02 (REVISI)

9.3K 509 14
                                    

Aisyah mengerjapkan matanya, ia mengenal ruangan ini dan ia mengenal sosok dihadapannya, itu bundanya. Aisyah melirik ke  kanan dan ke kiri, ia sama sekali tak menemukan tanda-tanda keberadaan orang gila yang melamarnya tadi.

Itu pasti hanya mimpi.

Membayangkan semua gambaran yang ia saksikan tadi hanyalah sebuah mimpi, Aisyah bernapas lega. Aisyah mengambil posisi duduk dan bersandar dikepala kasurnya. Ia memegang kepalanya yang masih terasa pusing.

Bunda Yeti mengusap kepala Aisyah yang tertutupi jilbab itu pelan sambil tersenyum. "Sudah mendingan? Nggak pusing lagikan?" tanya bunda. Aisyah tersenyum. Ia hanya mengangguk pelan. Merasakan sentuhan Bunda Yeti membuatnya tenang.

"Sayang, kamu sudah sadar?" seru Andri sambil duduk diujung ranjang menatap Aisyah yang terbelalak. Aisyah gelagapan. Ia menatap Bunda Yeti lalu kembali ke Andri. Kepalanya berdenyut. Aisyah memegang kepalanya dengan tangan kiri.

Ini orang, main sayang-sayang saja. Belum juga dibalas iya.

Bunda Yeti khawatir, ia buru-buru keluar untuk menyiapkan teh hangat. Andri mengambil kesempatan untuk bicara selepas kepergian Bunda Yeti. Ia memposisikan dirinya duduk di tempat Bunda Yeti. Pandangannya kaku menatap Aisyah.

"Aku serius melamarmu," Andri menatap manik mata Aisyah. Menyampaikan kesungguhannya. "Dan aku harap kamu menjawab 'iya' atas lamaran ini."

"Kenapa?" hanya ini yang bisa Aisyah tanyakan dari sekian banyak keanehan yang terjadi hari ini. "Kenapa kakak melamarku?"

Andri terdiam. Ia juga bingung kenapa dari sekian banyak gadis hanya Aisyah yang ia pikirkan. Aisyah menghela napas. Diamnya Andri membuat Aisyah menjadi sedikit sedih, ia sempat berharap tadi.

Aisyah tertawa untuk mencairkan suasana. "Kakak jatuh cinta sama aku?" Andri menggeleng. "Kalau begitu atas alasan apa aku harus menerima lamaran kakak?"

"Aku butuh bantuanmu. Untuk membahagiakan bundaku," Andri terdiam sebentar sebelum melanjutkan. "Memang aneh karena aku memilihmu dari sekian banyak gadis. Aku tahu itu. Tapi aku nggak bisa menjawab pertanyaan yang aku sendiri nggak yakin apa jawabannya."

Aisyah menghela napas. Ia mejadi lemah jika berhubungan dengan orang tua. Mungkin karena Aisyah sudah lama merindukan kasih sayang dari orang tuanya hingga ia luluh dengan alasan Andri. Sebuah keisengan timbul di kepala Aisyah. Ia memajukan sedikit wajahnya lalu berbisik. "Kak, apa mungkin kakak sedikit 'melenceng' dari jalan?" serunya sambil menahan tawa.

Andri terdiam. Ia menatap lekat Aisyah. Diulurkan tangannya untuk menyentuh pipi gadis itu. Aisyah membolakkan matanya. Sementara Andri semakin maju untuk menghapuskan jarak diantara mereka. Ia tersenyum miring. "Masih meragukanku?"

Jantung Aisyah berdetak tidak normal, pipinya benar-benar panas, tangannya tidak dapat bergerak untuk menampar pipinya sendiri atau pun mendorong Andri untuk menjauh. Akhirnya Aisyah menghatupkan kepalanya dengan kepala Andri untuk menyadarkan diri. Mereka berdua meringis kesakitan dan sama-sama mengusap dahi yang berdenyut.

"Dasar gadis bodoh, kenapa kamu menghatupkan kepalamu!" Andri memasang wajah jengkel, walaupun ia tahu kelakuannya tadi sudah kelewatan apalagi gadis di depannya ini adalah gadis muslim.

"Aku nggak bodoh, kakak yang bodoh. Kenapa kakak harus mendekatkan wajah kakak?" balas Aisyah tidak terima, bukan dirinya yang salah karena membuat suasana menjadi canggung.

"Kamu yang bodoh, aku tadi hanya ingin menggodamu. Lagipula, siapa tadi yang memulainya," Andri menatap tajam. Aisyah memerah, sekarang ia menyesali keisengannya. "Apa kamu pikir aku berani melakukan hal yang nggak senonoh?"

"Ka... Kakak gila, mana mungkin aku berpikir seperti itu." elak Aisyah sambil tergagap.

"Ya, ya, aku gila," Andri menyerah. "Jadi kamu terima nggak lamaran orang gila ini?"

Aisyah menghela napas, meyakinkan dirinya sekali lagi. Laki-laki yang bersedia menikah untuk kebahagian bundanya pastilah laki-laki yang baik. Aisyah tidak akan ragu lagi. "Aku terima." Ujarnya mantap.

Andri refleks tersenyum. Ia berdeham sebelum kemudian mendatarkan wajahnya kembali. "Aku akan menjemputmu sabtu malam nanti. Bersiap-siaplah." Serunya sebelum pamit.

"Tunggu," Aisyah menutup mulutnya sendiri. Apa yang sedang ia lakukan? Aisyah bingung sendiri. "Ah, itu... itu, sehabis menikah, aku masih boleh kuliah?" Aisyah bergerak dengan tidak nyaman. Ah, seharusnya ia tidak bertanya. Karena ekonomi yang menurun, Aisyah harus cuti kuliah dan membantu bunda dengan bekerja di perpustakaan daerah. Ia sudah mengambil cuti selama setahun dan menunda kelulusannya.

Sekarang. Setelah Andri mengajukan diri untuk menikahinya, tidak apa-apa kan baginya untuk bertanya tentang masa depannya? Andri terdiam lama sebelum kemudian menganggukan kepalanya. "Baiklah. Aku nggak masalah soal itu." Selesai mengucapkan itu, Andri pergi. Aisyah bersorak dalam hati, sekarang ia bersyukur dengan kedatangan Andri dalam hidupnya. Orang gila yang melamarnya dijalan.

Sehabis dari Panti Asuhan Indah, Andri kembali ke rumah orang tuanya. Ia tidak diperbolehkan kembali ke rumahnya sendiri sebelum acara sabtu malam selesai. Sinta, Bunda Andri sudah mengantisipasi Andri untuk tidak kabur dari kewajibannya membawa calon istri. Andri menghela napas. Hari ini benar-benar sesuatu. Dirinya yang sudah lama tidak berinteraksi dengan gadis-gadis baru saja melamar seseorang yang tidak saling kenal, ya, meskipun sudah diselidiki selama seminggu.

Sinta yang berada di ruang tengah menyapa Andri yang terlihat lelah. "Bagaimana acara sabtu malam nanti? Sudah kamu beritahu calon istrimu?" Andri mengangguk malas. Sinta tampak riang, ia ingin kembali bertanya dengan Andri namun pria itu sudah menghentikan bundanya.

"Bun, Andri mau istirahat dulu."

Sinta mengurungkan pertanyaan dalam hatinya walaupun dirinya sudah ingin menyerang Andri dengan berbagai pertanyaan. Namun, kasihan juga melihat anaknya yang sudah seperti 10 tahun lebih tua dari umurnya. Andri melengos ke kamarnya yang berada di lantai dua. Membenamkan dirinya di kasur. Terbayang dalam memori Andri wajah Aisyah yang memukulnya dengan tas selempangan saat ia melamarnya tadi. Sebuah senyum terbit di wajah Andri. Sepertinya, hidupnya akan berubah dengan kedatangan Aisyah.

"Kak, aku mencintai kakak." Gadis itu merona. Tangannya bergerak gelisah. Andri yang awalnya tersenyum ramah menjadi suram seketika. Tidak ada jejak kebaikan di dalam matanya.

Andri mengangkat alisnya. "Terus?" Tanyanya dengan nada acuh.

"Aku mau, kakak jadi pacar aku." Seru gadis itu malu-malu.

"Kalau aku nggak mau. Kamu mau apa?"

Senyum gadis itu sedikit pudar. Namun, dirinya tetap menjawab. "Kalau kakak nggak mau, aku bakal loncat ke kolam. Lebih baik mati daripada nggak sama kakak."

Alis Andri semakin terangkat. Raut wajahnya memandang jijik gadis di depannya. Ia tersenyum miring, sebelum berkata. "Aku menolak." Andri membalikan badannya. Tidak memperdulikan suara percikan air dan permintaan tolong dari seseorang. Ada dua hal yang paling Andri benci. Pertama, orang yang selingkuh. Kedua, orang yang bermuka dua. Gadis itu, yang baru saja menyatakan perasaannya dengan Andri adalah gabungan dari semua ketidaksukaannya. Beraninya ia menyatakan cinta pada Andri disaat Andri sering melihatnya berjalan dengan berbagai pria. Andri bukan orang bodoh.


15 April 2019

Cintamu Surgaku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang