✔Forty-eight

2.4K 107 30
                                    

Seragam basket tanpa lengan berwarna putih dengan corak biru di bagian pinggirnya itu terlihat cocok ketika Alfa mengenakannya. Alfa bersiul nyaring, mematut dirinya di depan cermin, tangannya ia gunakan untuk menyisir jambul kebanggaan cowok itu.

Tak berapa lama, ia keluar dari kamar. Bukannya turun untuk sarapan, tetapi Alfa membelokkan langkahnya menuju kamar Alkha. Cowok itu mendorong pintu di depannya, menyandarkan badan di ambang pintu dengan kedua tangan yang ia lipat di depan dada. Alfa bersiul, memperhatikan Alkha yang duduk pada tepi ranjang sedang mengikat tali sepatunya.

Alkha yang menyadari kedatangan Alfa hanya menatap datar kembarannya itu. Detik berikutnya Alfa berjalan ke arah Alkha lantas duduk di samping kembarannya itu.

“Kalo masuk ke kamar orang ketuk pintu dulu,” ujar Alkha datar.

Alfa mencebikkan bibirnya, “Kayak gue siapa aja.”

“Kalo gue lagi nggak pake baju terus lo masuk gimana coba?” ketus Alkha.

“Ya, gitu,” Alfa tergelak sendiri, sedangkan Alkha sudah mendelik galak.

“Nanti kalo tim gue menang, gue traktir lo,” Alfa memainkan kedua alisnya.

“Traktir apa?” tanya Alkha menatap saudaranya.

“Apa aja.”

***

“Ma, doain semoga tim Alfa menang, ya,” ujar Alfa setelah menelan sarapannya.

“Aamiin,” tutur Della seraya tersenyum.

“Papa nggak mau doain Alfa juga?” tanya Alfa yang kini menatap ke arah Aldric.

“Kamu nggak minta juga Papa udah doain,” ucap Aldric kalem.

“Wiihhh, Papa so sweet, deh!” Seru Alfa sambil tertawa renyah, sementara Aldric sudah menggelengkan kepalanya.

“Berisik lo,” Alkha menepuk lengan Alfa pelan, “ayo, berangkat.”

Alfa menatap Alkha yang kini berdiri dan bersalam dengan kedua orang tuanya, “Alkha, gue kan belum selesai sarapannya.”

“Makanya jangan ngoceh mulu,” ketus Alkha seraya berjalan ke luar.

“Kalo nanti gue kelaperan lo mau tanggung jawab apa?” ucap Alfa sedikit berteriak.

“Alfa jangan teriak-teriak,” Della memperingatkan, “emangnya kamu lagi di hutan apa?”

Alfa memutar bola matanya malas, “Anak Mama, tuh nggak berperikemanusiaan,” Alfa mendramatisir.

“Udah, ah. Alfa berangkat dulu,” cowok itu mendorong kursi yang didudukinya ke belakang lantas menjabat tangan Aldric dan Della bergantian, “Assalamualaikum.”

“Waalaikumsallam,” jawab keduanya hampir bersamaan.

***

Brak!

Alfa menutup pintu mobil keras membuat Alkha yang sedang men-scroll notifikasi pada ponselnya sedikit tersentak.

“Santai, woii,” galak Alkha.

“Apa, sih, lo!” Ketus Alfa tak kalah galak.

Alkha mencubit gemas pipi Alfa, “Pagi-pagi udah sensi aja,” kekeh Alkha.

“Ngapain, sih, lo!” Alfa menjauhkan kepalanya dari tangan Alkha, “Buruan berangkat.”

Tak ada pembicaraan di antara keduanya, hanya suara musik yang memutar lagu milik Keane berjudul Sovereign Light Cafe yang terdengar di dalam mobil. Alkha sibuk menyetir, sementara Alfa sudah senyum-senyum sendiri dengan ponselnya. Ah, bukan dengan ponselnya, tetapi Alfa tersenyum karena sedang bertukar pesan dengan Selda.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[TBS 2] : Brother RivalryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang