Part 15

16 3 2
                                    

Gadis baja itu kini luluh dalam pelantara tindakan-tindakan bijak, tindakan yang menghantar segalanya hingga membuka kedok masa lalu.

***

Letta tak henti memaksa kelopak matanya untuk terpejam, hatinya gelisah. Ini sudah 1 jam setelah ia dan Gevin berpisah. Entah kenapa dirinya jadi tidak tenang, kenapa ini? Bathin Letta.

Ia bangkit dari pembaringannya, lalu melihat sekitar. Redup, dan pengap. Lihatlah semua relawan-relawan itu, mereka tidur dengan lelapnya, menunggu hari esok untuk kembali membantu para korban. Sedangkan di sudut sini, Letta masih terjaga. Memikirkan masalah yang bisa dianggap pribadi ini, hatinya gelisah.

Ah! Lettaa! Tidur dong!” bisik Letta pada dirinya sendiri.

Lalu ia kembali berbaring, menarik nafas dalam kemudian memejamkan mata. “Ah! Pasti gadis yang di taman waktu itu.” gumamnya. Sedetik kemudian matanya kembali terbuka, “Eh? Kenapa Gue jadi mikirin itu?” gumamnya lagi. “Gue gak mungkin cemburu!” sanggah bathinnya.

“Ahh! Nggak mungkin!” paksa hatinya seperti ia memaksa matanya untuk terlelap.

___

Kegaduhan membangunkan Letta dari tidurnya, matanya masih terasa berat. Tapi ia memaksa matanya untuk terbuka.

Saat matanya pertama kali terbuka, ada kenganjalan yang terlihat langit-langit putih itu.

“Kok jadi putih? Bukannya tuh tenda warna ijo yaa?” gumam Letta saat melihat langit-langit tenda yang berbeda dari yang ia lihat sebelum tidur tadi malam.

Lalu ia memandang sekitar, “Hah? Inikan tenda RS, kenapa Gue bisa disini?” bathin Letta saat melihat banyak brankar-brankar, manusia-manusia berseragam putih, mereka yang terluka, dan darah.

“Letta? Kamu udah sadar?” Kak Ruth datang sambil membawa nampan berisikan beberapa mangkuk.

“Kok saya bisa disini, Kak?” heran Letta.

“Kamu demam tadi malam, trus ngigau panggil-panggil, ‘Ge..ge..ge..ge..’ siapa sih ‘Ge’ itu? Sampai buat kamu demam kaya gini?”

“Kayanya, badan Gue sehat-sehat aja deh tadi malam.” gumam Letta.

“Tadi malam kamu hujan-hujanan’kan? Trus gak ganti baju? Udah jelas-jelas baju kamu lembab, bukannya diganti tapi malah dibawa tidur!” omel Ruth panjang lebar, “Makanya jadi demam kaya gini!”

Letta hanya diam mendengarkan Ruth,

“Kamu itu relawan Letta, jangan…”

“Yaa.. saya tau kok, Kak.” potong Letta, kemudian bangkit dari pembaringan. “Saya udah baikan kok, saya mau bantu-bantu di dapur.” sambung Letta, kemudian turun dari brankar.

Sedang Ruth, hanya menatap paham punggung yang kian menjauh itu.

Gadis itu keluar dari tenda RS, “Ah! Udah jam berapa ini?” gumam Letta saat melihat matahari telah beranjak naik ke puncak langit. “Jam 10?” jawab hatinya. Sedetik kemudian,

“Apa? Jam 10?” ucap Letta dengan nada kaget. Dan membuat orang di sekitaran menoleh padanya. “Bener, ini udah jam 10?” Letta bergegas kembali ke dalam tenda, menyusuri langit-langit tenda dengan matanya.

Dan seketika, ia melonjak saat melihat jam yang tergantung di sudut dekat ia tertidur tadi, jarum yang menunjukkan pukul 09.50. “Apa yang mau gue bantu di dapur kalo udah jam segini?” gumamnya sambil berbalik keluar dari tenda.

Love and Belonging Needs (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang