03 (REVISI)

7.9K 506 4
                                    

"Assalamualaikum, bunda," Bunda Yeti membalas salam Andri sambil membuka pintu. Ia tersenyum menatap Andri yang sudah berpakaian rapi, tidak terlalu formal. "Saya ingin menjemput Aisyah," sapa Andri sambil mencium tangan Bunda Yeti. Ia tersenyum hangat saat mengatakan itu.

Bunda Yeti mempersilahkan Andri masuk. "Tunggu sebentar, ya. Bunda panggilkan Aisyah dulu." Ujarnya sebelum pergi ke dalam. Meninggalkan Andri dengan seseduh teh di meja.

Satu menit. Lima menit. Andri melirik jam tangannya, ia sudah cukup lama menunggu disini tapi gadis itu belum kelihatan batang hidungnya. Andri mendengus kesal, ia sudah lelah menunggu. Bahkan teh yang sebelumnya hangat sudah dingin karena terlalu lama dibiarkan.

Andri berjalan ke kamar Aisyah dan mendengar gadis itu mengeluh "Bunda, aku nggak mau keluar," rengek Aisyah. "Aku mungkin berubah pikiran. Ah, aku ragu dengan pilihanku, bunda."

Aisyah memeluk Bunda Yeti. Kepala Aisyah diusap lembut. Tangan Bunda Yeti tidak selembut saat ia masih muda, banyak kapalan ditelapak tangannya, ada kerutan di sekitar mata. Bunda Yeti sudah tidak semuda dan secantik dulu namun kehangatan dan kelembutannya membuat Aisyah tenang. Andri yang awalnya ingin memanggil Aisyah mengurungkan niatnya dan kembali ke ruang tamu, memberikan waktu bagi mereka.

"Apa yang membuatmu ragu, Aisyah?" Bunda Yeti membuka pembicaraan.

"Aisyah, khawatir. Bagaimana kalau Aisyah salah pilih dan ternyata setelah menikah kehidupan Aisyah berakhir buruk? Bagaimana jika, Kak Andri ternyata pria yang kasar dan berpura-pura baik? Bagaimana..." Aisyah menghentikan ucapannya, hatinya kembali gelisah. Setetes air mata jatuh.

Bunda Yeti terdiam beberapa saat sebelum menjawab dengan suaranya yang tenang. "Apa yang pernah bunda ajarkan, Syah?"

"Jangan pernah jadi orang yang peragu. Kita harus yakin dengan pilihan kita dan jika perasaan ragu itu masih ada maka serahkan kepada Allah SWT."

"Benar," Bunda Yeti merenggangkan pelukannya dan tersenyum. "Sekarang, kamu cukup meminta pertolongan kepada Allah SWT. Bahwa, apa pun pilihanmu, itu nggak akan berakhir seperti yang kamu khawatirkan. Percayalah pada dirimu sendiri dan Allah SWT."

Aisyah tersenyum. Dalam hatinya ia membenarkan perkataan Bunda Yeti. Ini pilihannya. Aisyah harus bertanggung jawab untuk itu. Jangan jadi peragu dan khawatir dengan sesuatu yang belum terjadi. Allah SWT tidak pernah tidur dan pasti akan membantu kaumnya yang mengalami kesulitan. Aisyah menghela napas sebelum akhirnya keluar kamar dan menemui Andri di ruang tamu.

Pria itu tampak tenang, ia hanya tersenyum pada Bunda Yeti yang meminta maaf karena sudah membuatnya menunggu terlalu lama. Aisyah pun di belakang Bunda Yeti juga meminta maaf. Andri memaklumi dan pergi duluan setelah pamit dengan Bunda Yeti. Aisyah mengikuti Andri di belakang.

"Hati-hati, ya." seru Bunda Yeti. Keduanya mengangguk lalu berjalan ke tempat mobil Andri terparkir.

Aisyah masuk duluan kedalam mobil lalu disusul si pemilik mobil dan mereka pun berangkat. Aisyah tampak tenang diawal namun kian roda mobil menjauh dari panti asuhan kecepatan Andri semakin cepat. Mobil yang mereka naiki menyelip banyak mobil, mengundang bunyi klakson dari berbagai arah. Aisyah memandang Andri dengan tatapan horror namun Andri tak memperhatikan karena fokus dengan jalan.

"Kak, tolong mengemudi dengan pelan," Aisyah berteriak saat mereka hampir menabrak mobil di depan. Apa aku sedang syuting film aksi? Aisyah menatap Andri, tidak percaya bahwa pria disampingnya bisa mengemudi secepat dan sembrono seperti ini. "Kak, aku masih mau hidup. Tolong, berkendara dengan kecepatan standar."

Andri yang tidak tega dengan permintaan tolong Aisyah, akhirnya mengurangi kecepatannya dan Aisyah bersyukur akan itu. "Terima kasih ya, Allah." Andri ingin tertawa namun diurungkannya setelah melihat jejak keringat di kening Aisyah. Menurut Andri kecepatannya masih dalam tahap biasa, Andri sering berkendara seperti ini jika berangkat ke kantor. Sudah menjadi kebiasaan yang menurutnya biasa saja. Tapi, satu pelajaran buat Andri hari ini. Sepertinya ia harus memperbaiki cara mengemudinya saat dengan Aisyah.

Sesampainya di halaman rumah orang tua Andri, Aisyah bertingkah seperti anak kecil yang mengekori Andri dibelakang. Andri menarik tangan Aisyah sebentar untuk berdiri disampingnya. Aisyah kaget dan refleks menjauh. Alis Andri terangkat, ia bingung dengan tingkah Aisyah.

"Kenapa kamu menjauh?"

"Kakak main pegang-pegang. Aku nggak suka." Jawab Aisyah jujur.

Andri menghela napas lalu mengangkat kedua tangannya keatas. "Aku nggak akan pegang-pegang lagi. Jadi, mendekatlah dan berdiri disampingku." Aisyah tersenyum dan menurut untuk berdiri disamping Andri.

"Assalamualaikum," sapa Andri ketika melihat kedua orang tuanya.

"Assalamualaikum, om, tante." sapa Aisyah mengikuti Andri sambil mencium kedua tangan suami-istri tersebut.

"Wa'alaikumsalam." balas Sinta dan Ayah Andri sembari tersenyum melihat perilaku Aisyah yang sangat sopan. Sinta memegang erat tangan suaminya, ia sangat gembira dengan Aisyah. Gadis itu cantik, sopan dan juga alim. Sinta langsung menyetujui hubungan mereka dalam hatinya.

"Kamu Nak Aisyah kan?" tanya Sinta sembari tersenyum hangat. Aisyah hanya tersenyum sebagai jawaban. "Cantik ya, Pa." bisik Sinta kepada suaminya.

"Maaf, bun. Kami terlambat." ucap Andri merasa bersalah.

Aisyah ikut merasa bersalah. "Maaf tante." Ucapnya karena sadar bahwa jika saja ia tidak ragu tadi maka mereka mungkin tidak akan terlambat satu jam dari janji.

Sinta tertawa. "Nggak apa-apa. Makan malamnya juga belum siap. Ayo masuk."

Aisyah mengikuti Andri, ia tampak sangat gugup hingga Andri menyadari kegugupannya. Andri terdiam, memikirkan beberapa kata untuk menghilangkan kegugupan Aisyah namun nihil. Andri menyerah dan spontanitas berkata.

"Tidak usah gugup. Bersikap saja seperti biasanya." kata Andri yang sama sekali tak membantu. Aisyah tidak terlalu menghiraukan perkataan Andri barusan. Tapi hatinya sedikit menghangat karena pria itu mengkhawatirkan dirinya. Aisyah menghela napas lalu tersenyum. Seperti dengan menghela napas semua kegugupannya bisa menghilang.

"Nak Aisyah kamu duduk saja," ucap Sinta lalu pergi ke dapur sementara Andri dan ayahnya menuju keruang keluarga. Aisyah bingung harus kemana jadi dia memutuskan untuk membantu Sinta di dapur. Tidak nyaman juga jika harus berbaur dengan Ayah Andri yang tidak banyak bicara, lebih baik bagi Aisyah untuk bergabung dengan Sinta setidaknya ia tahu apa yang harus dilakukan di dapur.

"Saya bantu ya, tante." ujar Aisyah.

"Kamu duduk saja, makan malamnya hampir selesai. Biar tante yang siapkan." ujar Sinta menolak.

Aisyah menggeleng. "Kalau duduk disana saya bingung mau ngapain, tante. Nggak paham pembicaraannya. Saya pahamnya masak saja." serunya sambil terkekeh pelan. "Ini sayurannya Aisyah potong ya, tante?" Sinta mengangguk mengiyakan. Sedari tadi hatinya tidak dapat tidak berlonjak senang saat berbicara dengan Aisyah, ada getaran yang tidak dapat diutarakan.

Sementara itu diruang keluarga. Ayah Andri, Ambri, duduk dengan tenang sambil membaca koran hari ini. Ia bersikap seperti biasa. Tidak banyak bicara. Namun, hari ini koran terasa membosankan. Ambri melipat kembali koran dan meletakkannya di meja. Ia berdeham, memancing perhatian Andri.

"Ayah menyukainya. Ia gadis yang baik," Andri terkesima, baru kali ini Ambri mengutarakan pendapatnya tanpa perlu berpikir panjang. Aisyah memang sesuatu. Sinta dan Ambri bahkan tidak perlu menginterogasi jauh untuk mulai menyukai gadis itu. Dalam hati, Andri memuji Aisyah. "Bundamu juga sepertinya suka dengan gadis itu."

Andri diam menyimak.

"Kapan kalian akan menikah?"

Andri bersikap tenang. Perilakunya sangat natural. Seperti pertanyaan itu bukan suatu masalah yang harus dikhawatirkan dan bahwa pertanyaan ini sudah lama dirinya dan Aisyah bahas. "Kami berdua setuju untuk ikut keputusan orang tua saja, yah." balas Andri.

"Baguslah. Mengikutsertakan orang tua dalam mengurus pernikahan memang bagus." Ambri tersenyum bahagia. Andri pun ikut tersenyum. Memang ide yang bagus untuk melamar Aisyah, bahkan Ambri yang jarang beremosi pun menjadi gembira seperti ini.

22 April 2019

Siapa gadis yang menceburkan diri ke kolam setelah Andri tolak?

Kalau ada yang bisa jawab siapa gadis di chapter 2 yang bicara sama Andri, yang ceburkan diri ke kolam. Aku bakal update 2 chapter next week sebagai hadiah. Cuma kalau ada yang bisa nebak siapa gadis itu😆

Red

Cintamu Surgaku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang