✔Forty

1.9K 124 34
                                    


Tiinn....

Gadis itu sedari tadi berjalan dengan kepala menunduk hingga membuatnya hampir tertabrak dari belakang karena, ia tidak menyadari dirinya berjalan di tengah jalan, terlonjak kaget.

Jika tidak memiliki keseimbangan yang baik mungkin, Selda sudah terjatuh saking terkejutnya, ia memejamkan matanya rapat sambil memegang tali tasnya kuat-kuat.

Cowok itu melepas helm yang ia kenakan, menatap gadis yang berjarak satu meter di depannya, “Lo kalo jalan yang bener, dong!” ujar cowok yang masih duduk di motornya.

Selda membuka matanya seraya menghembuskan napas lega, ia berbalik, “Sorry, gue lagi nggak fokus.”

“Selda?” kerutan di dahi cowok itu terlihat, ia meminggirkan motornya lantas menghampiri Selda.

Sorry, gue hampir nabrak lo. Abis, lo jalannya-”

“Iya, nggak pa-pa. Salah gue juga jalannya nggak liat ke depan.” Potong Selda, memperlihatkan senyumannya.

“Lo baik-baik aja?” tanya Fino menyadari raut wajah Selda yang terlihat murung.

Selda menggerutkan dahinya sesaat, “Just, Fine.”

Fino tidak percaya begitu saja, jelas Fino bisa melihat jika Selda tidak sedang baik-baik saja.

Dasar cewek selalu jawabnya nggak pa-pa.

“Lo pulang sendiri?”

Selda mengangguk, membenarkan, “Iya.”

“Ikut gue, yuk.” Ajak Fino.

“Kemana?”

“Ikut aja,” Fino berjalan menuju motornya. “Ayo, naik.” Fino menepuk jok belakang motornya.

***

“Sekarang teriak,” ucap Fino pada Selda saat keduanya sampai ke tempat dimana Fino membawa Selda.

Selda menautkan kedua alisnya, ia menatap Fino, tidak mengerti kenapa cowok itu memintanya untuk berteriak.

“Ngapain gue disuruh teriak?”

“Lo lagi ada masalah, iya kan?”

Selda membuang pandangannya ke objek lain, ia terlihat menggeleng samar. Fino yang sedari tadi memperhatikan gadis di sampingnya lantas tersenyum tipis.

“Lo nggak boleh bohongin diri lo sendiri, Sel.”

Keduanya sekarang ada di sebuah perbukitan kecil. Fino lantas berjalan dua langkah ke depan, matanya menatap hamparan ilalang yang bergerak pelan tertiup angin sore itu. Selda berjalan, mensejajarkan dirinya dengan Fino.

Fino menolehkan kepalanya ke kiri, memperhatikan Selda yang sedang menatap lurus ke depan.

“Coba, deh teriak. Lepasin beban lo,” Fino merentangkan kedua tangannya, matanya terpejam merasakan semilir angin yang mengusap lembut wajahnya, “pasti rasanya lega.”

Sesaat setelahnya, mata Fino kembali terbuka lantas tersenyum kepada Selda. Gadis dengan rambut yang dibiarkan terurai itu menarik napasnya lantas menghembuskannya dengan sekali hentakan.

Ia menurut. Untuk beberapa saat matanya kembali menatap hamparan ilalang lantas terpejam rapat bersamaan dengan teriakan yang keluar dari mulut Selda.

“AAAAAAAAA,” Selda menghembuskan napas lega seraya menyunggingkan seulas senyum di wajahnya.

Fino ikut menarik lengkungan bibirnya ketika melihat Selda tersenyum lega, “Feel better, isn’it?

Selda mengangguk tegas, “Thanks.”

[TBS 2] : Brother RivalryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang