One [ Keano Alfarenzi ]

14K 583 95
                                    


“Woyy!!” Elzan menepuk bahu Alfa.

Alfa yang hanya diam memandang lembaran kosong pada laptopnya tersentak. Bahkan cowok itu tidak menyadari Elzan yang masuk ke dalam kamarnya.

“Ngapain, sih, lo?” Alfa menatap Elza yang berjalan ke arah tempat tidur Alfa.

“Kalo mau masuk ke kamar orang ketuk pintu dulu, kek.” Lanjutnya.

Elzan memutar bola matanya, “Tadi gue udah panggil lo tapi, lo nggak nyaut. Yaudah, gue langsung masuk aja.”

Elzan. Cowok itu duduk di tepi ranjang, sesaat setelahnya ia menidurkan badan dengan posisi terlentang. Kedua kakinya masih menapak di atas lantai kamar Alfa yang dingin.

Elzan menggerakkan tangannya ke atas dan bawah di ranjang, merasakan sejuknya kamar Alfa.

“Kamar, lo selalu adem. Enak, deh,” ucap Elzan sambil memejamkan mata.

Alfa, cowok itu bergeming tidak memedulikan orang yang kini ada di dalam kamarnya. Cowok yang tanpa diundang dan entah apa tujuannya ada di sini malam-malam seperti sekarang.

Manik mata cokelat gelap cowok itu beralih dari layar laptop ke sebuah pigura kecil yang memperlihatkan foto dirinya dan seorang gadis sedang memakan es krim, lengkap dengan senyum bahagia yang terlihat dikeduanya.

“Alfa!” Elzan memanggil Alfa untuk yang kesekian kalinya. Namun, cowok yang dipanggil tidak bereaksi sedikit pun.

“Alfa, woii!” kesal Elzan melempar guling dari tempat tidur ke arah cowok yang memunggungi dirinya di meja belajar.

Hit,” sorak Elzan saat guling yang dilemparnya tepat mengenai kepala Alfa.

Cowok yang sudah kembali ke alam sadarnya itu menoleh ke belakang, “Paan, sih?” Alfa berujar ketus.

Elzan berdecak, “Kalau, gue ngomong didengerin kenapa.”

“Baperan, lo,” gumam Alfa berbalik seperti semula.

Elzan menghela napas pelan, ia tahu sahabatnya itu tidak sedang baik-baik saja. Terutama sejak kejadian waktu itu.

Dirinya sudah sangat mengenal siapa Alfa, bukan tanpa alasan. Elzan mengenal cowok berambut cokelat itu bukan hanya dua bulan, tiga bulan. Persahabatan keduanya sudah hampir sepuluh tahun.

Elzan berjalan ke arah meja belajar, “Lo, kenapa lagi, sih, Al?”

“Apanya yang kenapa?” Alfa mengerutkan dahinya menatap cowok yang berdiri di sampingnya dengan kedua tangan yang bertumpu pada meja belajar.

“Lo masih mikirin si Kin- ” kalimat Elzan sudah lebih dulu dipotong Alfa sebelum ia selesai bicara.

“Nggak.” Balas Alfa cepat.

Elzan memutar bola matanya, ia kini menyandarkan badannya pada meja belajar. Kedua tangannya ia lipat di bawah dada.

“Gue tahu gimana, lo, Al.” Elzan menolehkan kepala, “Lo nggak bisa bohong sama gue.”

“Berisik, lo.” Alfa mulai mengetikkan sesuatu pada laptopnya.

“Mendingan, lo pulang, udah malem ntar dicariin, mama.” Alfa berucap dengan nada mengejek dilanjutkan kekehan khas cowok itu.

“Kampret, lo,” Elzan menoyor kepala sahabatnya itu, “gue duluan.”

Elzan berjalan ke arah pintu sebelum dirinya pergi, ia kembali memperhatikan cowok yang duduk di balik meja belajar.

“Al,”

Alfa hanya bergumam tanpa ada niatan menolehkan kepalanya.

“Lo, harus belajar lupain dia. Jangan stuck sama semua yang udah terjadi, lo harus buka mata lo,” ucap Elzan.

“Lo harus bangkit, Al. Masih banyak hal lain yang mesti lo perjuangin.” Tambah Elzan sebelum benar-benar keluar dari kamar Alfa.

Jari-jari Alfa yang tadinya bergerak mengetikkan sesuatu di laptopnya seketika berhenti, berusaha mencerna kalimat Elza.

Apa yang diucapkan sahabatnya itu ada benarnya juga, dirinya harus belajar untuk tidak berlarut terlalu dalam dengan apa yang sudah terjadi.

Masih ada hal penting lain dalam hidupnya.

Namun, apakah itu semudah membalikkan lembar buku?

Bukannya setiap halaman buku yang berganti akan ada sesuatu yang baru? Apa sesuatu yang baru itu juga akan berpihak pada Keano Alfarenzi?



*
*
*

Okee, gatau nantinya cerita ini bakal jadi gimana, but ikutin terus ya :)

Jangan lupa vote+commentnya kalo kalian suka bakal dicepetin update :v
Kalo nggak suka yaudah lah, ya :v

See you in the next chapter 💜

[TBS 2] : Brother RivalryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang