Part 25

12 3 0
                                    

Mungkin tidak ada salahnya jika aku menyayangimu saat ini, walaupun kita tidak tau siapa pendamping kita yang sesungguhnya, nanti.

***

Mereka sampai di pulau Maritim dan sudah berada di kaki Gunung Kenari, gunung tertinggi di tanah air mereka.

“Wah.. jauh yaa?” ucap Nesha saat melihat gunung yang sangat besar itu.

“Nanti kita bakalan ada di atas situ.” Azam menunjuk puncak gunung Kenari itu.

“Kita kemana dulu Zam?” tanya Gevin.

“Kita akan ke Desa Pulo, desa terakhir di kaki gunung Kenari.” jelas Azam, seolah-olah ia adalah seorang guide yang memandu di study tour anak SD.

“Naik apa kesana?”

“Pakai pick up, kita ikut mereka aja. Pasti mereka juga mau daki gunung.” Azam menunjuk segerombolan pemuda-pemudi dengan tas gunungnya.

“Oke.. ayo berangkat!”

Sesampai di pulau Pulo, mereka akan mengistirahatkan diri dulu untuk semalam. Disana disediakan stand-stand kecil untuk para pendaki yang akan mendaki besok atau yang akan pulang besok hari.

__

Hari yang mendukung, terbit surya di timur menandakan bahwa siang akan tampak. Pagi itu, para pendaki termasuk Gevin, Letta, Azam, dan Nesha, sudah memulai perjalanan mereka.

Menjelang tengah hari mereka tiba di telaga kaki gunung, udara disana sangat dingin sekali walaupun matahari terik membakar.

Sepanjang perjalanan, ciptaan Tuhan menguras segala kepenatan dengan pesonanya. Jurang yang dalam mampu menenangkan mata, pun kicauan burung di langit-langit pohon berhasil merilekskan pikiran. Dan itu semua membuat langkah terasa mantap untuk tetap berjalan.

“Wah.. itu edelweis kan?” tunjuk Letta pada bunga yang menggantung di tebing-tebing jurang.

“Iyaa, cantik kan?” respon Gevin. “Lo tau apa arti bunga itu?”

“Pemberani.”

“Yaa.. kaya Lo Ta.”

“Emang gue pemberani? Ikut turnamen futsal setelah sekian lama aja Gue takut. Gue gak pemberani, Ge. Sama kekalahan aja Gue takut.”

“Semua orang takut sama kekalahan. Saat Lo kalah dan Lo sangat ketakutan, tapi Lo mau menerimanya walaupun Lo masih takut. Lo udah jadi pemberani, Ta.” jelas Gevin dan itu membuat Letta tersenyum getir. Mengingat dirinya yang jelas-jelas bukan pemberani, semua orang sudah salah kaprah tentangnya.

Dan saat menjelang malam mereka tiba diperbatasan kaki gunung. Beristirahat disana selama beberapa jam. Dan nanti, saat malam yang larut tiba, pada saat itulah mereka baru memulai pendakian yang sesungguhnya.

“Nih, Ta. Diminum!” Gevin menyodorkan secangkir susu jahe pada Letta.

“Makasih.”

Mereka duduk di pinggiran tenda.

“Kak Azam emang suka banget ya daki gunung?” tanya Nesha membuka pembicaraan mereka.

“Hmm.. suka banget. Dari kecil malahan. Bokap itu hobinya ya kaya gini, menjelajah. Makanya dari kecil kakak selalu diajak kalau daki gunung atau hikking.” jelas Azam.

“Kalau kak Gevin? Sering juga daki gunung, selain hikking yaa.”

“Gak. Ini yang kedua. Yang pertama pas SMP.” jawab Gevin, “Sama 2 kecebong merah.” gumamnya.

Love and Belonging Needs (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang