D'GENGX 2

7.7K 344 53
                                    

Aku sedang duduk di kantin sambil memandang orang-orang yang berlalu-lalang di hadapanku. Bosan. Kalau di sekolah boleh membawa handphone, pasti sekarang aku sedang asyik mendengarkan musik yang indah dibandingkan melamun tak jelas seperti ini.

Makan pempek enak nih. Oke, kuputuskan untuk mengambil pempek yang ada di depan mata. Satu dua pempek lenjer telah kumakan dengan lahap. Tak lupa juga makan pempek kulit dan pempek kapal selam (itu makanan khas Palembang, jangan berpikir yang aneh-aneh). Nikmat sekali. Sangat nikmat, saudara-saudara. Apalagi cukanya yang sangat pedas ini.

"Yang dak bayar saket perut, yang dak bayar saket perut!" (yang tidak mau bayar sakit perut).

Aku tersedak. Buset, tuh Bik Ijah suaranya menakutkan. Biasalah, kalau dikasih uang sedikit sama orang tua pasti... ya, you know lah... Kalian pasti pernah melakukan hal yang sama. Membeli lima tapi hanya bayar tiga. Mau tak mau aku harus merelakan uangku habis. Gak apa-apa, anggap saja amal (amal dari mana, thor?).

Lagi asyik-asyiknya makan pempek, tiba-tiba ada yang mengagetkanku. Tersedak lagi, tersedak lagi. Sial. Gak bisa apa menikmati enaknya pempek hari ini.

"Woi... enak tuh, bagi-bagilah cantik," goda Rehan. Aku hanya tersenyum ke sumber suara, lalu makan dengan tenang. Biarkan mereka bercengkerama sepuasnya, dan biarkan aku menikmati pempek yang nikmat ini. Selesai makan, muncul pertanyaan di benakku, bagaimana keadaan mereka kemarin?

"Eh... kita jenguk Kak Marsyela yuk," kata Rere. Sebelum aku sempat bertanya, ternyata Rere sudah bicara duluan. Bagus deh.

"Emangnya kenapa, gara-gara permainan kemarin?" tanyaku basa-basi. Pasti gara-gara itu.

"Iya," jawab Dimas dengan singkat.

"Kok bisa?" tanya Paul. Yups... Paul kemarin tidak ikut bermain. Karena takutlah pastinya. Cih, cowok kok penakut.

"Jadi... kan awalnya kita gak pakai pisau atau segala macam, jadi gak ada yang menantang gitu. Jadi kita pakai pensil sebagai pengganti pisaunya dan kita kelompokkan jadi satu kelompok tiga orang," kata Rere sambil menatap wajah Dimas. Dimas mengangguk.

"Awalnya sih kita menang main petak umpetnya, eh... pas boneka yang jaga, sesuatu terjadi," lanjut Rere sambil berlinang air mata.

Iiish... ini nih yang paling dibenci kalau mendengarkan cerita orang. Bertele-tele. Gak to the point aja sih. Bikin orang penasaran tahu gak?

"Kenapa?" tanyaku sambil mengelus punggung Rere.

Karena aku sedang duduk di sampingnya, dan juga aku cewek sendiri di sini sebagai temannya, jadi Rere memelukku dengan erat sekali. Dia menangis. Uh... terharu jadinya.

"Hmm... ceritanya berubah gara-gara gak ada lu, Aan," kata Dimas yang wajahnya tampak sedih.

"Loh... ?!?" kataku sambil mengerutkan dahi. Kok gara-gara aku sih? Aneh.

"Awalnya sih cuma ada langkah kaki gitu, terus karena kita bertiga takut, kita ngumpet di belakang lemari. Karena penasaran, Doni keluar kamar, dan gak tahu kenapa Doni mau nyerang aku. Si Marsyela tiba-tiba nyelametin aku tapi tangannya ketancep pensil," kata Rere menjelaskan, meski tidak begitu jelas karena cegukan sehabis menangis.

"Itu di depan mata kepala aku sendiri, Aan," lanjut Rere dengan nada yang agak meninggi. Otomatis semua orang di sana menatap ke arah kami.

Paul menggeleng-geleng sambil mengangkat tangan seperti memberi isyarat agar tidak terjadi apa-apa, supaya orang di sekitar tidak kaget dan bingung.

Para wanita yang duduk di sekitar kami pun kepo (ingin tahu) semua. Kepo banget tuh orang. Sok akrab pula. Gerah. Berisik lagi. Nanya-nanya terus. Makin nangis tuh Rere jadinya.

"DIAM BERISIK!" teriakku dengan nada marah. Ya... marah. Sudah yang meluk-meluk nangis, di sekitarku pula berisik. Fiuuh... tidak ada kesunyian sama sekali di sini.

"BUBAR PENGEP TAHU GAK!" lanjutku lagi. Terserah semua orang mencela dan mencaci diriku sepuasnya. Gak peduli. Fiuuh... sekarang aku harus mendiamkan Rere. Daripada aku maki-maki orang gak jelas.

Semua usahaku gagal. Garing banget. Yaiyalah... orang aku gak bisa ngelawak. Fiuuh... terima kasih Paul, kau telah membuat Rere terdiam dari tangisannya gara-gara mendengarkan puisimu yang tak berguna itu.

"Nyanyi aja yuk?!?" kata Budi agar Rere bisa sedikit melupakan kesedihannya.

Mereka pun bernyanyi sampai pulang.

Sepulang sekolah, teman-teman D'GENGX, kecuali diriku, menjenguk Kak Marsyela. Aku tidak menjenguknya karena aku langsung pulang.

Bukan tak mau menjenguk, tapi aku tak punya alasan yang jelas untuk pamit sama orang tua. Fiuuh... kalian pasti berkata, "Kenapa gak bicara yang sejujurnya?"

Logika aja, bro, kalau jawab yang sejujurnya, bisa mati aku karena kebohonganku yang kemarin. Memang kata orang, sekali berbohong, pasti akan berbohong seterusnya untuk menutupi kebohongan awal.

Fiuuh... kalian tak akan mengerti diriku. Maafkan aku, Mom, karena sering berbohong kepadamu.

Semenjak kejadian itu, aku tidak bertemu Kak Marsyela lagi selama akhir tahun ini. Aku juga semakin sibuk karena tugas sekolah yang menumpuk.

---

"Eh... Kak Marsyela kok gak kelihatan ya?" tanyaku.

"Dia telah tiada gara-gara permainan aneh yang diusulin sama Toto Maryoto dan kembarannya," kata Dimas sambil menatap sinis si kembar. Toto maryoto itu temanku, mereka kembar, dari Jepang (salah satu orang yang mengajariku bahasa dan budaya Jepang), tentu bukan nama yang sebenarnya. Nama asli mereka adalah Kenji dan Kenta, bermarga ito, jadi nama panggilan mereka sikembar toto.

"Sorry, Aan, cantik... I didn't mean to hurt your friend. I don't think it's my fault," kata salah satu dari si kembar.

"Oke, gak apa-apa, tapi siapa yang bisa menggantikan dirinya menjadi pemimpin?" tanyaku.

"Kenapa tidak kau saja, cantik," usul Andi.

"Iya... kenapa tidak Aan saja, kau kan termasuk bijak dan lebih dewasa dari kita-kita," kata Paul menambahkan.

Lah... kenapa aku sih? Semua pada setuju dan mengangguk-angguk tidak jelas begitu lagi. Oke, gak apa-apa lah kalau itu mau mereka.

Setelah itu, mereka menyanyikan lagu-lagu kesukaan kami sambil melihat matahari terbenam. Melihat senja di pantai itu rasanya tiada tara indahnya. Malam pun tiba, dan akhirnya kami pulang ke rumah masing-masing.

AKU INDIGO ???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang