"Hanya pertemuan, kan?"
"Ya."
"Lalu?"
"Ada dua hal yang perlu kamu ketahui. Pertama, kamu akan menyukai Tante Ratna. Ia figur seorang ibu. Salah satu yang terbaik kurasa. Hangat, perhatian, peduli. Ketika ia bicara, kamu akan sepenuhnya mendengarkannya."
"Dan yang kedua?"
"Bagaimana jika ia membaca tentang kita?"
Ya, masih hal yang sama lagi. Hatiku tak bisa lepas dari segala tentangku dan Iris. Perasaan ini sudah salah sejak awal. Kami sama-sama tahu itu. Dan sekarang, rasanya kami seperti dinaungi kekhawatiran. Entah hal itu akan terjadi atau tidak. Rasanya bagiku sama saja. Seperti dikejar-kejar bayangan sendiri. Yang mengikuti kemana pun pergi. Yang mengintai di belakang dan siap menerkam kapanpun ia mau.
"Aku akan ikut denganmu ke sana. Selama kita bersama, tak perlu ada yang dikhawatirkan."
"Kita akan memastikan semuanya berjalan dengan baik."
Iris mengangguk, menenangkanku.
Dan pertemuan pun terjadwal dalam sebuah makan malam. Tante Ratna sudah lebih menghubungiku untuk menanyakan makanan kesukaan Iris. Kukatakan, ia menyukai apa yang kusukai. Namun rasanya, hal itu belumlah cukup bagi seorang Tante Ratna. Terlebih, setelah ia mengetahui kalau putri semata wayangnya mengenal Iris cukup baik sekarang ini.
Iris terkejut dengan jamuan yang disiapkannya. Sambil menarik kursi dan duduk di sebelahku, ia mendekatkan wajah dan berbisik di tepi telingaku.
"Mathar, kita nggak harus menghabiskan semuanya, kan?"
"Di sini, sudah biasa seperti itu. Pilihlah apa yang kamu suka. Dan puji masakannya. Tante Ratna akan menyukai sikapmu yang manis," balasku.
Kameela yang baru muncul dari dapur, meletakkan piring-piring keramik berwarna biru pucat di hadapan kami satu persatu. "Mama sudah nggak sabar mau ketemu kamu." Ia memberi tahu Iris. Seolah duta besar yang jadi tamu kenegaraan. Sedangkan aku semakin merasa tak enak dengan semua perlakuan yang diberikan.
"Kita sudah bisa mulai?" tanya Tante Ratna setelah aku selesai dengan bisik-bisikku. "Iris mau Tante siapkan apa?" Ia menawarkan dengan lembut.
Sejenak kulihat Iris tak enak hati dan hendak mengambil sendiri makanan yang ia inginkan. Namun, aku sudah memberi tahunya, bahwa bahasa kasih perempuan paruh baya ini adalah sebuah pelayanan. Jangan heran dengan segala yang ingin ia lakukan. Jadi, Iris mengiyakan tawaran tersebut sebelum tiba giliran bagiku.
"Kamu tahu nggak, dari sebelum Tante ketemu hari ini, Tante sudah dengar cerita tentang kamu." Tante Ratna memulai percakapan makan malam kami.
"Oh ya?"" Iris merespon.
Tante Ratna manggut-manggut sambil menuang nasi untuk dirinya sendiri.
"Semoga yang didengar cerita baik semua ya," tambah Iris, dengan seringai senyum yang menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Tanpa Pelangi (TAMAT)
RomanceDengan berbekal surat wasiat mendiang sang Ibu dan selembar foto yang sudah usang, Iris terbang ke Jakarta mencari Mathar, kakak kandungnya dari hasil pernikahan sang Ibu dengan seorang lelaki bernama Anan. Pencarian tersebut berujung pada perkenala...