✔Thirty-three

1.8K 179 78
                                    

“Baru pulang?”

Alfa menolehkan kepalanya, merasa pertanyaan Aldric tertuju padanya.

Alfa berjalan mendekat ke ruang tengah, dimana papa dan mamanya sedang menonton satu acara di televisi lantas mendudukkan badannya di sofa.

Sekilas Alfa melirik arloji hitam yang melingkar di tangan kirinya, “Kayaknya, sih gitu, Pa.” Jawab Alfa enteng.

Della menggelengkan kepalanya pelan, “Dari mana kamu?” tanyanya lembut.

“Dari kafe Fino,” Alfa kembali memakan cokelat pasta di tangannya.

“Alfa, habis manggung, Ma,” ucapnya dengan kekehan lucu.

“Emang, kamu bisa nyanyi?” Aldric bertanya. Namun, matanya terfokus pada layar plasma yang menampilkan sebuah acara.

“Kok, Papa kayak ngeremehin Alfa, sih.” Alfa memincingkan matanya.

“Cuma tanya.” Jawab Aldric cepat.

“Yee, jangan ngambek, dong, Pa. Ntar tambah tua, lho.” Ledek Alfa yang langsung dihadiahi jeweran Della yang duduk bersebelahan dengan dirinya.

“Kamu itu yang sopan sama orang tua.”

“Aaww, iya, Ma, iya.” Alfa mengusap telinga yang sudah menjadi korban jeweran mamanya.

“Kamu, itu bisa gunain waktu luang kamu buat hal-hal yang berguna atau enggak, sih, Alfa?” tanya Aldric sabar.

“Ini lagi Alfa gunain, Pa.” Balas Alfa sambil menghabiskan cokelat pastanya.

“Gunain buat main-main, iya?” Aldric kini menatap Alfa, “Tiap malem keluyuran, main band-band. Emang masa depan kamu ditentuin dengan seberapa sering kamu pulang malem?”

Alfa berdecak, “Alfa, itu udah gede, Pa. Kenapa, sih, Papa selalu anggap Alfa kayak anak kecil?”

“Papa, nggak anggap kamu anak kecil, Alfa. Papa, cuman mau kamu nggak menyesal nantinya.”

“Alfa tau apa yang Alfa lakuin, Pa.”

Alfa bangkit dari duduknya tidak ingin berargumen dengan papanya lebih lama lagi.

“Mas,” tegur Della ketika Alfa sudah menaiki tangga.

“Aku mau dia jadi, anak yang berguna nantinya.”

Aldric menjelaskan lantas ikut meninggalkan ruangan itu, sementara Della hanya menghela napas. Lelah melihat suami dan anaknya yang sering berdebat seperti tadi.

Aldric yang selalu menentang apa yang dilakukan putranya dan, Alfa yang selalu tidak ingin diatur atau lebih tepatnya, tidak ingin orang lain menentang apa yang, ia sukai.

***


Alfa mendorong pintu hitam mengkilap di depannya, tentu saja bukan pintu kamarnya sebab pintu kamar Alfa berwarna putih.

Ia melepas kemeja bergarisnya,  menyisakan kaus hitam polos yang membalut badannya kemudian, menyampirkannya pada kursi yang ada di dalam kamar tersebut.

“Ngapain, lo ke sini?” suara yang terdengar datar itu memenuhi ruangan.

Yang ditanya hanya mengendikkan bahunya sebagai respon. Ia lantas masuk ke dalam kamar mandi, mencuci wajahnya agar terlihat lebih segar.

Tak lama, ia kembali. Memperhatikan cowok yang sedang menatap fokus layar handphone di atas ranjang. Alfa berjalan mendekat, membanting tubuhnya di dekat Alkha.

“Lo kenapa, sih?” tanya Alkha yang tidak mengerti kenapa Alfa masuk ke dalam kamarnya.

Bukan hal yang aneh sebenarnya. Alfa memang sering masuk ke sini dan menganggu Alkha dan dapat dipastikan, Alkha akan mengusir Alfa. Akan tetapi, untuk kali ini tidak. Alkha tidak menyuruh Alfa untuk keluar.

[TBS 2] : Brother RivalryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang