17:30 menjelang malam.
Bangka, 31 Juli 20xx.Hari yang ditunggu-tunggu semakin tiba, hari yang dulu selalu dinantikan. Hari yang dulu selalu diingat kenangannya. Hari dimana mama memberiku bolu gosong buatan mama sendiri yang diatasnya ditambahi lilin warna-warni. Hari dimana Ayukku (kakak perempuan) memberikan ku kue kecil berwarna coklat nila itu dan hari dimana aku pertama kali dirayakan oleh teman-teman terdekatku dengan kue warna pink yang diatasnya ada beberapa ceri yang manis. Serta bisa sepuasnya makan hamburger besar itu. Membayangkannya saja membuatku merasa bahagia sekali. Sama seperti waktu itu.
Kini aku semakin dewasa. Aku tak perlu semua itu. Bahkan aku tak perlu lagi meminta sesuatu. Semuanya telah aku coba. Aku sudah mulai membiasakan diri menjadi dewasa semenjak berumur 15 tahun. Aku bertekad keras untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa lagi. Aku mencoba untuk menjadi seperti yang dunia mau. Hingga dunia takjub denganku dan mengakui diriku pernah tinggal di dalamnya. Mengakui bahwa ada orang-orang sepertiku. Yang selalu terbully, merasa dikucilkan, hingga depresi karena tak memiliki solusi atas penderitaanku. Tentu saja melihat, merasakan, diganggu mereka, bahkan disantet dan di guna-guna oleh manusia-manusia tak waras yang telah mengorbankan nyawanya dan keluarganya hanya karena rasa dendam.
Aku selalu berpindah-pindah sekolah. Semua watak, adat istiadat, bahasa pernah ku coba. Beberapa dari mereka rata-rata hampir sama, kalau tidak sok kaya, pembully dan terbully, genit, ataupun perkataan yang tak dapat dikontrol. Gila sih, masa ada orang yang ketika ia salah berbicara lalu ditertawakan malah mengamuk marah sedangkan dia sendiri suka mengoreksi bicara orang lain. Dia sendiri selalu menyamakan orang bahwa tidak ada yang tersinggung dengan ucapannya tetapi dia sendiri yang tersinggung ketika diriku mencoleknya. Lucu. Memangnya hanya dia yang punya perasaan, orang lain tidak ?
Perasaanku menunggu esok pagi bercampur-aduk. Seakan angka 1 dalam bulan Agustus semestinya dihilangkan saja. Karena dihari itu selain aku berulang tahun, aku pun harus mendengarkan penjelasan dokter tentang permasalahan hidung ini.
Aku takut. Aku takut diperiksa. Bukan hasilnya yang membuatku takut, tetapi besi panjang itu yang harus masuk secara paksa dalam tenggorokanku, rasanya seperti ingin muntah. Belum lagi besi lainnya yang membombandir seluruh ruang hidungku. Itu sangat sakit dan nyeri. Percayalah, aku trauma akan hal itu. Aku tak ingin hal tersebut terjadi secara berulang-ulang selama satu tahun ini. Seperti tahun lalu, hingga membuatku harus masuk MRI lagi atau yang lebih bahayanya masuk CITI-SCAN yang selama ini ditakut-takuti oleh semua orang.
Aku masih bisa membayangkan bagaimana masuk tabung besar itu (MRI). Dimana aku harus berbaring, diam, tak boleh bergerak sedikitpun. Jika aku bergerak, maka aku harus di bius. Kalian tahu berapa mahalnya biusan tersebut ? 3juta berfungsi selama 1 1/2 Jam waktu itu. Aku disana harus diam selama 100 menit. Kalian pasti tahu kan seberapa capeknya harus berdiam terbaring disana. Apalagi dengan keadaan tegang. Sekali bergerak maka harus diulang, dan akupun pernah diulang sekali, lalu diingatkan dengan pembiusan yang harus menambah biaya membuatku harus bersabar menunggu. Terbaring didalam sana juga tak enak, aku harus mendengarkan suara berisik mesin walaupun kupingku sudah disumbat oleh handset yang berisi lagu. Bahkan suara mesin tersebut membuat lagu melodi piano itu samar terdengar. Apalagi ditambah dengan silauan-silauan dari cahaya besar yang seolah-olah berada di depan mukaku (atau mungkin memang didepan). Cahayanya melebihi lampu, apalagi cahayanya bergerak kesana-kemari dengan cepat. Cahayanya tembus meski aku menutup mataku rapat-rapat. Apalagi didalam situ rasanya panas sekali, hingga membuatku tak tahan. Bayangkan, betapa sekuat tenaga diriku menahan agar tak bergerak sama sekali didalam tabung itu. Setelah keluar pun mataku masih sakit sekali. Rasanya pusing, mual, dan lesu menjadi satu.
Bosan harus keluar masuk rumah sakit. Apalagi ketika pulangnya magrib atau malam. Ketika magrib tiba, disaat langit masih kekuning-kuningan, seakan makhluk aneh entah dari alam mana datang keluar, berkumpul, melayang-layang di udah hingga ada yang nyangkut di pohon. Semuanya lari bertentangan di langit yang sedang kekuning-kuningan. Ketika adzan berkumandang, semuanya mulai mengumpet di balik dedaunan pohon yang rindang. Ketika selesai adzan mangrib, semua seperti biasa, mulai beraktivitas sama seperti manusia. Ada yang mengikuti manusia, bahkan sampai menjulurkan lidah mereka di depan muka beberapa manusia. Ada yang melayang kegirangan (tertawa). Ada yang meneduh atau duduk di ranting pohon sambil mengayunkan kaki dan melipat tangan. Ada yang ikut diboncengi oleh pemuda (yang pasti pemuda tersebut tidak tahu) ataupun duduk di trotoar melihat para manusia. Banyak sekali yang terlihat, sampai bahkan aku lelah melihat tingkah mereka. Semakin malam pun semakin aneh kelakuannya. Bahkan beberapa yang telah mengetahui mukaku, dia berlambai-lambai tangan seakan diriku adalah seorang artis yang sedang beryanyi didepannya. Bahkan tak banyak pula yang kaget karena aku terus-menerus memperhatikannya.
Dulu, aku tak bisa makan obat lalu beralih menjadi mabuk obat. Kini, aku muak melihat obat yang setiap saat harus diminum. Dulu, aku tak tahu bentuk suntik seperti apa. Kini, aku menjadi phobia suntikan karena rasanya yang menyakitkan itu. Percayalah, disuntik rasanya lebih menyakitkan daripada digigit semut, karena aku pernah merasakan keduanya. Percayalah, semua bualan itu hanyalah sekadar untuk membuatku menjadi tak takut, tapi kalian salah besar, itu membuatku menjadi phobia suntikan. Dulu, aku bebas menghirup oksigen gratis ini. Namun kini terhambat oleh masker sialan itu. Aku tak bisa terkena debu, asap atau hal-hal polusi udara. Walaupun aku pindah ke hutan tanpa polusi sekalipun, namun disana pasti terdapat debu-debu kecil, yang berarti aku tak akan bisa terlepas dari masker dan rumah harus tetap bersih. Aku ingin sembuh. Aku berharap Kamis depan tak lagi meminum obat-obat sialan itu :)
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU INDIGO ???
Horreur[#100 HOROR 2017]. [#3-10 TRUESTORY 2017-2019]. [#5 INDIGO 2018]. [#2-10 HOROR 2019]. [#1-10 TRUESHORTSTORY Agustus 2019-September 2020]. [#1-100 TRUESHORTSTORY 2016-2022] Ini bukan novel atau pun cerita fiksi tetapi ini adalah pengalaman sang penul...