There come a time .
When we hear a certain call.
There people dying and its time to lend a hand to life.
There greatest gift of all.
We can't go on pretending day by day.
That someone, some where will soon make a change.
We are all a part of God's great big family.
And the truth you know.
Love is all we need.
So let's start giving.
Send them your heart so they'll know that.
And the lives will be stronger and free.
As God has shown us by turning stones to bread.***
Awalnya Olivia merasa ragu untuk mengatakan permasalahan yang tengah ia hadapi mengenai pasien- pasiennya kepada pangeran Edward. Ia merasa sangat lancang, mengingat posisinya yang masih baru di rumah sakit Royal London hospital.
Namun, direktur rumah sakit itu memberi izin kepada Olivia untuk melakukan hal itu. Ia malah sangat bangga karena rumah sakit Royal London Hospital memiliki seorang dokter seperti Olivia.
Hal itu tentu saja membuat Olivia semakin bersemangat untuk mengatakan apa yang terjadi di Divisi Pediatric Oncology kepada Prince Edward.
Rombongan pangeran Edward dan beberapa anggota eksekutif rumah sakit berkumpul disebuah ruangan aula yang berukuran sedang. Di tengah-tengah aula itu terdapat sebuah meja berbentuk leter u lengkap dengan office chair, khas ruang pertemuan.
Biasanya ruangan ini digunakan oleh divisi pediatric nurse untuk meeting bulanan.
Prince Edward dan Mr. Patrick selaku direktur rumah sakit duduk disisi yang langsung menghadap ke depan. Olivia duduk disisi sebelah kiri Prince Edward.
"Silahkan dr. Olivia . Apa permasalahan serius yang tengah dialami oleh pasien, seperti yang kau katakan tadi ?"Edward langsung bertanya to the point tanpa basa-basi. Laki-laki itu menumpukan kedua tangannya di atas dagu.
"Terimakasih yang mulia, sebelumnya aku ingin minta maaf atas kelancanganku ini." Wanita bermata biru itu menarik nafas sebelum memulai kata-katanya. Ia benar- benar sangat gugup saat ini.
"Itu bukan masalah." Muka datar yang diperlihatkan Edward berbanding terbalik dengan kata katanya.
Olivia kembali melanjutkan ucapan nya yang menggantung, "kemarin beberapa orang tua Pasien memintaku untuk memulangkan anak-anak mereka," ucap Olivia lagi sambik menggigit bibirnya. Ia mulai merasa ragu untuk melanjutkan kata katanya tapi bayangan wajah Katty sekarat, serta beberapa orang pasien Olivia yang lainnya, membuat rasa gugup itu terkikis habis.
Prince Edward menatap Olivia lama menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya. Tatapan itu seolah menghilangkan keraguan Olivia. Tatapan yang membuat Olivia yakin kalau pria di depannya adalah orang baik.
"Awalnya aku sedikit terkejut, dengan permintaan orang tua pasien itu. Tentu saja hal itu langsung aku tolak dengan alasan bahwa anak-anak mereka masih memerlukan perawatan intensif ," suara Olivia terdengar melemah.
Olivia menarik nafas dalam sebelum melanjutkan kata-katanya lagi. "Anda tahu yang mulia? tujuh puluh persen penderita kanker akan berakhir dengan kematian." Pandangan mata biru wanita itu tampak kosong. Sesaat Ia terdiam.
"Ketika kau di diagnosa menderita kanker stadium lanjut hal pertama yang harus kau persiapkan adalah menghadapi kematian, " suara Olivia parau. Mata biru saphire miliknya mulai berkaca kaca. Ia merasakan sesak yang teramat sangat di rongga dadanya.
"Anak anak itu, mereka masih bersedia memberikan senyum terbaiknya tanpa ada yang tahu, bisa jadi besok jantung mereka tidak berdetak lagi."
Edward masih tetap tidak bergeming menatap Olivia. Ia mencerna setiap ucapn gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown
RomanceCERITA INI MURNI HASIL IMAJINASI PENULIS. SAY NO TO PLAGIAT!!! Olivia Anderson Stuart , 24 th Ia sering di panggil Lady Olivia Cheester. Terlahir sebagai anak tunggal dari pasangan bangsawan dan pengusaha Inggris Earl of Cheester Robert...