15| Mulai Jatuh Hati

198 21 8
                                    

"Kita tidak perlu menghitung mundur langkah hari, sebab yang berlalu sudah ku anggap mati."

***

Galang memberhentikan motornya di depan gerbang Xalena yang sudah tertutup. Dia membuka helm full face-nya dan langsung turun, mengintip ada seseorang yang bisa membantunya atau tidak.

Galang berdecak sebal, tidak ada teman-temannya yang lewat sekalipun yang tidak dia kenal.

"Pak Dodo kemana, sih! Kan, kalau ada dia bisa gue sogok pakai rokok," celotehnya seraya mondar-mandir di depan gerbang.

Di seberang sana, Nola yang hendak menuju ruang Tata Usaha menyipitkan matanya untuk melihat siapa yang mondar-mandir di depan gerbang.

"Sstt!" Desis Nola.

Galang menengok, dia menghela napas lega. "Pan, sini!"

"Aku?" Nola menunjuk dirinya sendiri.

Galang mengangguk.

"Jadi duta sampo lain, HAHAHA!" Nola tertawa terbahak-bahak.

Galang menatap Nola datar. "Nggak lucu!"

Nola mengangguk, wajahnya datar seperti biasa lagi. "Oke, lo ngapain disitu kebelet boker? Bolak-balik mulu."

"Gue telat bodoh!"

Nola mengangguk lagi. "Oh, telat."

"Eh, La. Bukain dong."

"Kuncinya mana?" Tanya Nola.

"Nggak tahu lah, coba di dalam pos kali."

Nola berjalan masuk ke dalam pos. Dia sedikit memelankan langkahnya takut tiba-tiba Pak Dodo nongol begitu saja. Perempuan itu mengambil kunci yang diletakkan di atas meja. Segera Nola berlari keluar dari pos.

Galang tersenyum, saat dia melihat Nola sedang membuka gembok besar. Pintu terbuka, Galang segera mengendarakan motornya masuk ke dalam Xalena.

Tepat di hadapan Nola, dia memberhentikan motornya. "Makasih," ucapnya seraya menepuk puncak kepala Nola.

Nola yang sudah mengunci gerbang itu lagi, mengangguk sekilas dengan seringainya. Galang mengendarai motornya lagi menuju parkiran.

"LANG, BU ELISA LAGI ARAH PARKIRAN!!" Teriak Nola.

Galang yang ingin belok ke arah parkiran memberhentikan motornya, dia menengok ke Nola dengan tatapan sengit. "Kenapa lo nggak ngomong?!"

Nola nyengir. "Udah terlanjur, Bu Elisanya ada di depan lo."

Galang segera menatap ke depan. Benar, di hadapannya Bu Elisa sedang berkacak pinggang dengan satu tangannya memegang penggaris kayu panjang. Bu Elisa memukul motor Galang dengan matanya yang sempurna melotot. Laki-laki itu hanya meringis melihat motornya yang menjadi korban atas kejamnya penggaris Bu Elisa. Sepertinya, lebih baik penggaris Bu Elisa dimusnahkan saja.

"Ikut saya!" Ucap Bu Elisa dengan tenang, namun matanya mampu menghunus Galang.

"Saya parkir motor dulu ya, Bu." Galang nyengir kuda.

"CEPAT!"

Galang terkejut. "Astaghfirullah, Bu. Kalau ngomong jangan ngagetin gitu, ah. Jadi kaya nonton horor di bioskop."

"SAYA BILANG CEPAT!" Bu Elisa menggerakkan penggarisnya lagi ke atas motor Galang.

Laki-laki itu menatap malas Bu Elisa, dia segera memarkirkan motornya. Mengelus motor kesayangannya itu. "Maaf, ya sayang. Guru gue emang gitu," ucapnya lalu mencium motornya.

Stories About Our Love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang