Penglihatanku mulai mengabur. Aku merasa penglihatanku berkurang setelah melihat matahari yang menyilaukan. Aku agak bodoh dan konyol sejak kecil. Atau mungkin karena MRI waktu itu ? Entahlah, aku tak tahu.
Semua orang yang kulihat mukanya datar. Aku mengenali mereka melalui suara, pakaian, dan tingkah laku mereka.
Ada satu hal yang membuatku bingung. Aku heran melihat seorang wanita yang selalu berdiri di aula baru sekolahku. Dia tak pernah bicara, selalu diam terpaku, dan hanya melihatku.
Dia sudah berada di aula itu sejak kemarin. Namun sekarang, aku melihatnya di depan mataku. Wajahnya tampak sangat datar. Sepertinya ada yang salah dengan mataku. Apakah dia manusia atau bukan?
Aku melihat sedikit ke bawah. Ada yang aneh dengan bajunya, aku merasa mengenali bajunya. Bajunya mirip dengan mba kunti. Apakah dia benar-benar kunti?
Aku terkejut ketika Jenny menepuk pundakku dan menyadarkanku bahwa dia bukanlah manusia.
Ketika aku menyadari hal itu, dia tertawa pelan dan lama-lama melengking. Aku terdiam sejenak dan lari. Aku pura-pura tidak terjadi apa-apa.
Sebelumnya, dia memakai baju khas sekolahku dan terlihat seperti murid lainnya. Namun anehnya, dia selalu berada di aula baru itu. Aku tidak tahu apakah dia penunggu baru atau penunggu lama.
Saat pelajaran olahraga dan kebetulan gurunya tidak masuk, aku duduk di samping tiang gawang sambil melihat teman-temanku bermain bola tangan.
Bukan itu saja yang aku lihat, aku juga melihat si muka datar itu. Jenny, yang tadi menertawaiku, kini mulai berhenti. "Kau dari lahir sudah melihat itu, tapi kau masih tidak bisa membedakannya."
"Aku mencoba berpikir positif dan tidak ingin menakut-nakuti diriku sendiri," jawabku dalam hati.
"Kau berbohong. Kalau mau bohong, pintar-pintar sedikit," kata Jenny sambil tersenyum puas.
"Ya, kau benar, aku berbohong. Tapi kenapa kau tidak memberitahuku bahwa ada penunggu baru?"
"Halah, kenapa aku harus memberitahukannya? Lagipula kau sudah berkenalan dengannya."
"Berkenalan?"
"Iya, itu cara mereka berkenalan untuk berteman."
Aku mengangguk tidak jelas. Lalu aku melanjutkan menonton teman-temanku bermain bola tangan.
Aku masih tidak bisa fokus, masih melihat si kunti itu. Aku mencoba pura-pura tidak melihatnya, mengalihkan perhatian agar tidak melihatnya lagi. Aku berhasil, tidak melihatnya lagi.
Teman-temanku telah selesai bermain dan kami pergi ke kelas. Semua tertidur di bawah kipas angin, dan beberapa tidur di kursi masing-masing. Ada sekelompok temanku yang berbicara, dan aku ikut dalam pembicaraan tersebut, "Iya, capek," kataku.
"Capek apanya? Kamu kan tidak ikut olahraga," kata temanku.
"Capek melihat mereka."
"Inyong termasuk dari mereka, capek melihat saya."
"Bukan kamu, Jenny, mba kunti maksudnya."
Jenny sangat sentimental.
Sakit tetapi tidak berdarah. Anda tidak tahu apa yang kulihat dari tadi. Kalau Anda berada di posisiku, pasti Anda lari ketakutan. Abaikan saja.
Tidak lama kemudian, guru pun datang dan semua murid langsung mengganti bajunya. Tidak semua. Ada beberapa orang yang rajin termasuk aku. Tak perlu disuruh terlebih dahulu seperti kerbau membajak sawah.
Mereka mengganti baju di belakang papan tulis, yang terletak di depan tetapi sedikit di sudut.
Di samping kanan mereka, di luar, ada bambu yang sering membuatku ketakutan. Penunggu bambu itu adalah Gundo. Sekarang tidak lagi, karena kami telah berteman.
Mereka tidak menyadari bahwa ada yang melihat mereka. Apalagi ada seseorang yang benar-benar telanjang katanya. Dilihat oleh Gundo, apakah mereka tidak malu?
Sudahlah, biarkan saja. Toh mereka tidak melihat ini. Setelah mengganti baju, kami belajar kembali.
Kemudian, seorang motivator datang ke kelas kami. Dia memberi semangat untuk belajar dan meminta kami untuk berpelukan dan meminta maaf. Tapi aku tidak memiliki teman. Jadi aku asal berpelukan saja, mereka juga tidak ada yang merespon. Setelah semua orang berpelukan, kami bersalaman dengan guru-guru kami.
Ada yang memberiku semangat dan mengatakan, "Kamu pasti sukses," dan ada yang cuek karena aku tidak terlalu dekat dengannya.
Ketika pulang, aku teringat padanya. Dia datang. Aku hanya memikirkannya tetapi dia merasa terpanggil. Dia menghampiriku sambil tersenyum, membuatku merinding.
Aku tersenyum geli ketika dia berbisik, "Yaa, ini aku senang berkenalan denganmu. Aku Lolita, semoga kita bisa menjadi teman." Lolita, si penunggu yang jahil itu, aku senang bisa berkenalan denganmu. Semoga ketika aku lulus nanti, kita bisa bertemu lagi.
Seminggu kemudian, saat upacara berlangsung, aku pingsan. Bukan sekali, tetapi dua kali. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku.
Besoknya juga sama, tetapi aku tidak mau melakukan hal bodoh lagi. Aku tahu ada yang menarik arwahku, jadi kali ini aku tidak tinggal diam, aku langsung mencari tahu siapa itu.
Ternyata, itu adalah penunggu kamar mandi di rumahku. Dia bukan penunggu rumahku, tetapi penunggu rumah tetanggaku. Tetanggaku tidak suka dengan keluargaku. Aku tidak memfitnah, tetapi aku tahu itu. Tapi aku tidak akan membicarakannya, karena sampai sekarang 'mereka' masih ada di sekitarku.
Hari berikutnya, aku tidak masuk sekolah karena demam tinggi yang bisa dibilang ketempelan. Ibuku langsung ke pemuka agama dan aku aman.
Tapi tidak se-aman yang aku pikirkan. Dia datang lagi ketika aku di sekolah. Untungnya dia tidak bisa menggangguku. Walaupun aku pingsan juga melihat tubuh besarnya. Ketika pingsan (aku meninggalkan tubuhku sebentar), aku lihat dia sudah tidak ada lagi.
Ketika aku pingsan, banyak orang yang mengatakan aku pura-pura. Aku terlihat sehat walaupun sedikit pucat. Semua orang membantuku secara paksa karena ada guru yang melihatku lemah. Karena ada rasa tidak enak di badan, aku muntah, tetapi mereka satu pun tidak peduli, mereka pergi dengan berbagai alasan.
Yang menungguku adalah Jenny. Dia teman yang tidak nyata, tetapi sangat nyata bagiku. Dia memang terkadang tidak bisa membantuku, tetapi setidaknya dia ada bersamaku.
Jenny tidak pernah memiliki tuan selain aku. Aku adalah tuan pertama dan terakhirnya, katanya. Dia dulunya hanyalah seorang anak jenderal di bangsa Jin. Dia baru bisa berperang ketika menolongku waktu itu. Dia adalah putri bangsawan tomboy yang hanya bisa memerintah tetapi tidak bisa melakukannya sendiri. Walaupun begitu, dia sangat membantuku. Benar kata Jenny, berteman dengan manusia lain hanya jika saling menguntungkan. Jika tidak menguntungkan, mereka akan meninggalkanmu. Walaupun semua memiliki duanya, sebagian besar memang seperti itu.
Inilah keseharianku: kadang normal seperti manusia biasanya, kadang tidak, bahkan lebih terlihat aneh di mata manusia normal lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU INDIGO ???
Horror[#100 HOROR 2017]. [#3-10 TRUESTORY 2017-2019]. [#5 INDIGO 2018]. [#2-10 HOROR 2019]. [#1-10 TRUESHORTSTORY Agustus 2019-September 2020]. [#1-100 TRUESHORTSTORY 2016-2022] Ini bukan novel atau pun cerita fiksi tetapi ini adalah pengalaman sang penul...