Bulan Purnama

832 145 19
                                    


"Tunggu dulu, kau serius?" Woojin yang awalnya ragu untuk bicara akhirnya tak bisa lagi menahan diri setelah pedang itu beralih tangan ke Haknyeon.

Haknyeon masih tampak ragu, tapi Guanlin....., Woojin takut mengakui ini, tapi Guanlin tak tampak ragu sama sekali. Sama sekali berbeda dengan Guanlin selama ini.

"Apa aku terlihat bercanda?" tanya Guanlin dingin.

"Kalau kau bunuh manusia, apa bedanya kau dengan Donghyun?" balas Woojin tak kalah tajam, "Sia-sia kita bersikukuh minum darah hewan."

"Ada hal-hal yang harus dilakukan demi keselamatan banyak pihak."

"Kalau begitu bunuh dengan tanganmu sendiri ! jangan suruh Haknyeon mengotori tangannya untuk hal yang bahkan tak ia yakini sepenuhnya !" Kali ini balasan Woojin lebih tegas dan tajam.

Guanlin tersenyum remeh, ia mendekati Haknyeon dan dengan gerakan cepat ia rebut pedang ditangan laki-laki itu hingga sedikit tersentak.

"Ada satu hal yang perlu kau ingat hyung, darah kita ini sudah setengah kotor. Kita bukan manusia, hidup hanya untuk hidup, melewati tahun demi tahun tanpa arah, hanya menjaga identitas kita tetap menjadi rahasia, entah sampai kapan. Mungkin kau tak sadar, tapi itulah satu-satunya hal berarti yang kita lakukan sampai sekarang, satu-satunya tujuan yang kita punya, menjaga kerahasiaan identitas. Kuharap kau pahami itu baik-baik."

Guanlin mengangkat pedang itu di udara, mengamatinya baik-baik dengan pancaran kekaguman pada kilat mata pedang yang tampak lebih mengagumkan di bawah cahaya lampu, Sekilas ia menyeringai kecil.

Guanlin menurunkan pedangnya, dan berlalu tanpa mengucapkan apapun, membawa serta pedang itu menaiki tangga. Woojin tak tahu Guanlin akan kemana, tapi ia punya pikiran kuat laki-laki itu akan pergi ke ruang musik untuk berpikir, seperti kebiasaanya hampir setiap hari sebelum masuk ke kamar pada pukul 2 pagi.

Biasanya Woojin akan menyusulnya dan mengajaknya bicara, atau hanya berdiam diri sepanjang malam di sofa single sambil mendengarkan Guanlin yang memunggunginya memainkan alat itu. Tapi tak ada niatan sama sekali darinya untuk saat ini bicara dengan Guanlin.

Perasaanya buruk dan sulit dijelaskan saat ini .Ia juga butuh berpikir sendiri di kamarnya segera. Apa Guanlin benar? Atau justru pikirannya yang benar? Apa akibat yang akan terjadi jangka panjangnya jika semua berjalan sesuai rencana Guanlin? Dan bagaimana kalau justru berjalan sesuai kehendaknya?

"Hyung...,"

"Aku ke kamar dulu," ujar Woojin memotong ucapan yang akan keluar dari mulut Samuel.

Samuel langsung terdiam dan tampak khawatir sekaligus kecewa, tapi Woojin tak bisa menghiraukannya saat ini. Ia tahu semua orang sedang gelisah, dan dia sebagai hyung tertua harus segera membuat semua masalah ini terang. Ia butuh berpikir sekarang.....

$%^&*()

.

.

.

Bel tanda pelajaran dimulai berbunyi. Sekali lagi, Jinyoung harus melewati rutinitasnya di kelas. Memperhatikan pelajaran dan duduk tenang seperti anak kecil yang manis. Tapi hari ini suasana hatinya berbeda.

Tadi pagi suasana di rumah tidak secerah biasanya. Meski Guanlin tampak biasa saja, tapi penghuni lainnya seperti ditutupi kabut kelabu di atas kepala mereka. Suasana begitu canggung dan ekspresi semua orang seperti memendam puluhan beban.

Tak ada candaan aneh Haknyeon hyung yang garing, atau ajakan "Ayo berangkat sebelum terlambat" dari Woojin hyung seperti biasa, bahkan juga tidak ada celotehan heboh Samuel mencari kaus kaki yang lalu disambut teriakan kesal dari Haknyeon hyung karena kebiasaan buruknya yang selalu melempar kaus kaki sembarangan setelah pakai.Semua orang diam, larut pada pikiran masing-masing.

Let's PlayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang