✔Thirty-nine

1.9K 146 39
                                    

“Rand, dua lagi,” ucap cowok yang wajahnya sudah memerah pada seorang bartender.

Cowok yang kerap disapa, Randy itu mengangguk patuh dan membuatkan pesanan orang itu. Tidak lebih dari lima menit pesanan cowok itu sudah siap.

“Kemana, aja, lo?” tanya Randy sambil meletakkan dua gelas kecil di depan seorang cowok.

“Gue pikir, lo udah tobat.” Lanjutnya dengan kekehan.

Alfa tersenyum kecil, “Gue sibuk,” ucap Alfa sekenanya.

Suara musik EDM terdengar memenuhi tempat itu, suasana club malam itu tidak terlalu ramai. Entah sudah berapa lama, Alfa tidak datang ke club dan tentu kebiasaannya ini tidak diketahui siapa pun bahkan,  sahabat-sahabatnya dan Alkha tidak tahu soal ini.

Alfa meneguk satu per satu minumannya. Sekilas, Alfa melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Pukul dua lebih tiga puluh menit dini hari dan entah sudah berapa lama, Alfa duduk di meja yang sudah ia pesan itu.

Kepala Alfa terasa pening, wajah cowok itu juga mulai terlihat memerah.

Tiba-tiba ingatannya tentang Selda dan Alkha berputar bergantian di kepalanya, membuat Alfa bertambah pusing memikirkan hal itu. Alfa berdecak.

“Rand, satu lagi,” ucap Alfa dengan suara seraknya.

Randy menoleh ke sumber suara, memperhatikan Alfa yang sudah terlihat mabuk berat. Randy menggelengkan kepalanya.

“Lo udah hangover, Fa mending udahan,” ujar cowok yang lebih tua dua tahun dari Alfa.

Alfa lagi-lagi berdecak, “Cepet,” gumamnya sambil menelengkupkan wajah ke meja bar.

Randy hanya bisa menghembuskan napas, ia sangat tahu bagaimana Alfa,  padahal mereka baru saling kenal satu tahun belakangan ini. Akan tetapi, Randy sudah menganggap Alfa sebagai adiknya sendiri.

“Lo ada masalah apa sih, Fa?” lirih Randy, ia tahu jika Alfa seperti ini pasti cowok itu sedang banyak masalah.

“Rand, buruan.” Celetuk Alfa sambil mengangkat kepalanya.

“Lo ada masalah apa lagi?” tanya Randy tidak memedulikan ucapan Alfa sebelumnya.

Alfa hanya menggelengkan kepala, matanya benar-benar terasa berat saat ini.

“Lo jarang ke sini, sekalinya dateng lagi, lo malah kayak gini.” Randy menghela napas. “Lo masih muda jangan kebanyakan minum.”

Hanya gumaman tidak jelas yang keluar dari mulut Alfa, sebelum cowok itu kembali menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan.

“Fa, bangun.” Randy mengguncang badan Alfa yang sudah hampir satu jam tertidur di meja bar.

Lagi. Alfa hanya bergumam tak jelas, kepalanya masih terasa pening, wajah cowok itu juga semakin memerah.

Randy memelototkan mata saat tangannya menyentuh badan Alfa yang dibalut jaket terasa panas, padahal suasana di club sejuk karena memakai pendingin ruangan.

“Fa, lo demam,” ucap Randy.

Alfa mengangkat kepalanya, ia tidak membalas ucapan Randy. Tangan Alfa merogoh saku celanannya, mengeluarkan beberapa uang seratus ribuan dan meletakkannya ke atas meja bar.

“Gue, balik.” Pamit Alfa berusaha bangun dari duduknya.

“Lo hangover sama demam,” Randy menjeda kalimatnya beberapa detik, “lo yakin bisa pulang sendiri? Kalo eng-”

“Bisa,” potong Alfa lantas keluar dari club dengan langkah gontai.

***

[TBS 2] : Brother RivalryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang