19

4.6K 277 21
                                    

Siang ini, Aisyah dan Lifa berkunjung ke panti asuhan dikarenakan Bunda Yeti serta anak-anak yang lain sudah pulang semalam dari liburan. Entah sudah berapa lama Aisyah tidak bertemu dengan mereka. Ya, meskipun sebenarnya hanya memakan waku sebentar namun, Aisyah sudah sangat rindu. Aisyah dan Lifa juga menjadi jauh lebih akrab dari sebelumnya, mereka bercengkrama dengan riang sepanjang perjalanan.

"Kamu mau lanjut sekolah dimana, Lifa?" Tanya Aisyah.

Lifa tampak berpikir, "Lifa belum kepikiran kak. Mama menyarankan sekolah di Bandung tapi Lifa mau cari suasana baru." Jelasnya. "Kak Aisyah, ada saran?"

"Hm, kakak bingung juga. Mungkin, SMA Tulip? Kakak dulu sekolah disana." Jawab Aisyah ragu. "Kamu masih punya waktu, pikirkan lah matang-matang."

"Baik kak." jawab Lifa semangat.

Pembicaraan mereka terhenti saat mobil masuk ke pekarangan panti asuhan. Aisyah dan Lifa disambut dengan riang oleh anak-anak. Angga yang sedang menggendong Bina pun ikut menyambut Aisyah.

"Assalamualaikum, kak." ujar Aisyah sambil mencium tangan Angga.

Angga tersenyum, "Wa'alaikumsalam."

Lifa mengikuti Aisyah kedalam namun langkahnya terhenti saat mata Lifa menangkap seorang cowok. Cowok itu bersandar dengan tenang dibawah pohon dengan tangannya yang memegang sebuah buku. Gerakan perlahan membalik lembaran buku itu membuat Lifa terpesona pada pandangan pertama.

Dengan adanya hembusan angin yang menyibak poni cowok itu, hati Lifa seketika berdesir. Tanpa sadar, Lifa melangkah kearah Angkasa. Ia berjongkok didepan Angkasa membuat Angkasa kebingungan. Tatapan Lifa lurus, ia sama sekali tidak berkedip. Seakan-akan, jika ia berkedip maka Angkasa yang ada didepannya akan segera pergi.

"Siapa kamu?" Tanya Angkasa sambil menaikan satu alisnya.

Lifa sadar dari lamunannya. Dengan senyum secerah mungkin, ia menyodorkan tangannya kepada Angkasa. "Aku Lifanna... Mulai detik ini, aku jatuh cinta sama kamu."

"Hah?" Angkasa reflek menepis tangan Lifa. "Jangan bercanda."

"Siapa yang bercanda? Aku serius jatuh cinta sama kamu."

Angkasa mendengus, "Tidak ada yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Itu tidak logis." Ujarnya sembari berdiri. Ingin pergi.

Lifa segera menghadang Angkasa. Ia masih tersenyum. "Tentu saja ada. Aku mengenal perasaanku sendiri dan aku memang jatuh cinta padamu," Lifa mengambil tangan Angkasa dan ingin meletakan tangan yang kasar itu untuk merasakan debaran jantungnya. "Coba rasakanlah sendiri..." belum sempat tangan Angkasa menyentuh Lifa, Angkasa sudah terlebih dahulu menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman Lifa.

"Hentikan, bodoh!" Dengan perasaan yang tidak jelas, Angkasa segera meninggalkan Lifa yang hanya menatapnya diam.

Lifa menggempalkan tangannya dengan erat. Ia baru saja ditolak mentah-mentah oleh Angkasa. Lifa tersenyum. "Sudah aku putuskan. Aku akan bersekolah disini."

"Jadi, kakak akan berangkat dua minggu lagi?"

Angga mengangguk, "Ya sesuai jadwal, Dek."

Aisyah menghela napas, "Padahal aku masih rindu sama kakak."

"Tawaran untuk ikut sama kakak masih berlaku lho."

Aisyah memukul pelan Angga, "Kakak gimana sih, kalau aku belum nikah aku pasti bilang 'iya' tapi sekarang 'kan berbeda."

Angga tertawa, lalu memeluk adik perempuannya itu. "Sayangnya, seandainya kakak ketemu kamu lebih cepat."

Lifa yang dari halaman masuk kedalam panti, ia terkejut mendapati Aisyah berpelukan dengan Angga. Buru-buru, Lifa mendekat dan melepaskan pelukan Aisyah dengan Angga secara paksa. "Jangan menganggu istri kakak sepupuku, Om." Katanya dengan wajah waspada.

Angga dan Aisyah, keduanya tertawa melihat reaksi Lifa. Angga tersenyum miring menatap Lifa, "Heh, kalau Om nggak mau mendengarkan, apa yang akan kamu lakukan?" tantangnya.

"Aku akan melakukan ini." Lifa memasang posisi kuda-kuda dan siap memberikan tendangan di pelipis Angga. Namun, Aisyah segera menghentikan Lifa sebelum tendangan remaja itu mengenai pelipis Angga. Telat sedetik saja maka Angga dipastikan akan mendapatkan cedera di pelipisnya.

Angga sedikit menjauh dari Lifa.

"Lifa, perkenalkan, dia kakak kandung, kakak."

Lifa memandang curiga pada Angga. "Beneran?" tanyanya pada Aisyah.

"Iya."

"Hmm, baiklah jika Kak Aisyah yang berbicara seperti itu." Kata Lifa sembari tersenyum. Ia lalu menatap Angga, "Lain kali Om nggak boleh berbohong padaku. Mengerti?"

Angga cengir, "Baiklah."

Aisyah tersenyum. "Bukankah kamu sudah melihat Kak Angga saat kita sampai tadi?"

Lifa gelagapan. Jujur, ia tidak terlalu memperhatikan siapa yang menyambut tadi. Ia hanya mengikuti langkah Aisyah dan sepertinya kurang fokus. Apalagi sejak matanya menatap Angkasa di bawah pohon. Lifa sudah melupakan kehadiran yang lain. Ah, ngomong-ngomong soal itu.

"Kak, kemana perginya laki-laki yang duduk di pohon tadi?" Lifa bertanya dengan cepat. Aisyah memiringkan kepalanya. "Dia seumuranku." Tambah Lifa.

"Maksudmu, Angkasa?"

Lifa mengangguk, "Sepertinya, kak. Lifa nggak tahu namanya."

"Kalau Angkasa, tadi baru saja disuruh Bunda Yeti untuk ke pasar."

Lifa mengangguk, "Terima kasih, kak."

Lalu dengan cepat, Lifa berlari keluar. Ia berhasil menemukan Angkasa yang sudah mulai mengayuh sepedanya. Lifa berlari disamping Angkasa. Tentu saja, hal itu mengejutkan Angkasa. Sepeda yang cowok itu naiki sempat oleng sebentar.

Angkasa memasang raut tidak senang, "Apa yang kamu lakukan?"

"Berlari. Kamu nggak lihat?" Lifa memasang wajah polos yang semakin membuat Angkasa kesal.

"Maksudku untuk apa kamu berlari?"

Lifa tertawa, "Aku mau bersama kamu lebih lama."

"Dasar aneh," bisik Angkasa lalu mempercepat kayuhan sepedanya. Lifa mempercepat larinya, napasnya tampak normal. Tidak ada tanda-tanda bahwa Lifa kelelahan meskipun ini siang hari. Lifa sejak kecil sudah mengikuti berbagai macam olahraga, staminanya benar-benar bagus. Jadi, berlari seperti ini bukan masalah besar baginya. Lagipula, jarak pasar yang harus Angkasa datangi tidak terlalu jauh jadi meskipun sepeda yang Lifa kejar masih berjarak darinya, ia masih dapat mengejar sepeda Angkasa.

Angkasa memarkirkan sepedanya. Ia menatap Lifa dari atas hingga bawah, senyum gadis itu tidak pudar. Ia malah tampak lebih riang dari sebelumnya. Angkasa menghela napas. Niat gadis ini untuk mendekatinya sangat mengerikan. Angkasa berjalan terlebih dahulu, diikuti Lifa dari belakang. Lifa tidak terlalu paham seluk-beluk pasar, jadi ia kebingungan saat Angkasa melewati beberapa pedagang dan berjalan dengan lincah diantara kerumunan manusia.

"Angkasa," Lifa berteriak. "Tunggu aku."

Angkasa mengabaikan suara Lifa dan terus berjalan.

"Angkasa!" jarak diantara mereka semakin melebar. "Ah, maaf... Permisi... Permisi..." Lifa kesulitan berada dikerumunan.

Angkasa menghela napas. Ia akhirnya menghampiri Lifa dan membantu gadis itu untuk lepas dari kerumunan. "Harusnya kamu nggak ikut." Omel Angkasa.

Lifa tersenyum, "Terima kasih," ucapnya.

Mereka lalu melanjutkan pencarian bahan belanjaan yang Bunda Yeti perintahkan. Kali ini, Lifa menggenggam erat ujung baju yang Angkasa gunakan. Jadi, Angkasa tidak bisa melarikan diri lagi. Angkasa tidak terlalu memperdulikan hal yang Lifa lakukan, ia mengabaikan gadis itu sepenuhnya. Ya, meskipun dalam hatinya, ia sadar bahwa sudah sedikit kelewatan dengan gadis yang baru pertama kali ia temui itu.

01 Januari 2019

///

HAppY neW YeAR

Red

Cintamu Surgaku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang