Jangan dengarkan wanita jelek.

10 0 0
                                    

Malam itu, aku pulang larut dari bekerja. Jalanan sepi, dan hanya suara angin yang terdengar berdesir di antara pepohonan. Bulan tertutup awan, menambah kelam suasana. Aku mempercepat langkahku, berharap bisa segera tiba di rumah dan beristirahat.

Tiba-tiba, aku merasakan sesuatu yang aneh. Udara di sekitar menjadi dingin, dan angin berhenti berhembus. Langkahku melambat saat aku merasa seperti sedang diawasi. Aku berhenti sejenak, menoleh ke belakang, tapi tidak ada apa-apa. Hanya kegelapan malam yang menyelimuti.

Aku menghela napas dan melanjutkan berjalan. Namun, perasaan itu tidak hilang. Malah semakin kuat. Seperti ada sesuatu yang mengikuti setiap gerakanku. Aku mencoba mengabaikannya, meyakinkan diri bahwa semua ini hanyalah imajinasiku saja.

Tapi kemudian, aku mendengar suara. Suara tawa kecil yang pelan, hampir seperti bisikan. Suara itu begitu lembut namun menusuk telingaku, membuat bulu kudukku berdiri. Aku menghentikan langkah, mataku melirik ke segala arah, mencoba mencari sumber suara itu.

Di bawah pohon besar yang berdiri di pinggir jalan, aku melihatnya. Seorang wanita. Awalnya, aku hanya bisa melihat siluetnya, tapi perlahan-lahan, sosoknya menjadi semakin jelas. Rambutnya panjang, tergerai hingga menutupi sebagian wajahnya. Gaunnya berwarna merah, begitu mencolok di tengah gelapnya malam.

Dia tampak membungkuk, seolah-olah sedang menangis. Aku tertegun, bingung antara mendekatinya atau pergi menjauh. Naluriku berkata untuk menjauh, tapi rasa penasaran membuat kakiku melangkah mendekat.

"Maaf, Anda baik-baik saja?" tanyaku ragu-ragu.

Wanita itu tidak menjawab. Namun, suaranya mulai terdengar lagi, kali ini seperti bisikan yang mendesak di telingaku. "Aku tidak akan menyakitimu... aku hanya butuh teman..."

Hatiku berdegup kencang. Wanita itu mulai mengangkat kepalanya perlahan. Ketika wajahnya akhirnya terlihat, jantungku serasa berhenti.

Wajahnya... wajahnya tidak seperti yang pernah kulihat sebelumnya. Kulitnya pucat, hampir kebiruan, dengan mata hitam yang kosong menatap lurus ke arahku. Tapi yang paling menakutkan adalah senyumnya. Senyum yang terlalu lebar untuk ukuran manusia, memperlihatkan deretan gigi yang tajam dan kotor.

Aku merasakan ketakutan yang begitu dalam, namun tubuhku tidak bisa bergerak. Seakan ada kekuatan tak terlihat yang menahanku di tempat. Wanita itu berdiri, tubuhnya mulai melayang-layang di udara, bergerak ke arahku.

"Kemarilah..." katanya, suaranya semakin jelas, semakin mendesak. "Bersama aku... kita akan bahagia..."

Aku ingin lari, tapi kakiku tidak bisa digerakkan. Mataku terpaku pada wajah mengerikan itu, dan senyumnya semakin melebar, menampilkan rasa puas seolah-olah dia sudah mendapatkan apa yang diinginkannya.

"Kita akan bahagia... di dunia yang lain..." bisiknya lagi.

Tiba-tiba, aku teringat sesuatu yang pernah dikatakan nenekku. "Jika kau melihat wanita jelek di malam hari, jangan dengarkan apa pun yang dia katakan. Dia ingin kau ikut bersamanya ke dunia yang tak akan bisa kau tinggalkan."

Dengan sekuat tenaga, aku memejamkan mata dan berteriak di dalam hati, "Ini tidak nyata! Ini hanya mimpi buruk!"

Namun, suara wanita itu semakin mendekat, semakin mendesak. "Kau tidak bisa lari dariku... kau akan bersamaku... selamanya..."

Aku merasakan tangan dingin menyentuh pundakku. Kurasakan detak jantungku berdegup lebih cepat, rasa dingin itu menjalar dari pundak hingga ke seluruh tubuhku. Kaki-kaki kecil seakan menahan tubuhku dari belakang, membuatku ingin jatuh ke dalam pelukannya yang dingin dan abadi.

"TIDAK!" Aku berteriak keras, berusaha melepaskan diri dari cengkeramannya. Dengan sisa-sisa kekuatan yang kupunya, aku akhirnya bisa menggerakkan tubuhku dan lari secepat mungkin, tidak peduli ke arah mana, asal menjauh dari makhluk itu.

Aku mendengar tawa itu lagi, kali ini lebih keras, lebih menyeramkan, seakan-akan dia menikmati ketakutanku. Tapi aku terus berlari, bahkan ketika kakiku mulai terasa lemas dan nafasku tersengal-sengal.

Ketika akhirnya aku tiba di rumah, aku mengunci pintu dengan gemetar. Jantungku masih berdegup kencang, dan tubuhku basah oleh keringat. Aku berusaha menenangkan diri, mengatakan pada diriku sendiri bahwa semuanya sudah berakhir, bahwa itu hanyalah ilusi. Padahal aku tahu bahwa aku baru saja bertemu dengan kuntilanak merah.

Namun, malam itu, aku tidak bisa tidur. Setiap kali aku mencoba memejamkan mata, wajah wanita itu muncul di benakku, dengan senyum mengerikan dan mata hitam kosongnya. Aku terjaga sepanjang malam, dengan telinga yang waspada terhadap setiap suara.

Pagi harinya, aku terbangun dengan lelah. Tubuhku terasa berat, tapi aku bersyukur karena malam itu telah berlalu. Namun, ketika aku melihat ke cermin, aku melihat sesuatu yang membuat darahku membeku.

Di pundakku, ada bekas tangan, bekas jari-jari yang menekan kuat, meninggalkan jejak merah kebiruan di kulitku. Dan di dalam cermin, untuk sekejap, aku melihat bayangan wanita itu tersenyum di belakangku.

Aku tidak bisa menahan ketakutanku lagi. Dengan cepat aku berlari keluar rumah, berharap tidak akan pernah melihat wanita itu lagi. Tapi suara tawanya terus terdengar di telingaku, seperti gema yang tidak akan pernah hilang.

Malam-malam berikutnya, aku selalu terjaga, takut akan kehadirannya kembali. Aku menyadari satu hal yang pasti: jika kau melihat wanita jelek di malam hari, jangan dengarkan apa pun yang dia katakan. Karena jika kau melakukannya, dia akan mengajakmu ke dunia yang tidak bisa kau tinggalkan... dunia di mana kebahagiaan adalah kematian.

AKU INDIGO ???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang