Iyau semabau

11 0 0
                                    

Aku tidak pernah menyangka bahwa langkah kecilku ke dalam hutan larangan akan menjadi awal dari mimpi buruk yang akan menghantui hidupku. Desa kami selalu dikelilingi oleh cerita-cerita mistis, tetapi di antara semua cerita itu, kisah tentang Iyau Semabau adalah yang paling menakutkan.

Desa kami berada di tepi hutan lebat yang sering disebut sebagai hutan larangan. Tidak banyak yang berani masuk ke dalamnya, terutama saat senja mulai merambat. Orang-orang desa sering bercerita bahwa di dalam hutan itu hidup makhluk mengerikan bernama Iyau Semabau. Makhluk yang konon katanya adalah gabungan dari tiga unsur: manusia, hewan, dan suban atau makhluk halus. Mereka bukanlah makhluk biasa—penampakan mereka saja sudah cukup untuk membuat siapa pun yang melihatnya merasa terancam.

Dari penuturan orang tua-tua di desa, Iyau Semabau memiliki tubuh yang mirip manusia—kepala, tangan dua, tubuh, paha, dan kaki. Namun, ada banyak perbedaan yang membuat mereka sangat menyeramkan. Telapak kaki mereka terbalik, tumit di depan dan jari di belakang, sehingga siapa pun yang mencoba mengikuti jejak mereka akan tersesat dan kebingungan.

Seluruh tubuh Iyau Semabau ditutupi oleh buluh lebat sepanjang lima centimeter, dari wajah hingga ke kaki, yang membuat mereka tampak seperti bayangan yang melesat di antara pepohonan. Tangan mereka sangat panjang, menjulur hingga ke mata kaki, jauh lebih panjang dari tangan manusia biasa. Mata mereka bulat seperti buah tomat, dengan biji mata merah menyala dan bagian hitam di sekelilingnya. Mulut mereka, tidak seperti manusia, membuka ke samping kiri dan kanan, memberikan kesan mengerikan seolah siap untuk melahap apa saja yang mendekat. Rambut mereka panjang dan liar, menjuntai hingga ke mata kaki, bahkan ada yang menyentuh tanah saat mereka berjalan, seolah menyapu dedaunan dan semak-semak di tanah.

Mereka tidak berbicara seperti manusia, tapi mereka memiliki bunyi khas, semacam gumaman rendah yang terus mengulang, "Iyau... Iyau... Iyau..." dari sinilah nama mereka berasal. Bunyi ini adalah tanda kehadiran mereka, dan jika kau mendengarnya, satu-satunya pilihan adalah berlari menjauh secepat mungkin.

Cerita-cerita ini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di desa kami, namun, seperti kebanyakan pemuda seusia aku, aku tidak pernah benar-benar mempercayainya. Hingga suatu hari, rasa penasaran dan kebodohanku menuntunku masuk ke dalam hutan larangan, dan di sanalah aku menemui Iyau Semabau.

Hari itu dimulai seperti hari-hari biasa lainnya. Aku, Andi, Rina, dan Seno—teman-temanku sejak kecil—memutuskan untuk menjelajah lebih dalam ke dalam hutan, sesuatu yang tidak pernah kami lakukan sebelumnya. Kami pikir ini hanya akan menjadi petualangan biasa. Rina, yang paling cerdas di antara kami, membawa peta tua yang dia temukan di rumah kakeknya, yang konon katanya menunjukkan jalan menuju sebuah air terjun tersembunyi di dalam hutan. Semuanya tampak normal saat kami masuk ke dalam hutan, hanya suara-suara alam yang menyapa kami—suara burung, deru angin yang melintasi dedaunan, dan gemerisik semak-semak.

Namun, ketika kami semakin jauh masuk ke dalam hutan, suasana mulai berubah. Suara burung tiba-tiba menghilang, digantikan oleh kesunyian yang aneh dan mencekam. Angin berhenti berhembus, dan udara menjadi berat, seolah-olah ada sesuatu yang mengintai dari balik pepohonan. Aku merasa merinding, tetapi tidak ingin terlihat takut di depan teman-temanku.

"Ssst... kalian dengar itu?" Andi, yang berjalan di depan kami, tiba-tiba berhenti dan menoleh ke belakang.

Kami semua diam, menajamkan pendengaran. Awalnya, hanya ada kesunyian. Namun, perlahan, dari kejauhan, terdengar suara aneh, seperti suara seseorang yang berbisik, tetapi lebih dalam dan serak. "Iyau... Iyau... Iyau..."

Darahku seketika membeku. Itu adalah suara yang sering diceritakan oleh orang-orang tua di desa—suara yang menandakan kehadiran Iyau Semabau. Rina dan Seno saling berpandangan, ketakutan mulai tampak di wajah mereka.

AKU INDIGO ???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang