENAPA LO NGGAK PERNAH MANIS SAMA GUE! KENAPA LO CUMAN SAMA FELY DOANG HA?!

Kevan : Alasannya gampang.

Tristan :Apa?

Kevan : Karena lo semua nggak penting buat Rivan kecuali Fely. Haha

Kanaya : Bener Van? Lo mah suka nge-read doang.

Tristan : Nggak apa-apa dia nge-read chat kita. Yang penting jangan cuman

nge-read perasaan doi aja. Hahai

Rivan menutup grupnya dengan kesal. Mereka semua memang pintar membuat dirinya emosi. Rasanya dia ingin menendang satu per satu manusia yang sialnya menjadi orang terdekatnya saat ini. Kenapa mereka selalu membawa-bawa namanya dan Fely? Padahal dia dan gadis itu tidak ada hubungannya sama sekali. Dan tadi dia bilang apa perasaan? Rivan tahu kalau Fely masih punya rasa dengan Aska.

Meski hanya sebentar dia bisa melihat perasaan di tatapan Fely terhadap Aska, dan rasanya itu sungguh menyebalkan. Dia tidak tahu apa yang kini terjadi dengan dirinya, rasanya ada kejengkelan ketika melihat Fely menatap Aska dengan tatapan yang sama sebelum

"Oh shit! Jangan becanda, gue mana mau sama cewek macam dia." Rivan bermonolog sendiri. Cowok yang masih menggunakan seragam itu mengacak rambutnya sendiri. Meluapkan semua bentuk perasaannya di sana. Sepertinya dia sedang kepanasan, hingga berpikir sesuatu yang tidak mungkin dia rasakan.

"Mas, gelas es kelapanya."

Rivan mendongak, dan langsung beralih pada gelas yang kini berada di sampingnya. Ia menyambar gelas putih panjang itu, "Pak, beli satu gelas lagi, susunya dibanyakin." Dia membutuhkan air dingin untuk menghilangkan dahaganya.

"Lagi? Nggak mual, dek?"

Mual apa nggak bukan urusan situ. Ingin sekali Rivan mengatakan kalimat yang baru saja terucap di hatinya. "Nggak, saya butuh yang dingin segera, Pak."

"Oh lagi patah hati ya, dek? Pantes sih butuh yang dingin-dingin sekaligus manis." Bapak itu tersenyum maklum, sedangkan Rivan menunjukan wajah datarnya.

"Anak Bapak juga sering makan yang manis-manis kok, dek. Dia....."

Rivan menengadahkan kepalanya, dia tidak tahu apa yang diucapkan oleh Bapak itu. Sekarang pikirannya sedang berkelana pada saat ia mengantarkan Fely beberapa saat lalu.

Our Story BeginsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang