Part 28

11 4 0
                                    

Tuhan pasti akan membuatnya menjadi jelas, kita hanya perlu menunggu.

***


Dokter bermasker yang ditemui Letta kemarin tampak sedang berjalan cepat menuju sebuah ruangan. Ruangan yang diisi oleh seorang dokter lain yang berdiri menghadap jendela sambil membaca sebuah buku, membuat wajahnya tidak tampak dengan jelas. Hanya saja bisa terlihat dokter itu mengenakan kacamata.

“Gaf, aku ketemu dia.” ucap dokter yang baru masuk sambil melepas maskernya. Tampak wajah tak asing dari dokter itu. Abby.

“Siapa?” tanya dokter yang dipanggil Gaf itu, tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.

“Orang yang kamu kecewakan.”

Mendengar itu, Gaf hanya menegakkan kepalanya dan melihat ke luar jendela. Sambil menghempas nafasnya, ia bergumam.

“Akhirnya kamu menemukanku.”

___

Pagi menjelang siang yang cukup cerah, pun udara panas terbawa angin menerpa wajah.

Letta memasuki gedung pusat sosialisasi, gedung dengan halaman yang luas dan sebagian halaman masih berupa tanah kuning dan berabu jika tertiup angin.

Tampak di halaman samping ada sebuah posko untuk pembagian sembako. Dan tampak pula truk-truk besar terparkir juga disana. Truk yang diisi dengan bahan-bahan sembako yang akan dibagikan itu.

Jika ada pembagian sembako, pastinya ada orang yang menerimanya. Siapa lagi kalau bukan masyarakat sekitar.

“Waah.. rame juga.” gumam Letta. “Ya iyalah, sembako gratis.”

Sebelum memasuki gedung, Letta terlebih dahulu mewawancarai para penerima sembako yang sudah kebagian. Sudah jelas, tampak dari wajah mereka raut sumringah di setiap lekuk dan garis muka itu. Seperti mendapat rezeki melimpah, bagi mereka sembako saja sudah dianggap sebagai rezeki melimpah itu.

Setelah mewawancara masyarakat, Letta beranjak masuk ke gedung pusat sosialisasi untuk mewawancara para petugas didalamnya, juga para relawan yang membantu.

Saat istirahat makan siang, Letta bertemu dengan orang yang tak terduga. Orang yang dulunya adalah pengacau sekolah kini tegak dengan bangga memimpin para relawan. Juga sudah bergelar pengusaha sukses di negeri mereka.

“Kak Aldo? Kak Aldo kan? Yang dulu suka tawuran?” tanya Letta saat melihat Aldo yang kini telah berubah dari saat SMA.

“Eh! Si gadis berani pacar Gevin kan?” Aldo terbelalak melihat orang yang menyapanya itu.

Sedang Letta yang mendengar namanya disangkut-pautkan dengan Gevin sedikit merasa risih. “Bukan pacarnya, Kak!”

“Oh, iya yaa? Trus si Gevin apa kabar sekarang?”

“Gak tau! Gak pernah ketemu dia lagi.”

“Iya juga sih, kakak juga gak pernah lihat dia lagi. Tapi beberapa bulan lalu kakak dapat kabar, gak tau sih bener apa nggak, cuma kabar angin. Si Gevin udah jadi dokter sekarang, di Aloe yaa?”

“Gak tau!” acuh Letta mencoba tak peduli.

“Kakak juga dengar, kalau dia udah nikah. Udah punya anak juga, 2 apa 3 yaa anaknya?” ucap Aldo sambil membayang.

Mata Letta membulat mendengarnya, “Baguslah! Udahlah kak, gak usah bahas dia, ntar dia keselek lagi, masuk RS, tewas. Trus nanti istrinya susah ngurusin 3 anaknya!” seru Letta dengan penuh penekanan di setiap kalimatnya.

“Hehehe.. iya yaa? Iya deh. Eh iyaa, kamu ngapain ke Cenna?”

Letta menghempas nafasnya pelan, syukurlah Aldo mengalihkan pembicaraan.

Love and Belonging Needs (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang