Author lagi libur panjang jadi kemungkinan sering update ^_^. Selamat membaca readers.
--------------------------------------
Ternyata kedua orang tuaku tahu bahwa anaknya akhir-akhir ini bertingkah aneh. Ya... terutama saat "adek tuyul" bergelayutan di kakiku. Bagaimana tidak tahu, kakiku goyang-goyang terus di motor. Mau tidak mau, aku menceritakan semuanya kepada kedua orang tuaku.
Sudah kuduga, Ayah tidak percaya dengan apa yang kukatakan. Dia hanya bilang itu semua hanyalah halusinasiku saja. Mungkin iya, mungkin tidak. Antara percaya dan tidak percaya. Ya... sudahlah. Untung saja Ibuku percaya kepadaku. Walaupun dia tidak bisa melihat, tapi dia bisa merasakannya. Entahlah.
"Lalu siapa yang menyelamatkanmu, Nak?" tanya Ibuku.
"Ada temanku," jawabku singkat.
"Siapa dia?" tanya Ibuku lagi.
Aku berbalik bertanya, "Ibu tahu kenapa Rere selalu berada di dekat pohon tua dekat sekolah?" (Ibuku tahu tentang Rere dari desas-desus tetangga yang mengatakan bahwa ada salah satu murid di sana yang selalu nongkrong di sekolah padahal sekolah sedang libur. Ya... aku kasih tahu saja bahwa yang biasa di pohon itu adalah Rere, padahal aku dulunya juga begitu, tapi tidak mau cerita karena takut dimarahi).
"Apa hubungannya, Sayang?" Ibu tampak bingung dan terdiam.
"Ada hubungannya, yang menyelamatkan aku itu adalah pacarnya Rere, yang di pohon tua itu," kataku dengan lantang.
"Hush... jangan ngomong pacar-pacaran, masih bocah juga. Lagipula mana ada orang pacaran sama hantu," kata Ibuku dengan serius.
"Ada buktinya kalau itu pacarnya Rere," aku meyakinkannya.
"Jangan bohong."
"Apakah aku pernah berbohong?" tanyaku dengan wajah serius.
"Sudahlah... jangan dipikirkan. Cepat habiskan makananmu, lalu belajar. PR harus dikerjakan dulu, baru tidur," kata Ibuku sambil menuangkan air minum untukku.
Aku mengangguk saja daripada nanti dicubit. Kan sakit, Coy. Selesai makan, aku masuk ke kamar dan mulai belajar. Saat sedang asyik-asyiknya belajar, tiba-tiba Ibuku muncul di sampingku. Bikin kaget saja.
"Ada apa, Bu?" tanyaku sambil membalikkan badan ke arah Ibu.
"Kamu tahu toko perhiasan yang bagus di mana?" tanya Ibuku.
"Hmm... ada sih..." kataku sambil berpikir.
"Ada, tapi mendingan Ibu beli batu giok daripada beli emas. Kan lagi zaman tuh batu akik," usulku.
"Ngikutin zaman, ya? Memangnya tokonya di mana?"
"Ada di sekitar pasar, aku tahu kok. Barangnya tidak terlalu mahal, tapi batunya berkualitas."
"Oh... ya sudah, belajar yang rajin sana biar pintar," kata Ibuku sambil tersenyum.
Keesokan harinya, aku menemani Ibu belanja baju, perabotan, ini itu, dan masih banyak lagi. Rempong, ya... belanja sama emak-emak. HARUS HARGA YANG MURAH TAPI BERKUALITAS TINGGI. Paling-paling merepotkan itu saat tawar-menawar. Pasti kalian juga tahu kan, kalau emak kalian tidak dapat harga tawaran yang pas, pasti pura-pura pergi dari toko, dan otomatis si penjual pasti terpaksa menjual barang dengan harga murah banget. Kasihan ya... tapi itulah yang kualami saat ini. Fiuh... membosankan.
Setelah berlama-lama muter-muter pasar, akhirnya kami sampai ke toko jualan batu-batu. Karena aku tahu mana batu yang bagus, jadi Ibu meminta bantuanku untuk memilih gelang batu yang bagus, berkualitas, dan tentunya harganya sesuai. Setelah mencari-cari, akhirnya Ibu membeli beberapa gelang batu giok hijau dan tasbih batu giok merah (batu giok warnanya bukan hijau saja, loh).
Awalnya hanya satu dua barang yang dibeli di toko itu, lama-lama jadi langganan deh.
Dan ada satu barang yang paling menarik perhatian. Bukan paling menarik sih, tapi paling susah. Nyusahin banget tuh barang. Bagaimana tidak menyusahkan, gara-gara barang itu aku jadi lari-lari di mal yang besarnya minta ampun. Aku tidak mau minta mati karena aku masih mau hidup, jadi minta ampun saja biar bisa menghilangkan dosa. Abaikan saja.
Barang itu adalah liontin yang isinya qodamnya adalah mbak kutilang (kuntilanak). Tidak tahu juga bagaimana bisa di dalamnya ada mbak kutilang yang bernyanyi... bersiul-siul... sepanjang hari... eiig... oke abaikan.
Balik ke topik. Ceritanya begini, awalnya Ibu suka dengan salah satu liontin giok, dan setelah diteliti ternyata ada mbak kutilang yang sedang duduk dengan lesunya di dalamnya. Otomatis, aku berbisik memberitahukan Ibu bahwa liontin yang Ibu sukai itu isinya ada makhluk yang tidak mungkin menjadi penunggu batu. Kurasa dia dimasukkan ke dalam giok itu.
Ibuku malah jawab apa coba? "Gapapa, sekali-kali uji nyali kan." Uji nyali bukan caranya seperti ini. Oke, oke-in saja lah. Sesampainya di rumah, Ibu melihat liontin batu itu. Aku mencium aroma melati. Aku bertanya kepada Ibu apakah ia memakai parfum melati. Dan yups... entah dari mana Ibu bisa dapat parfum melati itu, aku tak tahu. Aku tak suka saja dengan baunya. Entah kenapa.
Lalu Ibu memberikanku kotak parfum itu. Mataku tiba-tiba tertuju pada kalung liontin Ibu. Kulihat dia berjoget-joget dengan senangnya. Aneh. Ada yang tidak beres. Aku meminjam liontin Ibu. Aku menatap sinis ke arahnya. Sementara di tangan kananku terdapat parfum melati. Entah kenapa tiba-tiba aku mengoleskan parfum melati itu ke liontin Ibu. Dia semakin berjoget dengan riangnya. Lama-kelamaan aku selalu memandikannya dengan parfum melati itu. Ini aneh. Sepertinya aku sedang dikendalikan. Aku tak sadar bahwa itu adalah suatu kesalahan. Aku membebaskannya tanpa sadar. Ampunilah dan hapuskanlah dosaku karena telah membebaskan makhluk pengganggu itu.
Sekitar sebulan dia berada di rumahku. Setiap malam dia mengelilingi samping rumah (di samping rumah itu ada hutan kecil). Di pagi hari, aku selalu digelitiki olehnya. Itu tidak seberapa setelah aku dan Ibu mengetahui bahwa memelihara "kutilang" itu adalah hal yang sangat buruk.
Setelah aku dan Ibu tahu bahwa itu perbuatan salah, maka Ibu menjual liontin itu dan membuang parfum melati itu di samping rumah kami. Tapi setelah itu, kami jadi dihantui. Setelah pulang dari mal tempat Ibu membeli liontin itu, mbak kuntilanak itu mengikuti Ibu ke mana pun. Ibu pergi ke mana, dia mengikutinya seperti bayangan. Ya... jaraknya pun seperti bayangan. Dekat sekali. Ibu mengambil apa pun, dia juga mengikuti gerakan Ibu. Sampai kami berlari keliling mal agar dia tidak bisa mengikuti kami. Tapi itu sangat mustahil. Meski sudah lelah, dia tetap mengikuti. Bahkan ketika kami mencoba pulang ke rumah, ternyata dia sudah berada di depan rumah, datang lebih cepat dari kami. Enak banget nih orang, aku sudah capek-capek tapi dia sedang duduk bersila di depan pintu menunggu kami.
Aku harus meminta pertolongan kepada Allah SWT. Aku mulai membaca Yasin dan beberapa surah lainnya walaupun agak tidak khusyuk karena masih dihantui ketakutan yang amat sangat. Syukurlah.
Ya... setidaknya dia pergi untuk sejenak. Tidak. Dia tidak pergi. Tetapi dia berada di rumah kosong sebelah. Aakh... kenapa ada rumah kosong di dekat sini. Aku masih dihantui sampai aku pindah keluar pulau, dari Pulau Sumatra ke Pulau Jawa.
Setidaknya dia tidak bisa mengikuti kami sampai ke sini. Kalau tidak, mungkin aku bisa menjadi gila. Tapi bagaimana kalau aku ingin ke Bangka, apakah aku masih akan dihantui? Entahlah. Semoga saja tidak.
Catatan: Mbak Unti menggelitiki diriku setiap pagi. Ada tetangga yang pernah melihat dia menembus tembok samping rumahku, dan kebetulan tepat di belakang lemari. Dia menurut, kata Mama, jangan membuat merinding kalau mau ke lemari. Akhirnya, setiap Mama ke lemari mencari pakaian, dia pergi jauh dari lemari itu. Lemari itu menyimpan gelang giok.
---------------------------------------
#INI KISAH NYATA BERDASARKAN FAKTA BUKAN REKAYASA
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU INDIGO ???
Horror[#100 HOROR 2017]. [#3-10 TRUESTORY 2017-2019]. [#5 INDIGO 2018]. [#2-10 HOROR 2019]. [#1-10 TRUESHORTSTORY Agustus 2019-September 2020]. [#1-100 TRUESHORTSTORY 2016-2022] Ini bukan novel atau pun cerita fiksi tetapi ini adalah pengalaman sang penul...