18| Menyatu Dengan Keraguan

179 22 2
                                    

"I'm very happy. Really very happy. Because, you already belong to me."

***

Seorang laki-laki dengan kacamata yang bertengger di hidungnya menyentuh bahu Nola. Perempuan itu masih tidak bergerak sama sekali padahal bel pulang sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu.

Laki-laki itu mencoba membangunkan Nola kembali tanpa mengeluarkan suara. Nola menguap seraya mengucek kedua matanya. Ia langsung mengernyit saat melihat laki-laki yang tidak dikenali berada di hadapannya.

"Tadi Fara nyuruh aku buat kasih tas kamu ke sini," ucap laki-laki itu yang mengerti tatapan bingung Nola.

Nola mengangguk. "Makasih, ya." Perempuan itu berdiri, segera keluar dari perpustakaan.

Ia mengernyit bingung saat melihat sepatunya hanya ada sebelah saja. Nola pun mencari sepatunya dikolong rak-rak sepatu depan perpustakaan. Namun nihil, sepatunya tidak ada.

Ia menjinjing sepatunya menuruni tangga. Sangat tidak mungkin jika perempuan secantik Nola hanya memakai sepatu sebelah doang. Perempuan itu berdiri tepat di depan pohon besar dan tinggi. Ia meremas sepatu yang dijinjingnya dengan kuat. Wajahnya memerah menahan diri untuk tidak berteriak marah.

"Yang udah nyangkutin sepatu gue. Gue sumpahin lo nyungsep!" umpatnya. Lantas, ia mulai mencari kayu untuk menggapai sepatu sebelahnya yang ternyata berada di atas pohon.

Perempuan itu mengambil kayu panjang yang tergeletak begitu saja di pinggir pos satpam. Nola segera mencoba mengambil sepatu itu dengan susah payah. Rasanya ingin menangis disaat dirinya sedang tidak mood dan ada seseorang yang mengusiknya. Untung saja sekolah sudah sepi, jadi Nola tidak perlu malu untuk melompat-lompat menggapai sepatu di ranting pohon yang tinggi.

Nola menghela napas lelah. Ia terduduk dan menunduk dengan wajahnya yang tertutupi rambut. Lebih baik beli yang baru dari pada harus makan hati hanya mengambil sepatu sebelah.

Ia melirik jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, dan gerbang Xalena sebentar lagi akan ditutup.

Nola menunduk lagi, namun kali ini wajahnya tertutup oleh kedua telapak tangannya. Tanpa sepengetahuan perempuan itu. Laki-laki dengan mobil berwarna putih, memasuki pekarangan Xalena dan berhenti tepat di depan pos satpam yang tidak jauh dari tempat Nola duduk.

Galang mencoba mencari tahu kenapa Nola bisa terduduk di bawah seperti itu, menutup wajahnya dengan kedua tangan layaknya orang yang sedang frustasi.

Galang memperhatikan sepatu Nola yang tergeletak begitu saja, kayu panjang yang tergeletak di samping sepatu itu, dan melihat pula kaki Nola yang tidak memakai sepatu. Jika begini, Galang sudah mengerti mengapa Nola seperti orang gila.

Galang berjalan menghampiri Nola tanpa suara derap langkah. Ia mengambil kayu panjang yang tergeletak, langsung mengambil sepatu Nola dalam sekali hentakan.

Nola yang mendengar suara sepatu jatuh segera membuka tangannya. Ia melihat Galang sedang mendirikan kayu panjang itu di samping pos satpam. Senyum Nola tiba-tiba saja hadir tanpa sepengetahuan Galang.

Galang mengambil sepatu Nola yang tadi jatuh. "Nih." Ia memberikannya ke Nola.

"Gue kaya pangeran dan lo kaya Cinderellanya, kan?" lanjut Galang dengan senyumnya yang membuat Nola tiba-tiba saja khilaf untuk tidak memeluk dan mengucapkan terima kasih.

Nola menerima sepatunya, ia tersenyum kikuk. "Makasih."

"Kenapa baru pulang?" tanya Galang.

Nola tertawa. "Habis tidur di perpus."

Stories About Our Love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang