Sepulang dari kantor pemerintah kemarin Erry mengumpulkan timnya dan berdiskusi, juga pasal nama tim sesuai usul Brandon yang mereka setujui. Mendengar penuturan Erry, anggota timnya juga nampak takut dan khawatir. Mereka pun mengatur janji untuk datang lagi ke kantor besok untuk memeriksa perlengkapan misi.
UniCheck mendadak sibuk dengan sekali lagi percobaan meretas mereka, BO sibuk menyusun ulang persenjataan untuk Intrepid-79, sementara FO dan GA tetap pada keperluan mereka masing-masing. Erry dan timnya pertama pergi ke kantor BO untuk memeriksa senjata yang akan mereka bawa.
"Kalian sedang membuat apa ini?" tanya Erry pada sekumpulan anggota BO yang tengah sibuk.
Salah seorang dari mereka menjawab. "Kami buatkan dua Rain-50. Sudah jadi satu, ini satunya."
"Oh, begitu. Biar kubantu."
Angen, Gwen, Paul, dan Davos pun turut membantu, tetapi tidak dengan Ivy. Ia hanya di sana sambil mengobrol dengan teman-temannya. Mengetahui hal itu Erry dan Angen yang berada tak jauh saling pandang, lalu setuju untuk menghampirinya.
Obrolan mereka mendadak berhenti ketika Erry dan Angen menghampiri. "Kau tak membantu?" tanya Erry.
"Buat apa?" sahut Ivy sambil tersenyum miring.
Erry menautkan alis.
"Bukankah seharusnya kita istirahat—atau apa? Kita yang akan pergi, dan mereka yang menyiapkan senjata untuk kita."
"Dan seharusnya kau bantu mereka. Kau pikir kau bisa pergi ke sana sendiri tanpa senjata dari mereka?"
Ivy diam. "Kenapa kau jadi memedulikanku, Ketua?"
Angen menahan lengan Erry. "Kita bisa ajukan komplain untuk menggantinya dengan orang lain. Jangan susah payah menasihati orang yang sudah tinggi."
Ivy melirik Angen waspada. Ia ingin ikut misi, tentu saja. Setidaknya biar namanya semakin terkenal dan lebih banyak orang yang menyukainya.
"Sudahlah ayo." Angen menarik lengan Erry pergi.
Setelah dirasa cukup memeriksa persenjataan mereka pun beralih ke garasi milik BO dimana pesawat mereka dibuat. Ada Brandon dan Weathershield di sana. Erry dan tim menghampiri mereka.
"Halo, anak-anak!" sapa Weathershield ramah. "Bagaimana persenjataan di sana? Sudah memeriksanya?"
Mereka mengangguk. "Sudah, Profesor. Ternyata mereka membuat dua senjata kombo, ya?" tutur Erry.
"Aku sengaja meminta mereka menyiapkan dua. Sebagai jaga-jaga kalau kalian perlu berpencar."
"Saya belum terpikir sampai ke sana. Tetapi terima kasih." Erry mengulas senyum.
"Oke, ada yang mau ke sana?" Davos menunjuk segerombol anggota BO yang sedang mereparasi satu bagian pesawat. Ia dan keempat anggota lain pergi, meninggalkan Erry bersama dua profesor di sana.
"Kami sungguh akan berangkat besok?" bisik Erry pada Brandon. Pria itu mengangguk singkat.
"Aku ... tidak siap."
Brandon menoleh. "Kau harus siap."
"Aku takut."
"Kau harus menjadi penyemangat mereka."
"Kenapa aku yang jadi ketua? Ada tiga pria, kenapa harus aku?"
"PM sudah bilang kemarin. Kau dinilai yang paling kompeten."
"Terkadang aku tidak percaya diri dalam beberapa hal."
"Kau harus percaya diri kali ini." Brandon memberi penekanan pada kata 'harus'.
Erry diam memainkan jarinya.
≈≈≈≈≈
Erry sedang menyendiri, masih di kantor BO. Ia duduk di pijakan jalan berupa jembatan di tepi kolam sambil memikirkan segala hal. Ia memikirkan orang tuanya, tubuh lamanya, Venus, dan keberhasilan misi. Semuanya seakan berjalan terlalu cepat. Ia belum siap menerima kehilangan lagi.
Ivy datang dan duduk di sebelahnya. Gadis itu menyerahkan susu kotak yang masih tersegel pada Erry. Hanya untuk memastikan setidaknya ia tidak diracuni.
"Terima kasih," ucapnya. Walau ia tidak pernah lapar, tapi sejak semalam ia tidak memiliki nafsu makan. Untuk menghargai Ivy ia membuka kotak susu tersebut, lalu meminumnya.
"Jadi kita berangkat besok?" ujarnya.
"M-hm," sahut Erry setengah malas.
"Kenapa cepat sekali?"
"Aku juga berpikir begitu. Maksudku, kita baru saja selesai simulasi terakhir."
"Lebih baik kita pikirkan strategi agar bisa cepat mengambil dokumen itu dan pulang."
"Kurasa tidak. Ya, kita tidak tahu apa yang kita hadapi. Aku sendiri juga tidak tahu Venus itu seperti apa."
Ivy terdiam.
"Aku juga ingin segera pulang." Erry menenggak susunya lagi.
"Kenapa kau yang jadi ketua?" tanya Ivy. Erry melirik tajam.
"Ada Angen. Dia satu peringkat di bawahmu." Ivy meremas kotak susunya yang sudah habis. "Bukankah ketua seharusnya pria?"
"Kau merendahkan Prof. Lischence?" sahut Erry segera.
"Itu beda cerita. Wanita itu kan sudah profesional."
"Memangnya dulu ia tak butuh belajar?"
Ivy mendecih. "Kau menyombongkan diri?"
"Apa aku terlihat begitu?"
"Santai saja."
Erry menghabiskan minumannya dan segera membuang kotaknya. "Kau mau jadi ketua?" tanyanya.
Ivy melirik. "Tidak, terima kasih."
"Atau kau mau kuganti dengan orang lain?"
"Silakan cari yang lebih baik dariku. Kutantang kau."
Mereka diam. Apa-apaan ini? Erry sedang tidak ingin berdebat.
"Kuharap kau bisa membawa kami pulang, Kapten." Ivy menyeringai lalu pergi.
≈≈≈≈≈
KAMU SEDANG MEMBACA
INTREPID [FINISHED]
Science FictionBadai hari itu memporakporandakan Gaia-79. Ernest harus kehilangan orang tuanya dan mengalami sakit parah sebelum akhirnya SI membawanya. SI memberi dan melatih tubuh baru Ernest, berupa AI yang dirancang semirip mungkin dengan wajah lamanya. Hingga...