Jauhkan

1.2K 237 45
                                    


Tadinya Euiwoong hanya iseng pergi ke lapangan basket. Sore hari mendadak hujan, mana mungkin Haknyeon membersihkan lapangan basket di cuaca seperti ini?

Itu pikirannya, faktanya terbalik 180 derajat. Ketika ia melihat dari lorong lantai dua, Haknyeon sedang menyapu daun-daun yang berserakan di lapangan meski hujan turun deras. Serius? Sejak kapan dia taat hukuman sampai sebegininya?

Dengan payung yang ia pinjam paksa dari teman sekelasnya yang lewat, Euiwoong bergegas turun dan menyusul ke pinggir lapangan. Menyadari keberadaan Euiwoong, Haknyeon hanya menoleh sebentar.

"Aku tak akan kabur, kau tak perlu ke sini," ujarnya dingin sambil menyapu serasah dedaunan.

"Cih...., aku berhak mengawasimu."

Haknyeon tak menggubrisnya dan tetap melanjutkan kegiatannya. Bermenit-menit Euiwoong hanya berdiri di pinggir lapangan, mengawasi kerja keras Haknyeon. Sesekali dia menunduk menatap sepatunya. Tepat di atas kakinya air menggenang bercampur dedaunan. Hujan membuat daun-daun itu semakin sulit disapu.

Sesekali ia juga menatap ke atas, ke pohon ginggo dan maple yang berdiri berhadapan di sisi luar pagar timur dan barat. Dalam kondisi hujan deras begini, daun-daun yang rapuh terus rontok karena berat air hujan dan tiupan angin. Lalu kenapa Haknyeon masih saja meneruskan pekerjaanya ? kalau benar-benar niat menyelesaikan hukuman setidaknya bisa kan lakukan saat hujan sudah reda. Kalau begini otak cerdasnya itu hanya jadi mitos. Omong kosong !

Semakin lama, sedikit demi sedikit intensitas derasnya hujan berkurang. Angin dingin bertiup menembus jas seragam Euiwoong hingga ia menggigil. Ia yang basah sedikit saja mengigil, bagaimana Haknyeon yang basah kuyup?

Geram melihat Haknyeon yang tak selesai-selesai, Euiwoong berdecih pelan lalu menyusul Haknyeon ke tengah lapangan. Haknyeon yang akan mengangkat penampung sampah mendongak heran melihat Euiwoong memayunginya.

"Cepat selesaikan pekerjaanmu !" ujar Euiwoong ketus.

Haknyeon mengangkat penampung sampah itu lalu memasukkannya ke bak sampah besar di pinggir lapangan. Euiwoong mengikutinya sambil berusaha terus memayungi Haknyeon. Begitulah, Haknyeon bolak-balik ke bak sampah atau menyapu ke sisi lapangan yang lain Euiwoong tetap mengikutinya. Tak peduli dia ikut basah.

"Berhentilah mengikutiku, yang kau lakukan itu tak berguna," kata Haknyeon geram saat ia akan pindah menyapu sisi lapangan yang lain. "Kau itu benar-benar bodoh."

Apa dia bilang? Euiwoong sudah susah-susah ikut hujan-hujanan karena memayunginya, tapi malah dibilang bodoh? Memang benar, secara logika, tindakannya tak begitu berguna karena Haknyeon sudah basah kuyup dari tadi. Tapi mana terima Euiwoong dibilang bodoh.

"HEH..., OTAKMU KAU TARUH MANA HA? HUJAN-HUJAN MASIH MENYAPU LAPANGAN, GILIRAN HUKUMAN DI KONDISI SEPERTI INI SAJA KAU GERAK CEPAT, HUKUMAN BIASA MALAH KABUR ! SEJAK KAPAN KAU TAAT HUKUMAN ?!!!!"

"MAUMU ITU APA HA? AKU MELANGGAR KAU MARAH-MARAH, AKU TAK KABUR KAU MARAH-MARAH JUGA, MAUMU APA???" teriak Haknyeon tak kalah emosi.

Apa maunya???? APA MAUNYA?????? .......... "AKKKHGHH...," Euiwoong membuang payungnya dan mengacak-acak rambutnya sendiri, "AKU TAK TAHU ! PUAS KAU ! AKU TAK TAHU SIALAN !"

Haknyeon terdiam beberapa saat tanpa melepaskan tatapan dari Euiwoong yang frustasi sendiri, "Katakan lebih jelas Ung."

"JELAS APANYA?"Euiwoong membelalak galak khas orang marah, "YANG JELAS AKU TAK SUKA MELIHATMU HUJAN-HUJAN MASIH MELAKUKAN HUKUMAN BODOH INI."

Dengan nafas terengah Euiwoong membiarkan Haknyeon menatap tajam kedua matanya. Jarak wajah mereka cukup dekat hingga Euiwoong bisa melihat bayangannya sendiri di bola mata Haknyeon. Jantungnya memburu setelah ia bicara dengan penuh emosi. Ia tak tahu apa yang terjadi padanya, kenapa dadanya berdenyut sakit?

Let's PlayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang