✔ Seven

3.7K 311 220
                                    


Wanita anggun itu berdiri lantas mendorong pintu
bercat putih di hadapannya, ia menggelengkan kepalanya melihat seorang cowok yang sedang duduk di lantai beralaskan karpet abu-abu.

Kedua tangan cowok itu memegang stick PS, sedangkan matanya tak beralih dari objek di depannya,  bahkan ia tidak mengetahui jika ada seseorang yang membuka pintu kamarnya.

“Alfarenzi,” wanita itu menjewer telinga kiri cowok yang kerap disapa Alfa.

Alfa memekik. Namun, matanya tak beralih dari layar dua puluh sembilan inch di depannya, “Aww, Ma, sakit.”

Della. Menjauhkan tangannya dari telinga Alfa, “Kamu, ini, ya kerjaannya cuman main game terus!”

Alfa bergeming, ia masih fokus pada video game yang sebentar lagi akan ia menangkan. Della menggelengkan kepalanya, lelah dengan putranya yang satu ini.

Tangan Della terulur merebut stick PS berwarna merah itu dari tangan Alfa, “Alfarenzi,” panggil wanita itu sedikit lebih keras.

Cowok berambut cokelat itu memutar bola matanya malas, “Keano Alfarenzi, Ma,” ucap Alfa menyebutkan nama lengkapnya.

“Gara-gara, Mama, nih, Alfa jadi, kalah, padahal sebentar lagi Alfa menang.” Lanjutnya dengan bibir yang sudah mengerucut.

Della menghembuskan napasnya, “Jadi, kamu salahin, Mama? Kamu mau uang jajannya, Mama potong sebulan?”

“Jangan,” Alfa  menggerakan kedua tangannya memberi gestur melarang, “maaf, deh, Ma. Mama cantik, deh.” Cowok itu tersenyum manis.

Della lagi-lagi menggelengkan kepalanya melihat putranya yang terlihat begitu lucu. Namun, terkadang keras kepala.

“Kamu, dengerin apa yang, Mama bilang tadi nggak, sih? Malah enak-enakan main game di kamar.”

Alfa mengangkat satu alisnya.

“Emangnya apa, Ma?” tanya Alfa yang memang lupa dengan apa yang diucapkan mamanya itu.

“Kamu bukannya disuruh Papa buat belajar bareng Alkha? Dia udah nungguin kamu di bawah, tuh.” Della menaikkan kedua alisnya.

Alfa mendengus, “Alfa nggak mau belajar bareng Alkha, Ma. Alkha suka galak kalo ngajarin Alfa.”

“Nilai kamu menurun, Alfa. Kalau kamu main game terus, nilai kamu nggak bakal naik lagi.”

“Ya, nanti tinggal minta sama ibu guru buat naikin nilai Alfa, Ma, kan,  Papa yang punya sekolahnya. Gampang, kan?” Alfa menaik-turunkan kedua alisnya dengan senyuman di wajahnya.

“Kamu ini, ya, gampang banget ngomongnya. Kalo gitu namanya kamu curang, kamu juga sekarang udah berani bolos, iya?” Della kembali menjewer telinga putranya.

“Ma, sakit, Ma,” pekik Alfa berusaha menjauhkan tangan Della dari telinganya.

Della melepaskan jeweran pada telinga Alfa, “Kalau nilai kamu turun uang bulanan kamu, Mama potong. Kamu juga nggak boleh main game lagi.”

“Nanti PS kamu juga, Mama jual.” Tambah Della.

Alfa mengacak rambutnya, mendengus keras-keras. “Iya-iya, Alfa belajar.”

Cowok itu bangkit dari duduknya, meraih buku yang ada di atas meja belajarnya dan keluar dari kamar.

Alfa menuruni satu per satu anak tangga dengan langkah malas.

Nilainya memang turun, tetapi itu hanya dalam pelajaran matematika saja, sedangkan nilai-nilainya yang lain tidak turun. Setidaknya sudah melebihi KKM sekolahnya.

[TBS 2] : Brother RivalryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang