✔Twenty-eight

2.2K 194 48
                                    


Alfa mengguncang pelan milkshake rasa tiramisunya, senyum sumringah tercetak di wajah manisnya ketika melihat gadis yang duduk pada bangku di pojok kantin.

Alfa melangkahkan kakinya menuju tempat itu, mengabaikan tatapan dan pekikan tertahan dari para siswi yang melihat ke arahnya.

“Hai,” sapa Alfa mendudukkan badannya di depan gadis itu.

Dua gadis yang sedang menyantap siomay mereka mendongak, melihat Alfa yang sedang tersenyum.

“Ngapain, lo di sini?” Rara memincingkan matanya.

“Lo punya mata, kan?” Alfa memperhatikan gadis yang mengajaknya bicara.

Rara berdecak, “Lo ngapain duduk di sini?” Rara menunjuk salah satu bangku dimana biasa ditempati lima cowok dan bangku yang selalu menjadi pusat perhatian di kantin, “biasanya kan, lo duduk di sana.”

“Suka-suka gue mau duduk dimana.” Alfa memincingkan mata, “Emang ini kantin punya nenek moyang lo?”

Alfa menggerakkan tangannya, mengusir, “Huss, minggir.”

Rara berdecak kesal, bangkit dari tempat duduknya dan memilih pindah di bangku seberangnya yang kosong. Setidaknya, ia bisa mengisi perutnya yang keroncongan tanpa harus berargumen dengan Alfa.

“Nggak sopan tau,” Selda membuka pembicaraan.

“Kalau nggak diusir, nanti dia ganggu.” Alfa terkekeh, kembali menyeruput milkshake yang tersisa setengah.

“Ganggu?”

Alfa mengangguk, ia lantas terkekeh melihat ekspresi gadis di hadapannya,  “Habisin makannya keburu masuk.”

“Lo nggak pesen makanan?” tanya Selda yang menyadari Alfa tidak membawa makanan.

“Nggak.”

“Lo mau?” Selda memajukkan piring siomay yang masih terlihat penuh.

Alfa menggeleng sambil tersenyum, “Gue nggak laper.”

Selda mengangguk, menarik kembali piringnya lantas menyendok siomay di piring dan memasukkannya ke mulut dengan canggung karena pasalnya, Alfa sedari tadi memperhatikan Selda yang sedang makan.

Ditambah lagi, Alfa yang tersenyum membuat Selda menjadi malu diperhatikan seperti sekarang.

“Lo kepedesan?” tanya Alfa yang melihat wajah Selda memerah atau lebih tepatnya pipi Selda yang merah.

“Enggak.” Selda menggeleng.

“Tapi, pipi lo merah,” Alfa menunjuk pipi Selda, “mau gue beliin minum?”

Selda sontak menangkupkan telapak tangan pada pipinya sendiri, “Jangan liatin pipi gue terus.” Ketus Selda.

Alfa mengangkat satu alisnya, “Emang kenapa?”

Selda terdiam. Tidak mungkin juga dia mengatakan jika tatapan Alfa membuat Selda grogi. Bisa-bisa, Alfa akan mengejek Selda habis-habisan kalau Selda mengatakan hal itu.

“Yang pentingkan gue nggak liatin yang lain.” Alfa tersenyum jahil, dan itu membuat Selda memelototkan matanya.

“Alfa!”

Alfa tergelak melihat wajah Selda yang semakin memerah, “Kenapa, sih? Gue bener kan?”

“Terserah.” Ketus Selda.

“Kok, terserah, sih?”

“Terserah gue lah mau ngomong apa.” Sewot Selda.

Gadis dengan rambut yang dibiarkan terurai itu memasukkan siomay ke dalam mulutnya dengan kesal. Alfa sedari tadi mengawasi gadis di hadapannya, ia lagi-lagi terkekeh melihat wajah kesal Selda.

[TBS 2] : Brother RivalryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang