One

5.9K 462 605
                                    

Tidak ada yang ketidaksengajaan di dunia ini. Pertemuan kita mungkin ada makna di balik semua itu.

***

"Gue nggak mungkin telat ke sekolah!" Aletha melihat arloji di pergelangan tangannya yang sudah menunjukan pukul 7 kurang 8 menit, kemungkinan 8 menit lagi gerbang sekolah akan di tutup. Aletha berlarian berharap segera sampai disekolah, tapi kakinya sudah tidak kuat lagi. Aletha berhenti sejenak untuk menetralisir rasa pegal yang ada di kakinya sambil menarik napasnya pelan-pelan seraya menghilangkan rasa lelahnya juga.

"Sekolah di Kusuma Bangsa 'kan? Bareng gue aja yuk!" ajak seorang laki-laki yang tiba-tiba berhenti di pinggir trotoar dan menyapa Aletha tanpa basa-basi. Laki-laki itu membuka helmnya, menampilkan wajah karimatiknya.

Wow ganteng. Aletha menggerutu dalam hatinya seraya menatap ke arah cowok itu. "Woy? Kenapa bengong? Ayo!" Ajak cowok itu lagi.

Aletha terbangun dari lamunannya, sedikit terkejut namun ia berusaha untuk bersikap tenang dan memasang wajah jutek seperti biasanya.

"Hmm.. maaf gue jalan kaki aja." Aletha menolak ajakan laki-laki itu, dan segera berjalan meninggalkan laki-laki yang mengajaknya itu. Tidak mungkin juga kan? Kalau Aletha menyetujui ajakan laki-laki tanpa Aletha kenal identitasnya.

Laki-laki itu enggan mundur, ia terus mengikuti Aletha di sepanjang jalan, dengan memajukan motornya tanpa menyalakannya alias kedua kakinya yang memberikan dorongan, kesannya memang seperti mengajaknya benar-benar.

"Lo ngapain ngikutin gue terus? " tanya Aletha datar. "Sana duluan!" Aletha memutar bola matanya malas.

"Jutek amat. Lo serius mau jalan aja? Mau sampe kapan? hah? Udah jam setengah delapan, dan lo masih sampe sini?."

"Bukan urusan lo!" Ketus Aletha yang membuat Revan gemas. Dalam keadaan jutek seperti ini, Revan merasa tertantang dengan sifat Aletha.

"Gue bantu lo ikhlas kok. Ayo naik! Tenang gue gak minta bayaran ataupun macam-macam sama lo." ucap Laki-laki itu. "Kenalin gue Revan." Lanjutnya sambil mengulurkan tangannya.

Aletha tidak ada niat untuk berkenalan dengan laki-laki di depannya itu. Dan terpaksa Aletha harus membalas uluran tangannya itu. "Aletha."

"Ayo ikut gue, keburu gerbang ditutup rapet." Ajak Revan sekali lagi.

Aletha menatap Revan ragu-ragu. Ingin jual mahal tapi gimana ya, toh ini udah mepet banget, bisa-bisa Aletha yang rugi kalau sampe beneran telat. "Ah yaudah deh." Aletha menyetujuinya. Persetanan dengan gengsi yang selalu melanda pikirannya.

Aletha pun akhirnya menaiki motor Revan dibagian jok belakang. "Udah?" Tanyanya Revan.

"Udah."

Revan pun akhirnya kembali memakai helmnya dan kemudian menstater motor ninja merahnya menyusuri jalanan ibu kota.

Disepanjang perjalanan tidak ada sama sekali yang mengawali percakapan, dua-duanya seperti tidak ada niat untuk mengobrol. Revan dari tadi hanya memerhatikan jalanan, fokus menyetir, seperti menganggap di belakang motor ninjanya tidak ada orang.

"Lo anak kelas 10 IPA-1 ya?" Akhirnya Revan mulai mengawali percakapannya, tetapi tatapannya Revan terfokus pada jalanan. Kalau nggak fokus nanti nabrak gimana? Kan bahaya.

"Iya.. kok lo bisa tau?" Tanya Aletha dengan nada datar.

"Ya gue sering liat aja."

Aletha menaikan sebelah alisnya dan mulai curiga. "Lo diem-diem merhatiin gue ya?" Tanya Aletha penasaran.

Boy Bestfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang