✔Thirty-eight

1.6K 126 13
                                    

Selda duduk pada salah satu bangku panjang di pinggir lapangan basket. Ia sedikit memiringkan kepalanya, menatap kanvas yang awalnya masih kosong dan kini sudah terdapat sebuah gambaran yang sebentar lagi,  ia selesaikan.

Selda menarik kedua sudut bibirnya, mengukir sebuah senyum sendu. Ia lantas menghela napasnya.

Sudah tiga hari sejak Alfa mengajak Selda ke rooftop, Alfa dan Selda seakan menjaga jarak. Tidak ada komunikasi di antara keduanya bahkan, sekadar berpapasan di sekolah pun, mereka jarang.

Alfa benar-benar seperti menghilang dari kehidupan Selda. Hanya seperti.

Gadis dengan rambut panjang itu mengernyit ketika seseorang menyodorkan es krim cokelat ke arahnya. Selda mengangkat kepala hanya untuk melihat siapa yang kini berdiri di depannya.

Ada sedikit rasa kecewa ketika mengetahui orang di depannya bukanlah orang yang ada di pikiran Selda saat ini.

“Nih,” cowok di depan Selda menggerakkan es krim di tangannya.

“Buat gue?” tanya Selda menunjuk ke arah dirinya sendiri.

Cowok dengan rambut agak pirang itu mengangguk seraya tersenyum.

Tangan Selda terulur menerima es krim tersebut, “Makasih.”

Fino lagi-lagi mengangguk. Ia duduk di sebelah Selda, kepalanya ia miringkan melihat gambar yang baru saja Selda buat.

“Kenapa ceweknya keliatan sedih gitu?” tanya Fino sambil menunjuk ke arah kanvas di pangkuan Selda.

Selda yang sedang membuka plastik bungkus es krim ikut melihat gambarannya sendiri, “Nggak pa-pa,” ucapnya sambil terkekeh.

Fino mengangkat satu alisnya, sesaat setelahnya pandangan cowok itu terarah pada Selda. “Lo sama Alfa gimana?”

Selda baru saja menjilat es krimnya dan sekarang mood-nya untuk makan makanan kesukaannya itu sudah hilang. Selda mengendikkan bahunya, pandangannya kini lurus pada lapangan basket di depannya.

“Lo masih sayang sama Alfa?”

Selda menghela napasnya, “Gue nggak tau.”

Fino mengikuti arah pandangan gadis di sebelahnya. Kedua tangan Fino, ia gunakan untuk bertumpu pada bangku yang ia duduki, “Lo masih sayang sama dia.”

Selda menoleh, “Kata siapa?”

Fino menyunggingkan senyum tipis, “Keliatan dari mata lo.”

“Emang ada yang salah, ya sama mata gue?” tanya Selda ingin tahu.

Terdengar kekehan pelan dari Fino, ia lantas menggeleng pelan. “Alfa juga sayang sama lo.”

Pandangan Selda kembali lurus ke depan, memperhatikan beberapa cowok yang sedang bermain basket siang itu.

“Dia nggak sayang beneran sama gue,” ucap Selda putus asa.

“Jangan buat kesimpulan sendiri.”

Selda lagi-lagi berdecak pelan, “Kalo dia beneran sayang, dia nggak bakal ngelakuin ini semua.”

“Apa yang dia lakuin ke lo?” tanya Fino. Pandangannya tak lepas dari wajah Selda, menunggu penjelasan gadis itu.

Wajah Selda memerah, entah karena udara siang ini yang begitu panas atau mungkin karena Selda menahan untuk tidak menangis.

“Kalo, dia beneran sayang sama gue, dia nggak mungkin nyakitin gue, nggak mungkin buat gue uring-uringan sendiri cuman gara-gara nunggu dia kasih kabar.”

[TBS 2] : Brother RivalryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang