32| Percakapan

137 15 3
                                    

"Cinta adalah seekor burung yang cantik, meminta untuk ditangkap tapi menolak untuk disakiti." –Kahlil Gibran.

***

Laki-laki itu memberhentikan motornya di pinggir jalan perempatan lampu merah. Perempuan yang duduk di belakangnya mengernyit bingung. Ia tidak peduli dengan para pengemudi yang menatapnya heran karena jalanan malam hari ini terbilang sangat ramai.

"Turun!"

Geyra, perempuan yang duduk di jok belakang motor Galang tersentak. "Kita bahkan baru keluar dari Mall, Lang!"

Galang tertawa sinis. "Kita?" Ia menaikkan satu alisnya walaupun ia tahu Geyra tidak akan melihatnya karena tertutup oleh helm.

"Lucu lo, ah! Nggak bakal ada kata kita di antara lo dan gue," lanjut Galang.

"Lang."

"Gue bilang turun ya turun! Susah banget, sih, dibilangin!!"

"Lo kenapa, sih?" tanya Geyra yang bingung akan sikap Galang. Walaupun tadi di dalam Mall mereka berdua sempat berdebat karena Galang yang ingin pulang dan Geyra ingin menonton.

Galang melirik Geyra melalui kaca spion. "Lo yang kenapa? Disuruh turun aja susah banget!"

Mau tidak mau Geyra turun dari motor. Ia menatap Galang dengan kernyitan di dahi. Galang yang bersiap melajukan motornya, mendadak tubuhnya membeku saat mendengat ucapan Geyra.

"Gue emang nggak sesempurna Nola. Tapi apa nggak bisa lo kasih celah sedikit aja buat gue masuk ke kehidupan lo? Lo nggak pernah ngerasain rasanya suka sama orang yang menyukai orang lain. Lo nggak tahu rasanya menunggu dan berharap lo akan menyatakan cinta ke gue. Lo nggak tahu betapa sakitnya saat lihat lo dengan cewek lain. Lo nggak bakal tahu rasanya, Lang. Karena di sini, gue yang rasain semua itu!"

"Apa lo pernah tahu, di sini gue sangat berharap suatu hari akan ada mukjizat yang memberikan gue untuk masuk ke kehidupan lo. Menjalani kehidupan yang layak seperti sepasang kekasih. Tapi pikiran lo cuma menuju ke Nola yang ternyata udah jadi mantan dan bahkan udah dapat cowok lain. Lo terlalu dibutakan dengan cintanya dia, padahal ada seseorang yang menunggu cinta lo hadir."

Setelah mengucapkan uneg-unegnya yang selama ini ia simpan, Geyra mengusap air matanya. Dia sudah menangis. Galang hanya diam dengan pikiran berkelana ke mana-mana. Nola, Geyra, dan laki-laki tadi yang sangat akrab dengan Nola, tunangannya.

"Lo jangan bersikap munafik kaya gini. Lo yang putusin tapi ternyata lo masih mengharapkan. Kalau begitu, kenapa lo putusin kalau lo masih membutuhkannya. Cinta nggak sebercanda itu!"

Galang membuang muka. "Gue tahu cinta nggak sebercanda itu. Lo nggak tahu apa-apa, Gey! Ada alasan kenapa gue bisa putus sama Nola!"

Geyra tertawa paksa. "Sekalipun gue nanya apa alasannya, pasti lo nggak akan jawab."

Galang menunduk. "Gue minta maaf."

Geyra tertawa sinis. "Nggak usah minta maaf. Gue udah kebal disakitin terus sama lo."

"Gue tahu lo lihat Nola sama cowok, kan, tadi?" lanjutnya, membuat Galang menengok cepat ke arah perempuan itu. "Gue rasa itu pengganti lo."

Galang menatap Geyra dengan menyala-nyala. Entah kenapa Galang menjadi emosi mendengar cowok itu disebut walaupun tidak dengan nama. Jika tidak bisa ia menahan emosinya ini, mungkin saja ia akan meninju wajah Geyra. Tidak peduli sekalipun Geyra perempuan. Tanpa membalas ucapan Geyra, ia menancapkan gasnya, melaju dengan kencang membelah kota malam yang sangat ramai dengan emosi memuncak.

Stories About Our Love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang