06 (REVISI)

6.8K 419 4
                                    

Andri terbangun dari tidurnya. Badannya sedikit sakit karena tidur sambil duduk namun entah kenapa tidurnya terasa sangat nyaman bahkan sebelumnya ia tidak pernah tertidur senyenyak ini. Sungguh kejadian yang sangat langka.

"Kakak, sudah bangun?" tanya Aisyah menutup buku yang lagi dibacanya. Ia kemudian berdiri dan merenggangkan semua otot tubuhnya yang lelah karena tidak bergerak selama berjam-jam. Ditambah, untuk menutupi pipinya yang pasti memerah luar biasa. Jantungnya bahkan masih berdetak luar biasa saat ini.

"Kamu sedang apa?" tanya Andri bingung dengan yang Aisyah lakukan sekarang.

"Pe.. peregangan, badanku kaku semua." balas Aisyah terkekeh.

Andri mengamati "Kok bisa?" tanyanya lagi.

"Ka... kakak jadikan bantal dadakan." Serunya gugup. Keadaan menjadi canggung, Andri pun tidak menunjukkan ekspresi berlebih dan hanya berwajah biasa namun hatinya jadi berdetak lebih cepat. "Aaaah, a... aku lapar sekali. Kakak belum makan juga kan? Ayo makan." Seru Aisyah sambil melarikan diri. Ia memegangi pipinya. Jujur saja, Aisyah bahkan sama sekali tidak membaca bukunya dan hanya terdiam dengan hati yang tidak karuan. Ia malu karena mengamati Andri secara diam-diam.

Andri tidak segera menyusul walaupun perutnya pun kelaparan. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Dalam hatinya, Andri berharap tidak mengigau tidak jelas atau pun sampai ileran. Jangan sampai. Benar-benar hal yang tidak boleh terjadi. Andri keluar dari ruang baca dan menyusul Aisyah ke dapur. Gadis itu sudah duduk manis. Ada jejak basah di sekitar jilbabnya, sepertinya baru saja basuh muka.

Aisyah tersenyum. Setelah membasuh muka, dirinya kembali ke keadaan normal. Ia menyiapkan nasi dan juga lauk ke piring Andri secara normal, suasana canggung pun kian mencair. Aisyah berbicara satu dua hal, ia menceritakan kesehariannya di panti atau pun pekerjaannya di perpustakaan daerah. Ia bahkan memuji ruang baca yang ada disini.

"Sepertinya kamu suka baca," Aisyah mengangguk dengan semangat. "Bawa saja beberapa buku untuk dibaca."

"Boleh kak?"

"Itu punyaku, jadi nggak masalah."

Aisyah terpukau. "Itu semua koleksi kakak. Keren." Puji Aisyah tulus. "Kakak sudah baca semuanya?"

Andri memegang belakang kepalanya, sedikit malu karena dipuji Aisyah. "Belum semua. Cuma yang aku butuhkan buat referensi yang sudah aku baca." Aisyah mengangguk. Ia kemudian tidak bertanya lagi dan melanjutkan makannya. Andri pun tidak repot. Namun, dipandangan Aisyah sekarang, pendapatnya tentang Andri sedikit berubah. Ia senang.

***

"Bunda, kita sewa saja, ya?" kata Aisyah sembari mengembalikan baju kebaya putih yang Sinta sondorkan. Dirinya merasa tidak nyaman karena Sinta memaksanya membeli beberapa baju pernikahan yang Aisyah tahu harganya sama sekali tidak murah.

"Nggak bisa Aisyah. Ini pernikahan sekali seumur hidup loh, masa kamu nggak mau menyimpan baju pernikahanmu untuk kenang-kenangan." tolak Sinta, mengembalikan baju yang dipegangnya ketangan Aisyah.

"Tapi ini harganya pasti mahal, bunda." Bisiknya karena tidak mau menyinggung pemilik butiknya. "Aku nggak mau ngerepotin, bunda."

Sinta keras kepala, ia sama sekali tidak menanggapi keluhan Aisyah. "Kamu pakai dulu." tambah Sinta, mendorong masuk Aisyah ke ruang ganti. Para pegawai di butik itu segera membantu Aisyah mengenakan kebaya putihnya.

"Jilbabnya mau dilepas atau nggak, mbak?" salah satu pegawai bertanya.

Aisyah menggeleng. "Tetap dipakai, mbak." Ujarnya lembut.

"Baiklah." Balas pegawai itu sopan dan kemudian mereka pun mulai membantu Aisyah memakai kebaya.

Sinta mengajak Aisyah dan Andri untuk mencari baju pernikahan hari ini, mengingat pernikahan mereka yang akan terlaksana sebentar lagi. Walaupun semua persiapan sudah Andri siapkan jauh-jauh hari tetap saja mereka belum membeli baju pernikahan dan Sinta kesal dengan anak dan calon menantunya ini yang sangat sulit untuk diajak pergi ke butik.

Cintamu Surgaku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang