Twenty Six

989 78 16
                                    

Jika memang sudah takdir, mau sejauh apapun tuhan pasti punya cara tersendiri untuk menyatukannya lagi.

***

Jenazah Rafi langsung di makamkan hari ini juga. Revan, Leon, Aldo, Wildan, dan Fathur menatap sendu pemakaman temannya yang ada di depannya. Ia tak percaya bahwa Rafi akan meninggalkannya secepat ini. Bahkan dalam waktu singkat. Tanpa diketahui alasan yang jelas sebelumnya. Bahkan Rafi juga tak pernah memberitahu kenapa ia tidak masuk sekolah. Rafi terlalu pintar menyembunyikan itu semua terhadap teman-temannya.

Bahkan ia pintar menyembunyikan penyakitnya dari Anggun.

Perasaan sedih masih menjalar di tubuh semua kerabat Rafi dan teman-temannya. Bercampur isakan Anggun yang tak kunjung berhenti. Aletha paham perasaan Anggun saat ini, ketika harus melepaskan seseorang yang disayanginya. Anggun tak percaya ternyata Rafi masih peduli dengannya. Anggun telah salah menilai Rafi selama ini. Anggun merasa benci dengan dirinya sendiri.

Semua teman-teman Rafi bahkan kerabat dekat Rafi berpakaian hitam-hitam dan  datang untuk mengikuti pemakaman Rafi. Semuanya tampak menangis dan menatap sendu ketika Anggun menaburkan bunga-bunga diatas gundukan tanah berwarna coklat itu. Anggun terus menatapi makam Rafi sambil mengelus-elus batu nisan.

Kenyataan ia saat ini sangat pahit. Mengapa Rafi harus pergi secepat ini? Anggun tahu kematian tidak ada seorang pun yang mengetahuinya.

Bella dan Aletha masih setia disamping Anggun.

"Gue bakalan ingat kenangan gue bareng lo. Lo yang tenang ya disana, gue gak bakalan lupain masa-masa bareng lo,raf." Rintih Anggun yang mencoba menahan tangisan,  tapi rasanya tidak bisa untuk dilakukan.

Masih dalam isakannya, Semua orang pergi meninggalkan pemakaman ketika semuanya telah selesai, kecuali, teman-teman Rafi serta orang tuanya yang belum meninggalkan pemakaman Rafi.

Vina tak berhenti manangis sejak tadi. Ia terus menatap makam anaknya. "Mamah bakalan terus doain kamu nak, mamah sayang sama kamu." Ucap Vina didepan Anggun, lalu ia mencium batu nisan itu.

Vina bangkit lalu menatap Riko yang berada disampingnya. "Ayo pulang mah." Vina mengangguk lalu mengusap air matanya dan meninggalkan pemakaman Rafi. Berat rasanya meninggalkan makam anaknya sendiri. Tapi mau bagaimana ini sudah takdir.

Dan kini hanya tersisa Aldo, Leon, Fathur, Wildan, Revan, Aletha, Bella dan Anggun saja dipemakaman.

"Anggun pulang yuk." Ajak Bella.

Anggun menggeleng, tatapannya masih menatap batu nisan.
"Gue gak mau pulang, gue mau disini jagain Rafi."

Wildan menghampiri Anggun didepannya, sambil mengusap-usap pundaknya. "Gun, lo belum makan dari pagi, lo harus makan dulu, nanti maag lo kambuh." Ucap Wildan, namun Anggun tak sama sekali menatap Wildan yang ada di sampingnya.

"Gue gak peduli maag gue kambuh, yang jelas gue sedih Rafi udah gak ada di samping gue."

"Justru itu, kalo lo gak makan Rafi makin sedih. Rafi malah khawatir sama lo. Lo gak boleh sakit,gun..." Sahut Wildan dengan nada pelan. Wildan tau, bahwa Anggun masih belum mengikhlaskan semuanya.

"Bener kata Wildan, Lo harus makan,gun." Sela Aletha.

Beberapa menit kemudian barulah Anggun mengangguk, walaupun suara isakan kecilnya masih terdengar.
"Yaudah." Anggun, Aletha, Bella, dan Wildan bangkit. Anggun menghela napasnya terlebih dahulu sebelum meninggalkan makam Rafi.
"Selamat jalan ya, raf. Gue cuma bisa bantu doa buat lo."

Anggun mengusap air matanya, lalu ia menatap Wildan, dan memasang seulas senyuman terpaksa.  "Ayo pulang." Ajak Wildan, lalu Anggun hanya mengangguk.

Boy Bestfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang