Part 20

14 3 0
                                    

Pertemanan lama yang dirakit kembali melalui pemahaman dewasa. Mengajarkan untuk mengenal karib dari sisi yang berbeda.

***


Letta termenung dalam kehilangannya. Termangu duduk di kursi tunggu tepat di luar ruangan Nura. Yaa.. Nura tidak dipindahkan ke kamar mayat karena sebentar lagi Nura akan dibawa pulang ke rumah singgah.

5 menit lalu Nesha datang, dan kini ia sedang berada di dalam ruangan. Nesha kenal Nura, malahan sebelum Nesha berlibur ke rumah neneknya di Pulau Seribu, Nura sempat meminta dibawakan boneka kayu khas buatan pulau seribu. Dan hari ini, Nesha membawanya. Boneka kayu permintaan Nura. Tapi sayang, orang yang meminta tidak dapat melihat barang yang dimintanya itu.

Tiba-tiba seseorang duduk disamping Letta, seorang lelaki dan dia adalah Gevin.

“Gimana Ta? Kapan jenazahnya dibawa pulang?” tanya Gevin sambil menyodorkan sebotol air mineral pada Letta.

“Sebentar lagi.” jawab Letta sambil menerima sodoran lelaki itu. Kemudian meneguk air tersebut hinggap volumenya tinggal setengah.

“Eh ya, Ta. Apa gak salah kalau jenazahnya dipulangkan ke rumah singgah? Bukannya itu malah buat takut anak-anak lain?” tanya Gevin disela Letta meneguk minumannya.

“Gue juga sempat mikir gitu. Sampai akhirnya Nura sendiri yang bilang ke Gue.”

--

“Kak! Biarkan jenazah Alin pulang ke rumah singgah, karna ini rumah dia.” ucap Nura kala itu, kala dimana untuk pertama kalinya sebuah mayat dari anak penyakit kanker pulang ke rumah singgahnya.

“Nggak! Nggak boleh! Itu akan buat kalian down!” jawab Letta menentang saran Nura.

“Kak! Itu penyemangat buat kami!”

“Penyemangat apanya?! Penyemangat buat kamu? Buat yang lain, gimana? Mereka bisa menyerah karna melihat Alin, yang padahal udah berjuang tapi akhirnya…”

“Kan memang seharusnya begitu kak. Pada akhirnya, satu-satu diantara kami akan pergi.” ucapan Nura membuat Letta tertegun.

“Jaga mulut kamu! Kamu bukan Tuhan! Kamu gak bisa menentukan takdir manusia!” amarah Letta kepada Nura yang saat itu masih memiliki rambut.

“Nura memang bukan Tuhan! Nura gak tau gimana takdir kita nantinya. Tapi kak, walaupun kita udah berjuang keras, namun kalau Tuhan berkata lain, kita bisa apa? Setidaknya kita menghargai perjuangan Alin, dan belajar dari dia. Walaupun pada akhirnya semua akan berakhir, bukan berarti kita harus menyerah.” jelas Nura, penjelasan yang sangat-sangat membuat Letta terperangah. Bayangkan saja, anak seusia Nura bisa mengatakan hal yang seperti itu. Anak seusia Nura merangkai kata-kata itu dari pengalaman perihnya.

--

“Semuanya saran dari Nura, dia coba membuat sesuatu yang tak mungkin dilakukan oleh penderita kanker menjadi mungkin. Dia gadis hebat!” seru Letta setelah mengingat kembali kekokohan tekad Nura yang tak pernah menyerah pada penyakitnya, walaupun kemungkinan untuk menang itu hanya 20 persen.

“Lo beruntung karna bisa kenal sama Nura, Ta.” ucap Gevin.

“Yaa.. Gue beruntung.”

___

Jasad Nura sudah tertimbun dalam tanah di TPU Tanjung Karimun. Satu per satu semua orang meninggalkan nisannya, dan hanya tersisa para orang terdekat. Seperti Bu Ratna dan Letta, ditemani Gevin dan Nesha, serta beberapa petugas di rumah singgah.

Letta yang masih berjongkok disamping kayu nisan Nura meratapi kepergian gadis kecil itu. “Orang tuanya Nura nggak datang, Bu Rat?” tanya Letta sambil meraba-raba tanah yang menimbun Nura.

Love and Belonging Needs (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang