Hewan juga bisa jadi hantu ?

31 0 0
                                    

Malam itu, hujan turun dengan deras. Kilat sesekali menyambar, menerangi langit malam yang gelap. Angin bertiup kencang, menggoyangkan dedaunan dan ranting-ranting pohon di luar rumah. Di dalam rumah, suasana terasa sepi dan sunyi. Hanya suara hujan dan gelegar petir yang sesekali memecah keheningan.

Aku yang saat itu tinggal sendirian di rumah, sedang duduk di sofa sambil menonton televisi. Di pangkuanku, Si Pus, kucing kesayangannya, tampak tenang dan nyaman, dengan bulu lembutnya yang sesekali dibelai olehku. Namun, malam itu terasa berbeda. Ada semacam perasaan tidak nyaman yang menghinggapiku, seolah-olah ada sesuatu yang mengintai dari kegelapan.

Si Pus, yang biasanya tenang, tiba-tiba menegakkan tubuhnya. Matanya yang berwarna kuning tajam menatap lurus ke arah sudut ruangan yang gelap. Telinganya bergerak-gerak, seakan menangkap sesuatu yang tak bisa didengar oleh telinga manusia. Aku mengikuti arah pandang Si Pus, namun tidak melihat apa-apa.

"Ada apa, Pus?" tanyaku dengan suara lembut, sambil mengusap punggung kucingnya.

Si Pus tidak merespons. Matanya semakin tajam menatap ke sudut ruangan, dan bulunya perlahan berdiri, seakan merasakan bahaya yang tak kasat mata. Tiba-tiba, Si Pus melompat turun dari pangkuanku dan berjalan pelan menuju sudut ruangan itu, langkahnya hati-hati, seolah-olah sedang mengintai sesuatu.

Aku mulai merasa cemas. Hatinya berdebar kencang. Dia tahu kucing memiliki insting yang tajam, dan Si Pus tidak pernah berperilaku seperti ini sebelumnya. Dengan perasaan was-was, Santi mengikuti Si Pus yang kini berhenti tepat di depan sudut ruangan yang gelap.

Di sudut itu, ada sebuah lemari tua yang sudah lama tidak dibuka. Si Pus duduk di depan lemari itu, menatapnya tanpa berkedip, seakan menunggu sesuatu muncul dari dalam. Tiba-tiba, Si Pus mengeluarkan suara mendesis, suara yang jarang sekali didengar olehku dari kucingnya.

"Kenapa kamu, Pus?" Aku bertanya dengan suara gemetar, tapi Si Pus tidak bergeming, tetap menatap ke arah lemari.

Dengan perlahan, aku mendekati lemari tua itu. Tangannya gemetar saat dia meraih pegangan lemari. Perasaan tidak enak semakin kuat. Aku ragu-ragu sejenak, tapi rasa penasaran dan kecemasan membuatnya nekat membuka lemari itu.

Creeeek...

Pintu lemari terbuka perlahan, mengeluarkan suara yang menyayat di tengah keheningan malam. Tapi tidak ada apa-apa di dalamnya, hanya tumpukan kain dan beberapa barang lama yang berdebu. Santi menarik napas lega, merasa sedikit konyol telah merasa takut.

Namun, Si Pus masih mendesis, matanya menatap ke arah lemari dengan intensitas yang semakin meningkat. Lalu, aku merasakan sesuatu yang dingin, seperti ada embusan angin yang keluar dari dalam lemari, meskipun semua jendela tertutup rapat. Hawa dingin itu semakin menusuk, membuat bulu kuduknya meremang.

Tiba-tiba, lampu di ruang tamu berkedip-kedip, dan ruangan itu dipenuhi oleh bayangan-bayangan aneh yang menari-nari di dinding. Aku terdiam, tidak mampu bergerak, hanya bisa memandang dengan ketakutan. Dari dalam lemari, perlahan, muncul bayangan yang tidak jelas, seperti sosok gelap yang mengintip dari kegelapan.

Si Pus tiba-tiba melompat ke belakang, ekornya mengembang, dan suaranya berubah menjadi jeritan mengerikan. Aku langsung menjerit, tapi suaranya tertahan di tenggorokan. Sosok itu semakin nyata, membentuk bayangan hitam tinggi dengan mata merah yang menyala di tengah kegelapan.

Aku berusaha mundur, tetapi tubuhnya terasa kaku. Sosok itu mulai bergerak mendekatinya, melayang dengan gerakan lambat namun pasti. Udara di sekelilingnya semakin dingin, seperti tersedot oleh entitas gelap itu.

Di saat yang paling menakutkan, Si Pus tiba-tiba menerkam ke arah bayangan itu, melompat dengan cakarnya yang terhunus, sedangkan diriku hanya terdiam melihat sosok hitam besar berbulu itu. Si Pus mendesis, mencakar udara, dan bayangan itu tampak berhenti, seolah terhalang oleh kucing kecil yang gagah berani.

Kemudian, tiba-tiba saja, lampu menyala kembali dengan normal. Bayangan itu menghilang, seolah tertelan oleh kegelapan dari mana ia datang. Si Pus berdiri tegak, bulunya masih berdiri, tapi kali ini ia tampak lebih tenang. Dia menoleh ke arahku, dan mendekatinya dengan pelan.

Aku berlutut, memeluk Si Pus erat-erat sambil menangis. Meskipun sudah sering melihatnya, tetap saja takut. Siapa yang tidak takut melihat seperti itu ? Kucing kesayangannya telah menyelamatkannya dari sesuatu yang mengerikan, sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan logika.

Sejak malam itu, aku yang baru menginjak usia 7 tahun selalu merasa bersyukur memiliki Si Pus. Dia tahu, kucingnya bukan sekadar peliharaan, tapi juga penjaga setia yang mampu melihat dan melindunginya dari hal-hal yang tidak terlihat oleh mata manusia. Dan sejak malam itu, Aku tidak pernah lagi merasa sendirian di rumahnya, karena dia tahu, ada sesuatu di luar sana yang selalu mengawasinya, dan Si Pus selalu siap untuk melindunginya.

AKU INDIGO ???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang