Topangan yang selama ini hilang, sudah terlihat. Walau masih samar di mata, tapi bisa dirasa di hati.
***
Festival akhir tahun.
Macam-macam ekskul dipertunjukan pada acara ini. Teater, musik, tari tradisional, dance, literasi, dan sebagainya ambil bagian. Juga ada bazar dari setiap kelas mengisi kemeriahan acara tersebut. Para orang tua diundang, juga guru-guru dari sekolah tetangga.
Festival akhir tahun ini juga bertepatan dengan hari pengambilan raport para siswa. Ini dimaksudkan agar para siswa yang mendapat nilai yang tidak memuaskan masih tetap bisa bergembira. Dan di festival ini, juga ada motivator-motivator yang diundang untuk memberikan semangat kembali.
Letta, ini adalah tahun kedua gadis itu melihat festival akhir tahun ini. Dan saat itu, menjadi saat yang ketiga kali ia mengambil raportnya sendiri. Dengan berbagai macam alasan, ia membujuk agar gurunya mau memberikan raportnya tanpa perlu mendatangkan orang tua.
“Keluarga saya broken home, ayah saya tinggal di luar negeri, ibu saya lagi ada bisnis di luar kota, dan kakak saya udah meninggal dunia.” itu adalah alasan tahun lalu, saat semester pertama. Itu adalah kebenaran.
“Ibu saya lagi sakit. Terlalu sibuk dengan pekerjaan sampai lupa menjaga kesehatannya.” itu adalah alasannya di semester dua, lebih singkat karena ia tidak perlu menjelaskan lagi bagaimana kondisi keluarganya. Dan saat itu, ia berbohong. Ibunya tidak sakit.
Dan kali ini ia akan memberikan alasan yang sangat jelas, mungkin mampu membuat guru-gurunya itu tidak akan bertanya lagi ‘kenapa orang tuamu tidak datang untuk mengambil raportmu?’. Tidak akan!
“Orang tua saya gak perduli!” alasan Letta, alasan yang merupakan inti dari semuanya.
Letta mendapatkan tatapan iba dari kedua bola mata gurunya itu. Pandangan yang remeh-temeh, seakan pikirannya berkata. “Pantesan anaknya dingin, orang tuanya gak perduli!” begitulah hal yang kira-kira ada dibenak wanita paruh baya yang merupakan guru kelas Letta.
__
Letta berjalan menyusuri koridor sekolah yang sangat riuh itu, semua orang bersenang-senang. Dari area lapangan, suara musik berdentam-dentum menggegerkan seluruh penjuru sekolah. Letta terus berjalan, seakan tidak mempedulikan hal-hal menyenangkan yang ada di sekitarnya.
Di ujung koridor, Nesha duduk bersama Yudha sambil berbagi memakan sesuatu yang ditampung dalam mangkuk steroform. Sesekali mereka tertawa, entah membahas apa.
Nesha yang kemudian melihat Letta yang sedang melenggang santai ke arahnya, memanggil temannya itu dengan antusias.
“Letttaaa… Sini! Sini!” teriak Nesha sambil melambaikan tangannya.
Sedang Letta hanya terus berjalan menghampiri temannya itu.
“Taa.. coba deh ini, enak banget!” seru Nesha saat Letta baru tiba dihadapannya.
“Apa itu?”
“Ini namanya, Ice Girl.”
“Huh?”
“Iyaa.. es krim kopi dengan macam-macam topping.”
“Aneh-aneh aja!” seru Letta.
“Aneh? Iya.. emang! Kaya perempuan, makanya namanya Ice Girl.” Yudha yang sedari tadi hanya menikmati makanannya, angkat suara.
“Apa hubungan?” heran Letta.
“Mana Gue tau, tanya langsung aja sama yang jual!” ujar Yudha sambil terus menikmati es krimnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Belonging Needs (COMPLETED)
Novela JuvenilMenceritakan tentang seorang gadis baja dengan hati sutra. Hidup ditengah keramaian, namun Ia sendiri. Membuatnya haus akan kasih, membuatnya berkeinginan untuk dimiliki. Lewat lembaga akademi dan tingkah sosial yang menjadi latar. Ditemani dengan k...