sekolah baru 3

4.4K 240 18
                                    

Aku pernah cerita tentang Gundo yang ada di kelas sebelah. Sekarang aku sudah pindah ke kelas yang ada 'itu'-nya. Awalnya sih nyaman-nyaman saja, tapi setelah kami saling tatap-tatapan, semuanya sudah berubah.

Dari kemarin dan hari ini (Kamis yang lalu), aku masih merasa seperti digelayutin 'dia'. Berawal dari tidak sengaja tatap-tatapan sama 'itu' pada hari pertama masuk sekolah lagi setelah libur panjang.

Awalnya dia syok bahwa aku bisa melihatnya. Walaupun tidak ada tampak syoknya, aku tahu saat kami berinteraksi. Setelah tatap-tatapan itu, tubuhku terasa sangat berat, seolah ada yang aku gendong tapi bobotnya lebih berat dari badan aku. Aku mulai curiga sama dia. Kemudian aku bilang ke keluarga aku (yang mengerti diriku) dan katanya sih kemungkinan iya. Karena aku tidak permisi sama dia buat belajar di sana dan juga aku pernah dorong lemari (sama teman-teman) di depan dia tanpa permisi juga. Dia merasa tidak dihormati sebagai penduduk lama. Aku juga curhat sama teman terpercaya dan katanya bisa jadi. Oke, besoknya aku mulai merenungkan diri dan berkomunikasi lewat hati.

Awalnya dia tertawa aneh gitu dan aku mulai mengucapkan, "Permisi, aku hanya numpang belajar." Dia mengangguk-angguk. Aku berbicara dalam hati lagi, "Aku tahu kakek Gundo dan kakek juga tahu saya bisa melihat kakek. Aku bukan bermaksud untuk sok jagoan di sini, tapi tolong jangan ganggu aku." Aku juga memanggil uak aku yang telah meninggal dan meminta pertolongan. Oke, setidaknya ada yang menolongku kalau si itu macam-macam.

Aku hanya melihat 'dia' terdiam tak berbicara. Tapi seakan-akan dia menjawab pertanyaanku, mungkin dari batin ke batin. Oke, akan ku lanjutkan ini semua. "Kenapa kakek menggangguku?" tanyaku terang-terangan. "Jangan berisik... jangan berisik... jangan berisik..." katanya yang terdengar di telingaku tapi sebenarnya ia tidak berkata apa-apa. Aku bisa melihat mulut dari tumpukan bulu-bulu itu tak terbuka. Tapi kenapa perasaanku merasa dia menjawab pertanyaanku. Ah, sudahlah... mari kita lanjutkan lagi...

"Maaf kalau kakek merasa terganggu, tapi bukan saya yang membuat kebisingan itu, tetapi teman-teman saya. Kenapa saya yang kena imbasnya?" "Karena kamu tahu diriku ada dan hanya kamu yang bisa menyampaikan ini semua." Aku menghela napas dengan kasar, "Kenapa harus saya, Kek?" "Karena cuma kamu yang mengerti bahwa saya tak suka kebisingan itu." Oke, masuk akal... tapi ya, kenapa Ekey sih... "Maaf, teman-teman saya yang membuat kebisingan. Kenapa saya yang jadi korban mereka?" "Kenapa tidak kakek sendiri yang menegur mereka?" "Dan kenapa saya yang harus memberi tahu mereka? Mereka tidak akan percaya dengan perkataan saya."

"Saya sudah menegur mereka tetapi mereka tidak peka bahwa ada yang merasa terganggu di sini." "Saya... saya tak bisa memberitahunya. Kakek saja yang begitu hebatnya tidak bisa menegur mereka agar mereka berhenti, apalagi saya."

Huahahahaha *ketawa si kakek Gundo.

Si kakek Gundo itu menghilang entah ke mana. Fiiuh... kenapa hidupku begini banget sih. Oke, sudahlah lupakan. Tapi perkataannya terbayang-bayang di otakku. "Jangan berisik, jangan berisik, jangan berisik." Tapi kan aku tidak bising sama sekali. YAA ALLAH SEMOGA AJA MEREKA YANG MEMBUAT KEBISINGAN ITU KESURUPAN. Uh... terlihat egois diriku. Tapi siapa yang sebenarnya egois? Diriku atau mereka yang membuat kebisingan? Mereka kayaknya, menurut diriku, tapi... terserahlah...

Hari demi hari badanku makin pegal, makin terasa berat dan masih terbayang-bayang dengan 'dia'. Ucapannya membuatku merinding. Apalagi sekarang mereka, SANG PEMBUAT ULAH, sedang menirukan suara Mbak Kutilang. Lebih baik aku mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru tadi daripada ikut-ikutan membuat kebisingan.

Mereka makin menjadi-jadi ngomongin hal berbau mistis. Pasti sekarang kakek Gundo itu marah kepadaku karena aku tidak memberitahukan 'temanku' yang lain untuk diam. Oke, ini adalah hal yang sulit. Gimana cara memberitahukannya???

Dan sekarang mereka mau menyanyikan lagu Jawa kuno yang tidak aku mengerti bahasanya dan yang nyanyiin itu orang yang tepat berada di depan diriku. Oh, TUHAN... cobaan macam apa lagi ini...

Aku ingin berkata stop. Tapi mulut dan bibirku terbungkam. Rasa takut dan dingin menghantui diriku. Mereka gila apa manggil yang lain biar ikut menambah kehorror-an kelas ini.

Dan mereka makin menjadi-jadi. Mereka malah dengan asiknya tertawa sepuasnya. Entah ngomongin apaan, tapi mereka sudah mulai 'gila' kayaknya. Ketawanya itu loh, kayak Kutilang.

Gak. Ini gak bisa dibiarkan. Lama-lama mereka beneran kesurupan. "Diam, jangan ngomongin tentang horor lagi."

Semua terdiam. Syukurlah. Tapi mereka melihat diriku yang tadi berteriak dan mulai bertanya-tanya. Mereka menghampiriku dan membuat lingkaran.

Dan teman yang paling 'agak' dipercaya menatap diriku. Aku tahu maksudnya. 'Dia' pasti mau bilang sama temanku yang lain tentang aku diteror sama 'itu'. Oke, aku mengangguk mengiakan. Dia yang menjelaskan. Tapi orang masih tidak percaya kalau bukan aku yang ngomong.

Aku harus jujur sama mereka. Aku bilang bahwa di sini ada makhluk lain selain kita dan kita harus saling menghormati. Aku bilang bahwa aku diteror sama si Gundo di pohon bambu itu. Mereka tidak percaya. Yaa, walaupun percaya, tapi mereka tetap bilang bahwa aku terlalu lebay.

Coba kalian bayangkan, jika kalian merasa ngegendong orang yang lebih besar dari kalian selama beberapa hari ini. Capek, cooy... belum lagi hawa panasnya...

Kemarin gara-gara aku berkomunikasi sama 'itu', aku jadi merasa seperti diteror. Aku tidak bisa tidur. Aku selalu terngiang-ngiang kata-katanya, "Jangan berisik, jangan berisik, jangan berisik." Coba kalian di posisi aku???

Gak mikir pakai otak apa kalian!!! Apakah diriku lebay, membesar-besarkan masalah??? Itu bukan masalah diriku, tapi masalah kalian, bego!!!

Kalian juga pasti berpikir, "Pasti nih anak tidak beribadah." Pastilah... aku tahu aku sedang rawan dan takut kesurupan, makanya aku selalu bertasbih dan sholat. Yaa, memang agak mendingan sih setelahnya... tapi aku tidak bisa menyembuhkan diriku sendiri. Mana ada orang yang kesurupan bisa menyembuhkan dirinya sendiri, mana ada orang sakit yang bisa mengobati penyakitnya tanpa melalui dokter???

Itu sama kayak kasus aku sekarang ini, wooy...

Dan ada temanku yang bilang, "Bilangkan aja napa kalau ada apa-apa." Masalahnya, kalau aku ngomongin apa kalian pada percaya??? Gak juga kan.

Salah satu kekuranganku adalah berkomunikasi sama orang. Yaa, aku jarang ngomong di rumah. Apalagi di sekolah???

Aku gak terbiasa ngomong di depan orang banyak. Aku takut. Aku takut jika berbicara kepada seseorang. Karena aku pernah trauma. Aku tidak mau bahas-bahas itu lagi. Itu masa kelamku.

Dan sekarang bisa dibilang aku anti sosial. Aku tidak punya teman. Tidak ada. Ada, tapi teman khayalan. Yang tidak mungkin kalian bisa melihatnya. Cara aku berkomunikasi juga berbeda sama manusia.

Ketika aku masuk ke sekolah baruku saja pada hari pertamaku, aku mau meminjam pensil saja ngomongnya gugup. Dan beruntung sekarang aku bisa berbicara lantang sama 'kalian', teman-temanku. Yaa, walaupun terlihat judes dan jaim katanya. Tapi aku bersyukur, aku bisa berbicara kepada manusia 'lagi'.

Apalagi kalau aku berbicara tentang hal yang berbau mistis. Bisa-bisa aku dikucilkan 'lagi'. Waktu aku ngomong, "Di bambu ada Gundo," kalian semua pada kabur keluar kelas. Kenapa???

Kalian tidak takut kalau aku kesurupan sendirian. Atau kalian takut kepada aku. Karena aku aneh???

Yaa, aku aneh. Tapi aku bersyukur karena aku aneh. Aku bisa melihat apa yang tidak kalian lihat, aku bisa mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. Dan aku bangga akan keanehan diriku sendiri. Maaf kalau aku jutek ataupun lebay. Yaa, tapi inilah aku. Aku apa adanya, bukan ada apanya. Aku menikmati semua keanehanku sekarang. Bila tidak suka dengan diriku, pergi jauh dari hidupku. Dan satu lagi, aku tidak suka orang bermuka dua. Yang aku suka adalah yang benar-benar tulus mau berteman denganku. Walaupun diriku ini aneh. Sangat aneh.

Sudahlah lupakan. Yang terpenting sekarang diriku bebas dari itu semua. Pas setelah kejadian itu, 'dia' berada di belakangku dan mengucap 'terima kasih', tubuhku yang awalnya terasa panas-dingin kini hilang. Aku spontan menjawabnya dalam hati "Terima kasih juga, kakek Gundo."

AKU INDIGO ???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang