Pegang tanganku saat kamu jatuh. Jangan lari karena takut membuatku ikut terjatuh. Ayo bangkit bersama.
***
Letta membuka matanya, melihat dengan samar langit-langit yang serba putih, dan lampu-lampu neon putih yang menerangi sekelilingnya. Melihat ke samping kanan dan kiri terdapat brankar-brankar yang diisi oleh orang-orang dengan infus di tangan.
Letta kembali mengingat,
Matanya kabur, tenggorokannya serak, dan lututnya lemas saat melihat foto orang yang dicarinya selama ini ternyata sudah sangat dekat dengannya. Dan akhirnya, pikirannya tak mampu lagi bekerja dan hatinya tak sanggup lagi membathin. Dan pingsan adalah ujungnya.
Mengingat itu, Letta kembali merasakan sesak di dadanya.
“Dia disini!” gumam Letta sambil memejamkan mata. Tanpa ia sadari air matanya jatuh.
Dan saat membuka matanya kembali,
“Iyaa, aku disini!” suara berat seorang pria yang datang sambil membawa beberapa alat untuk mengganti infus.
Tiba-tiba jantung Letta berdebar, ditambah lagi saat lelaki itu memegang tangan Letta untuk melepas infus.
“Saya mau pulang!” seru Letta sambil melepaskan tangannya dari genggaman lelaki itu.
“Iya makanya, infusnya dilepas dulu!” Lalu lelaki itu kembali meraih tangan Letta untuk melepas infus.
Beberapa saat hanya keheningan diantara mereka.
“Apa kabar kamu?” tanya lelaki itu.
“Saya baik! Pastinya lebih baik dari saat dikecewakan dulu!”
“Hhmm.. baguslah.”
Kembali suasana hening, sampai akhirnya infus selesai dilepas.
“Terimakasih. Saya boleh pulangkan?” tanya Letta dengan nada cuek.
“Tapi..”
“Saya udah baikan kok, saya kuat jalan. Lagian udah malam, saya harus selesaikan tugas secepatnya dan kembali pulang ke negara saya!” seru Letta dengan penekanan di setiap katanya. Lalu turun dari brangkar dan mengemas barang-barangnya.
“Hati-hati, jangan kecapekan!” gumam lelaki itu. Gumaman yang pastinya dapat didengar oleh Letta.
Letta berjalan sedikit oleng meninggalkan rumah sakit, dadanya makin sesak dan akhirnya bulir hangat keluar dari matanya.
Kepergian Letta diiringi tatapan menyesal dari lelaki itu.
Di halaman rumah sakit Letta terduduk karena kakinya kembali lemas, tak dapat dipercayanya apa yang sudah terjadi.
Ada apa dengannya? Inikan yang dia mau, dapat bertemu kembali dengan lelaki yang mengecewakannya dan meminta penjelasan. Tapi sekarang dia malah kabur, tidak ingin melihat lelaki itu lagi.
Tanpa Letta sadari, bulir hangat jatuh lagi ke pipinya. Dan tenggorokannya serak, serta dadanya mulai terisak.
“Aku senang ketemu kamu, tapi rasa kecewa itu berdampingan dengan bahagiaku.” gumam Letta, lalu berusaha bangkit.
“Aku akan pulang! Aku udah lihat kamu! Terimakasih!” tangis Letta. Sangat-sangat terluka, seperti 4 tahun lalu. Namun dalam luka ini terselip suatu kelegaan.
Ia mencoba berjalan, tapi kakinya masih terseok karena masih merasa lesu. Bahagia dan kecewa bercampur dalam tangisnya itu. Tangis yang semakin keras, membuat orang disekitarnya tidak segan untuk melihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Belonging Needs (COMPLETED)
Teen FictionMenceritakan tentang seorang gadis baja dengan hati sutra. Hidup ditengah keramaian, namun Ia sendiri. Membuatnya haus akan kasih, membuatnya berkeinginan untuk dimiliki. Lewat lembaga akademi dan tingkah sosial yang menjadi latar. Ditemani dengan k...